6 : Kekesalan Pita

Sebuah sepatu meluncur dengan mulus mengenai kepala Pita. Pita menoleh galak pada pelaku.

"Gue nggak nyuruh lo pake cara ngelempar, ya!" bentak Pita, emosi bukan main. Gadis itu mengusap-usap kepalanya yang terasa berdenyut akibat lemparan sepatu dari Ali.

"Yang penting udah gue ambilin," balas Ali yang kemudian berbalik dan menggoyangkan bokongnya mengejek pada Pita.

Pita menalikan kedua sepatunya dengan terburu-buru. Selepas usai, barulah ia bergegas mengejar Ali dan langsung menjambak rambut hantu itu dengan keras.

"Rasain lo! Jadi setan jangan rese'!" Pita menggerakkan gigi saking gemasnya dengan hantu satu ini.

Tuyul yang entah berasal dari mana tiba-tiba datang melewati mereka dan mengambil minum dari kulkas tanpa seizin yang punya. Pita mendengkus, apalagi saat tuyul itu baru saja selesai dan kini memandangi aksinya yang tengah menjambak Ali. Tuyul itu tertawa keras tanpa bisa ditahan. Bahkan saat dia mulai menghilang pun tawanya masih kian terdengar.

"Pita? Kamu ngapain?"

Pita terlonjak dan mengalihkan tatapannya pada Farhan yang sedang memicingkan kedua matanya. Farhan tidak salah lihat kalau Pita memang sedang menggenggam angin saat ini.

"Nggak lagi ngapa-ngapain, Ayah."

"Terus? Itu tangan kamu kenapa?"

Pita melirik tangannya yang masih menjambak Ali. Ali saat ini sedang menunjukkan tampang polosnya sambil menatap Pita dan Farhan bergantian. Menyadari Farhan memang tidak mungkin bisa melihat Ali, alhasil gadis itu pun berhenti menjambak hantu noob itu yang kini sudah mengacir secepat kilat saat ada kesempatan.

Pita mengumpat.

"Kamu lagi ngumpatin Ayah, Pita?" Lagi, suara interogasi yang terdengar dari mulut sang Ayah.

"Pita tadi lagi ngurus setan, Yah," jawab Pita jujur.

"Kan udah Ayah bilang ... kalau kamu lihat setan, pura-pura aja kayak orang nggak punya mata. Tapi misal setan itu ganggu terus, tempeleng aja langsung."

Pita manggut-manggut mengiyakan dengan malas. Kemudian gadis itu menuju meja makan dan menyomot dua roti sekaligus. Farhan sudah bergegas keluar, Pita lantas mengikuti.

"Pita? Ada Energen kagak, sih?" tanya Ali yang nongol lagi.

Pita menoleh pada Ali. Tetapi....

"Ada yang ngomong tapi nggak ada wujudnya," celetuk Pita.

Kedua mata Ali mendadak lebar seketika. Ia mengikuti Pita yang berlalu begitu saja seolah tidak melihatnya.

"Pita?"

"Pita!

"Pit—"

Bugh.

Ali terhuyung saat Pita menggerakkan tas ranselnya tepat di wajah hantu itu. Pita kemudian melanjutkan langkahnya yang tertunda setelah dirasa aman.

Bagaimana? Saran dari Farhan sangat membantu, bukan?

𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢

Akhir-akhir ini Pita selalu disibukkan dengan segala perkara hantu dan susahnya mengajak Juliet untuk berteman dengannya hingga ia lupa dengan kehidupan yang sebenarnya. Terkadang, Pita memang lebih menoleh pada kehidupan para hantu ketimbang hidup manusia yang saling mementingkan diri sendiri. Pita terkesan menghindar dari dunianya dan melebihi batas begitu mengenal dunia perhantuan.

SMA Tunggal Cermat berbondong-bondong menuju lapangan saat jam istirahat baru saja berdenting. Hanya Pita yang masih terdiam di kelas sambil bertanya-tanya, "Ada apa di lapangan?" dalam hatinya. Memang benar, malu bertanya sesat di jalan. Tetapi Pita bukan malu, melainkan malas. Itu tandanya ia tidak masuk ke kategori orang yang sesat di jalan. Oke, iyakan saja.

Pita keluar dari kelasnya. Dan ia langsung disuguhi pemandangan para hantu perempuan yang sibuk tertawa histeris dan menggoda beberapa siswa-siswa tampan. Lagi-lagi gadis secantik Pita berhasil mengumpat. Akibat tidak kuat melihat pemandangan tersebut, ia memilih melengos dan pergi dari sana. Tetapi sialnya, pemandangan itu selalu ada di sepanjang langkah.

