9 : Ali dihukum
Evan turun menuju dapur. Kerongkongannya yang semula terasa kering kini ia pulihkan dengan menegak separuh air yang diambil dari dalam kulkas. Rumah Evan tampak luas dan mewah. Namun, penghuni di rumah ini hanya dirinya dan dua pembantu saja.
Evan tidak memiliki keluarga di rumah ini. Ayah dan Ibu-nya sudah berpulang ke rumah sang pencipta akibat kecelakaan yang pernah terjadi menimpanya dulu. Evan sangat terpukul. Tetapi ia masih bisa bersyukur karena Tuhan masih menyisahkan kakek dan neneknya meski mereka tinggal di tempat berbeda dan cukup jauh dari jangkauan.
Evan tak butuh pelengkap hidup. Karena bagaimanapun, hidupnya akan terus berjalan seperti ini.
Jika kakek-nya tidak menyerahkan segala tenaga kerja untuk terus mengembangkan perusahaan sang ayah sampai dirinya benar-benar siap melanjutkan, mungkin ia sudah tidur di jalan dan menjadi gelandangan.
Evan terkesiap dan buru-buru berbalik sesaat merasakan ada sesuatu yang baru saja lewat di belakangnya. Kondisi lampu yang temaram membuat mata lelaki itu memicing untuk melihat adakah seseorang di sekitarnya. Namun, saat Evan berteriak beberapa kali pun tetap tak ada yang menyahut.
Bersamaan dengan angin yang makin terembus kencang membuat bulu kuduk Evan merinding, sesosok hantu gadis kecil muncul dan langsung menarik ujung baju Ali yang sedari tadi sibuk lari ke sana kemari. Ya, bisa dikatakan bahwa Ali lah makhluk yang melintas di belakang Evan beberapa detik lalu.
"Om sedang apakah dari tadi?" tanya hantu kecil itu.
"Bikin dia merinding," balas Ali, mengupas rasa penasaran hantu yang ia lihat sedang tertawa sewaktu ditolak mentah oleh Pita untuk pulang bersama. Karena hantu kecil ini tidak terlihat jelek seperti hantu-hantu keseringannya. Alhasil Ali berkenalan dengan hantu ini—Caca—bahkan sampai sekarang belum terpisahkan.
"Apakah harus pakai lari-lari juga, Om? Apakah Om nggak sadar kalau ini, tuh, caranya nggak oke banget? Apalagi Om lari sambil goyang bokong." Caca tampak memanyunkan bibirnya merasa bosan.
Selepas ditolak Pita siang tadi, Ali berinisiatif untuk mengantar Caca ke Panti Asuhan Anak Setan yang letaknya cukup jauh dari rumah Pita. Namun begitu sampai, Caca malah menangis dan merengek ingin bersama Ali untuk beberapa jam ke depan.
"Apakah yang sedang Om lakukan sekarang?" Caca lagi-lagi melempar tanya ketika Ali tak lagi berlari dan justru meniup tengkuk Evan dari belakang.
"Ngipasin sate, Dek Apakah," jawab Ali, mencoba sabar.
Ali sebenarnya sempat protes ketika Caca memanggilnya dengan sebutan 'om' saat ia masih sangat muda. Tetapi karena Caca tetap saja nyolot dan tak mau dibantah, alhasil Ali mencoreng nama Caca menggantinya dengan sebutan 'Apakah'. Jika kalian bingung mengapa Ali menggantinya dengan julukan tersebut, kalian cukup perhatikan cara bicara Caca.
Netra coklat milik Ali jatuh pada minuman di tangan Evan yang masih sibuk mengedarkan kepala. Sepertinya Evan sudah mulai merasakan kehadirannya. Pikir Ali.
"Aduh, hausnya...." Ali mengambil minuman dari tangan Evan. Tetapi belum sempat Ali menariknya, minuman tersebut malah jatuh duluan. "Malah jatuh lagi," keluh Ali.
Saat keadaan terasa sangat sunyi ditambah aura mencekam. Evan bertambah kaget saat merasa ada yang menarik minuman di tangannya sebelum terjatuh begitu saja. Apakah benar rumahnya ini berhantu? Pertanyaan itu melayang di kepala Evan.
"Apakah itu mainan?" celetuk Caca setelah lama diam. Hantu kecil itu kemudian berjongkok untuk memunggutnya.
Tidak sadar akan kondisi dan keadaan. Evan rupanya ikut berjongkok untuk memungut minuman itu. Sehingga bokong Caca yang menungging di belakangnya berhasil menyundul bokong Evan hingga ia terjerembap dan bertumpuk dengan Ali.
Ali mengumpat sambil mengusap lengannya. Sementara pandangan Evan semakin mengabur hingga sosok Ali tampak di depan matanya.
