1 : Keributan
All you ready?
.
.
.
Harap beritahu kalau ada typo atau salah tulis^^
.
.
.
.
.
Kalau bengek tanggung sendiri😣
.
.
.
.
.
👻[ New Version ]👻
.
.
.
.
.
.
.
[][][][][][][][][][][][][][][][]
"Om, jangan ngabisin tisunya Caca, dong!"
Caca menatap miris kotak tisunya yang kini mulai kosong akibat genderuwo yang tak henti-hentinya menitikkan air mata melihat Juliet yang bersanding dengan Pocong Ahmad.
"Kalau Om sakit hati harusnya jangan ke sini, Om! Ngerepotin banget," kata Caca terlampau blak-blakkan. Membuat genderuwo geram dan langsung menggoyang-goyangkan sanggulan kepala Caca hingga jadi berantakan.
"Jelasin ke gue, Ca! Gue kurang apa!" Genderuwo menangis sejadi-jadinya bak anak kecil minta dibelikan mainan.
"Om kurang ganteng. Harusnya Om sadar diri. Nggak usah tanya segala, Om. Caca ribet ini harus ngasih permen ke tamu-tamu. Mana konde Caca rusak lagi gara-gara, Om."
"Sabar, Wo! Gue yang tajir melintir aja kalah sama yang nggak berduit," kata drakula yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Caca.
"Berita dari mana lo dia nggak ada duit?
"Lah? Lo nggak denger apa ijab kabulnya dia kaya gimana?"
"Gimana emang?"
"Gini, nih," Drakula berdeham sejenak, "Saya terima nikah dan kawinnya Juliet syalala beibeh dengan seperangkat alat ngutang dibayar nanti."
"Apakah sekarang sedang musimnya ngutang? Barusan tuyul Jon-No juga nyawernya ngutang. Caca takut bakal ada yang ngutang lagi," celetuk Caca, jadi mewanti-wanti.
"Abang terluka, Neng," lirih genderuwo, masih tidak terima ditinggal nikah oleh Juliet.
Sambil menangis, genderuwo berlari ke atas panggung dan merebut microfon yang tengah digenggam kuntilanak untuk melantunkan lagu goyang dumang. Genderuwo mengusap air matanya dan mulai menyanyikan lagu sesuai dengan momen yang dialaminya saat ini.
"KAMU! PACARAN DENGANKU UWO~ TAPI, NIKAH DENGAN DIA. BERJANJI, UNTUK SEHIDUP SEMATI! NYATANYA, KAMU MATI AKU PUN MATI." Nyanyi genderuwo.
"Ay, aku nggak nyuruh kamu ngundang setan gila macam dia," kata Pocong Ahmad pada Juliet.
"Nyasar dia, Yang," jawab Juliet setelah mengusap wajahnya kasar.
"Suruh pulang, gih! Bilang kalau emak-nya nyariin," pinta Pocong Ahmad.
Tak lama kemudian pengawal persetanan muncul dan langsung menyeret genderuwo turun dari panggung. Kuntilanak lantas mengambil microfon tersebut dan mengendus baunya. Sehingga helaan napas seperti orang ngorok itu terdengar keras oleh penonton.
"Untunglah nggak bau jigong," kata kuntilanak sebelum akhirnya lanjut menyanyikan lagu goyang dumang yang sempat tertunda.
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
Kenaikan kelas kali ini begitu miris bagi sosok Ali Refaldi. Pasalnya sejak kelas 10 hingga 11, ia selalu satu kelas dan satu bangku dengan Pita. Tetapi untuk kelas 12 sekarang ini, Pita justru satu bangku dengan Evan.
"Harusnya aku yang di sana." Ali bernyanyi dalam hati.
Ali menatap lelaki jangkung yang duduk di sampingnya. Bahkan tatapan Ali terlihat seperti orang pilon saat ini saking tidak menyangkanya dengan seseorang yang ternyata satu bangku dengannya.
"Ini bagaimana ceritanya gue bisa sebangku sama malaikat?" Ali merutuki diri lalu menghembuskan napas beratnya. Ali sedikit mengintip name tag lelaki yang duduk di sampingnya. Izroil. "Mana malaikat pencabut nyawa lagi," lanjut Ali.
"Li?" Ali langsung menoleh saat Evan memanggilnya.
"Selamat bersenang-senang dengan malaikat di sampingmu~" ejek Evan sambil melambaikan tangan. Ali sebisa mungkin menahan diri untuk tidak melepas sepatu dan melemparkannya pada lelaki itu.
Pita yang melihat itu langsung menghela napas. Ia tak mempermasalahkan ingin duduk dengan siapa saja. Toh, duduk dengan Evan dan Ali sama-sama tidak ada untungnya. Evan yang banyak bicara, Ali yang banyak tingkah. Keduanya hanya membuat kepala Pita pening.
Seluruh murid segera lari terbirit-birit menuju bangku masing-masing saat seorang guru dikabarkan akan memasuki kelas mereka. Pak Fano—guru BK sekaligus guru pemegang mata pelajaran Bahasa Inggris ini sudah cukup dikenal oleh seluruh murid. Terutama Ali dan Evan dikarenakan mereka berdua adalah murid langganan BK.
"Selamat pagi anak-anak," sapa Pak Fano begitu memasuki kelas.
"Pagi, Pak," jawab seluruh murid kelas 12 Mipa 3 ini dengan serempak.
"Ada PR?"
"Mana ada," celetuk Ali.
"Siapa yang ngomong barusan?" semprot Pak Fano.
"Epan, Pak," ceplos Ali.
Evan yang namanya sekonyong-konyong diseret pun sontak terkejut dan membelalakkan matanya. Evan melempari sumpah serapah tanpa suara pada Ali. Membuat dirinya terlihat komat-kamit di hadapan Pak Fano yang sudah mengawasinya sejak Ali menyebut nama lelaki itu.
"Kamu." Pak Fano menunjuk Evan.
Evan menegakkan tubuh dan menunjuk dirinya sendiri. "Saya, Pak?" tanyanya.
"Iya. Kenapa mulut kamu?"
"Sariawan, Pak," dusta Evan. Lalu ia mulai meminta maaf dalam hati kepada emaknya yang ada di rumah.
Ali tertawa dalam diam dan mengatakan kata 'mampus' tanpa suara pada Evan.
"Kalau kamu?" Kini giliran Ali yang ditunjuk.
"Baca tasbih 99 kali, Pak," jawab Ali membuat sorakan riuh terdengar dari seluruh murid di kelas kecuali Pita yang hanya bisa mengumpati lelaki itu dalam hati.
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
"Kemarin rumah gue hampir kecolongan lagi sama tuyul," lapor Ali pada Pita saat keduanya pulang bersama.
Mereka berdua jalan beriringan di samping trotoar. Dikarenakan jarak rumah mereka dekat, keduanya memutuskan untuk jalan kaki bersama. Ali yang menjemput Pita—tanpa Pita harapkan tentunya.
"Tampang lo tampang preman. Yakali preman pro nyolong duitnya preman kentang," balas Pita.
"Matamu preman! Gue cakep gini enak-enaknya lo sebut preman."
"Terserah lo dah. Tapi intinya duit lo jadi dicolong atau nggak?"
"Ya nggak lah. Mereka langsung takut sebelum gue beraksi."
"Tuh tuyul takut sama lo?"
Ali memberi gelengan.
"Komplotan setan mana ada yang takut sama orang semanis gue. Mereka pada takutnya sama yang muka-muka sangar. Lo noh contohnya. Oh, satu lagi! Jangan lupakan mereka yang buta huruf. Nama lo luntur jadi Linta dan Cinta." Ali ngakak di tempat, membuat Pita refleks menendang bokongnya sampai lelaki itu terjerembap mencium tanah.
Bibir Ali yang suci, haruskah ia mencium tanah yang sudah dipijaki ayam ini?
"Jon-No!!"
Ali dan Pita berjengit. Keduanya langsung menoleh mendengar teriakan itu. Terlihat sosok hantu perempuan tengah berlari mengejar dua tuyul di hadapannya.
"Nah itu, Pit! Duo tuyul itu yang barusan hampir nyolong duit-duit gue." Ali langsung menaikkan lengan seragamnya ke atas, hingga otot-otot bahunya terlihat. "Kemarin belum gue kasih pelajaran. Dan sekarang... waktunya gue ngasih pelajaran."