Evan menyengir di hadapan Ali dan melambaikan tangan. "Hai," sapa lelaki itu, "lo setan, ya?" tanyanya hati-hati.
"Gue pangeran! Udah tahu setan pake ditanya." Ali menjawab nyolot. Napasnya memburu sebelum akhirnya Evan jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Caca berbalik lalu melempar tatapan pada Ali. Ali balas menatapnya bingung.
"Apakah barusan Om yang cium bokong Caca?"
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
Pita menghela napas begitu atensinya bergerak menangkap kedatangan Evan yang kembali menghampirinya di kelas dengan tergesa-gesa. Pita pikir, lelaki itu akan mengajaknya ke kantin seperti kemarin.
"Cewek! Lo tahu, nggak?" tanya Evan langsung saja ketika berhasil menduduki diri di samping Pita.
Pita mengernyit. Sepertinya terkaan ia salah.
"Semalem... gue diteror sama setan!" katanya memberitahu. Mata Pita memicing. Siapa yang tengah dimaksud Evan? Apa mungkin Juliet? Mengingat bahwa hantu itu memang suka laki-laki yang bening.
"Gue nggak percaya, sih, sebenernya sama begituan. Tapi... semalem gue liat sendiri! Gue nggak liat jelas mukanya. Tapi gue yakin kalau setan tadi, tuh, cowok!"
Mendengar pernyataan dari Evan membuat Pita merutuki diri karena terkaannya yang lagi-lagi melenceng. Tetapi, soal beginian Pita yakin jika Ali adalah dalangnya. Selepas ia menolak diantar pulang oleh hantu itu, Pita sama sekali tidak menemukan batang hidung Ali di mana pun.
"Apa mungkin setan itu demen gue? Dia homo kayaknya."
"Sarap lo!" sembur Pita.
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
Ali sudah menduga bahwa perbuatannya pada Evan akan tercium oleh Pita. Gadis itu pulang dari sekolah langsung tergesa mencarinya yang bersembunyi di dalam toilet. Apa yang Ali lakukan terasa seperti suami yang kepergok selingkuh oleh sang istri.
Kini yang bisa dilakukan hantu itu hanyalah berdoa semoga hukuman yang diberi Pita tidaklah berbahaya. Pita menyeret Ali meski berkali-kali tangan hantu noob itu meraih sisi dinding. Lalu akhirnya Pita berhasil dan mereka sampai di depan gudang.
"Gue disuruh ngusir tikus lagi?" tanya Ali.
"Enggak, kok, enggak. Gue cuma mau ngurung lo di dalam situ. Lo nggak bakal sendiri. Karena ini sarangnya setan adm."
"Adm? Anak dunia maya?"
Pita menggeleng. "Anak didikan monyet."
Pita segera mendorong Ali ke dalam gudang tersebut. Percuma. Hantu noob itu tidak mungkin bisa kabur karena yang Pita tahu, ia masih kesulitan menebus dinding. Terdengar jeritan Ali yang heboh di dalam sana.
"Welcome to sarang ghost anak didikan monyet!!" sambut para hantu yang wajahnya sangat jelek dan berhasil membuat Ali ingin muntah meski baru menatapnya sekilas.
"Pertinyiinnyi!" Hantu berbadan gempal yang tampak jelek dari yang paling jelek itu mempersilahkan hantu di sampingnya untuk melempar pertanyaan.
"You anak kebon or anak pohon?"
"Pertanyaannya kagak ada yang bagusan dikit?" celetuk Ali yang seketika membuat tatapan mereka menggelap dan murka.
"PITA, ANYING! KELUARIN GUE DARI SINI WOY! USUS GUE BISA PATAH GINJAL KALAU ADA DI SINI!!"
"PIT?! PENGAP, PIT! PENGAP!"
"BENTAR, DEH, YA! GUE MAU PINGSAN DULU."
Suara teriakan Ali tampak bersahutan di dalam gudang. Membuat telinga Pita bergoyang-goyang ngilu karena teriakkan tersebut.
Belum sempat Ali benar-benar pingsan, pintu gudang sudah terlebih dahulu dibuka oleh Pita. Ali langsung merekah dan reflek keluar memeluk gadis itu. Pita mencoba mencerna apa yang terjadi. Sebelum akhirnya ia berdeham keras membuat Ali buru-buru melepaskan diri.
"Berhubung mental lo itu mental tempe. Gue putusin untuk ngeringanin hukuman buat lo," kata Pita.
"Oke bagus!" sahut Ali. Bersyukur.
"Pepet Juliet sampai dia mau jadi temen gue!" lanjut Pita.
Hantu jelek lagi...? Sudahlah! Memang sepantasnya Ali pingsan dulu sebelum meratapi nasibnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top