"Pelajaran Matematika atau Fisika?" ceplos Pita.
"Matematika, Pit," jawab Ali persis seperti apa yang Pita pikirkan, "oke, let's go!" serunya lalu jalan memimpin.
"WAHAI SETAN-SETAN TAK BERAKHLAK." Ali berteriak nyaring. Membuat Caca terkejut setengah mati.
"Apakah Om panggil Caca?" tanya Caca.
"Lo ngerasa nggak?" Ali balik bertanya.
"Enggak, Om. Kan Caca berakhlak."
"Nggak jauh beda menurut gue. Lo, kan, setan," celetuk Pita.
Caca langsung memanyunkan bibir. Sementara Ali sudah berlari untuk menghadang kedua tuyul itu. Tetapi saat akan mendapatkannya, tuyul Jon dan tuyul No justru berhasil mencapai pohon dan memanjatnya lebih dulu.
"Aish... pantat mana pantat," seru Ali saat tuyul Jon tidak bisa memposisikan pantatnya dengan benar saat akan menduduki dahan yang besar.
Tuyul No masih berada di bawah tuyul Jon. Ia bersusah payah untuk bisa berada paling atas, tetapi kakinya terus menerus merosot.
"Pantatnya tolong dikeatasin." Instruksi Ali pada tuyul No sambil menghela napas.
"Tuyul Jon, tolongin Tuyul No dong!" ujar Caca setengah berteriak.
"Gue diperhatiin lo, Ca?!" Tuyul No tampak senang, "jangankan naik pohon, naik bukit aja gue bisa kalau disemangatin lo Ca—"
Bruk.
"Konon katanya bisa, tapi akhirnya jatuh juga," celetuk Pita lalu disusul tawa Caca yang menggelegar saat melihat tuyul No yang justru terjatuh dari pohon.
"Maafin Caca ya, Tuyul No. Caca kelepasan," kata Caca lalu melanjutkan tawanya.
"Bos..." Tuyul Jon yang berada di atas pohon tampak mengkhawatirkan sekutunya.
"Kalem, Jon."
Ali menyeringai menatap tuyul No yang kini sudah berdiri tegap dan menghembuskan napasnya. Ia berusaha menyiapkan mental menghadapi lelaki indigo di hadapannya.
"Matematika," kata Ali.
"Bos..."
"Apa, sih, manggil-manggil mulu?! Udah tenang aja! Gue bisa itung-itungan cepet," semprot tuyul No saat tuyul Jon kembali melirihkan seruannya.
"Serius, Bos?"
"Dua rius malah."
"Apakah Kakak mau taruhan sama Caca?" Caca menoleh pada Pita dan memberi tawaran. Pita menoleh, "kalau Tuyul No bisa jawab bener, Kakak harus ajak Caca keliling Hantu Mall Story. Tapi kalau Tuyul No salah, Kakak boleh apa-apain mereka berdua asal Caca nggak dibawa-bawa."
"Gue bersyukur karena lo bukan adek gue," lirih Pita. Jika Caca adalah adik Pita, sudah dapat dipastikan jika Caca akan ia buat kicep dalam sekejap.
"Apakah Om siap?" tanya Caca pada Ali.
"Siap dong anjim!" balas Ali menggebu.
"Apakah Tuyul No siap?"
"Siap, sayang."
"Maafin Caca ya, Tuyul No. Tapi Caca jijik dengernya."
"Pfftttt." Tuyul No langsung melempari tatapan tajam pada tuyul Jon yang menahan tawa.
"SATU, DUA, TIGA, MULAI!"
"130 ditambah 45?" Ali langsung melempar pertanyaan pertama.
"260!" jawab tuyul No dengan semangat.
"450 dikali satu?"
"572!"
"364 dikurangi 64?"
"157!"
"Tuyul No?... itu jawabannya salah semua," lirih Caca.
"Tapi cepet, kan?"
[][][][][][][][][][][][][][][][][]
.
.
.
.
.
[ Bonus Pict ]
[][][][][][][][][][]
Sampai jumpa diupdate-an selanjutnya❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top