Saat akan melewati lapangan, Pita melirik sejenak pada keadaan. Melihat beberapa hantu yang sampai bersusah payah membawakan spanduk dan menjeritkan kalimat dukungan pada siswa di SMA ini.

"Yaampun ganteng banget."

Pita menoleh dan mendapati hantu sundel bolong tengah menatap salah satu pemain basket yang memakai bandana di kepalanya.

"Yang mana?" tanya Pita.

"Itu, lho, yang baju item."

"Sarap, nih, setan. Orang dia pake baju oren juga," celetuk Pita dalam hati.

"Mana, sih?" Pita pura-pura tidak melihatnya.

"Itu... yang itu...!" Sundel bolong itu tampak gemas.

"Yang mana?"

"BUTA LO?!" Sundel bolong itu mengamuk. Yang tidak lama kemudian berlari saat para pemain basket bubar—yang artinya pertandingan telah usai. Mereka mendapati skor sama.

Pita memperhatikan siswa yang digemari sundel bolong tadi. Menunggu reaksinya ketika hantu itu akan memberi pelukan angin. Tetapi lama menunggu, siswa itu justru tidak mendapat apa-apa. Lantas, Pita mengalihkan tatapannya ke arah lain. Dan benar saja, sundel bolong itu salah sasaran. Ia justru memeluk teman siswa tersebut.

"Sundel blo'on dasar." Pita langsung berbalik, tak kuasa membuka netra hanya untuk pemandangan seperti itu.

Teringat bahwa tujuan utamanya adalah kantin, Pita segera bergegas ke sana. Berbagai kompolatan hantu tampak wira-wiri mengejar cogan di sekolah ini. Atau sesekali Pita juga melihat beberapa genderuwo—hantu pakar cinta yang berusaha mengejar siswi-siswi cantik.

Pita mengalihkan netranya pada lelaki yang berjalan di sampingnya. Pakaian jersey melekat di tubuh lelaki itu. Sepertinya ia juga salah satu pemain basket yang baru-baru sahdan sekolah di sini juga. Sayangnya Pita memang tidak terlalu mengenal nama, bahkan wajah-wajah yang bersekolah sama dengannya.

"Modus banget lo jadi setan," sindir Pita pada kuntilanak yang bergendong di punggung lelaki itu. Kuntilanak itu masih belum menyadari ucapan Pita dan sibuk memainkan pipi mulus lelaki itu.

"Lo ngomong sama gue?" tanya lelaki itu.

Pita ganti menatap lelaki itu. Laku mendecak sambil melengos. "Sama tembok!" jawabnya dengan kesal.

Terdengar kuntilanak itu tertawa histeris.

"Ketawa aja terus ketawa!" ujar Pita, ketus.

"Siapa yang ketawa?"

"TEMBOK!"

Lelaki itu tergelak, membuat kuntilanak yang masih berada di punggungnya ikut tertawa. Pita yang masih mampu mendengarkan pun memaki dan menyumpah serapahi keduanya.

𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢

Pita langsung membuka pintu kamar dan membantingnya kasar. Kamarnya mendadak berantakan. Alat make up bertebaran di mana-mana dan kaca riasnya dicorat-coret seperti papan tulis anak SD.

'Maimunah cs bang Ali.'

'Pocong ngesot love Ali.'

'Dihapus, jodoh nanti.'

Netra hitam pekat itu langsung berapi-rapi setelah membacanya. Ia mengendarkan pandangan mencari sosok Ali yang sepertinya adalah tersangka baru-baru ini selepas namanya mengarah di coretan kaca riasnya. Sebuah jempol kaki tampak menyembul dari samping lemari. Pita sudah dapat menebaknya.

"Semoga aja dia kagak nemuin gue," cicit Ali.

"Tapi sayangnya gue udah nemuin lo," sahut Pita yang sudah berada di hadapannya.

Dagu Ali sontak merosot ke bawah. Ia menelan salivanya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Pita penuh aura intimidasi.

"Barusan habis ngumpet." Pita menempuk jidat mendengar jawaban dari hantu noob itu.

"Yaiya gue tahu. Maksudnya, kenapa lo ngumpet?"

"Gue digodain setan, Pit. Takut anjim. Mereka jelek."

"Jangan bohong lo! Lo ikut andil, kan?"

Ali menggeleng cepat. "Ya kagak! Bohong itu soda—"

"Dosa!" ralat Pita membenarkan.

"Nah, iya! Gue pikir ada tikus, makanya gue bawa pentungan ke sini. Tapi pas masuk, rupanya banyak setan. Gue nggak bisa kabur. Ngumpet di sini dan untungnya lo dateng."

Pita menilik wajah Ali dengan saksama untuk mencari sebuah kebohongan barangkali nyempil di sana. Tetapi yang Pita temukan justru ketampanan dan manisnya wajah hantu itu ketika dipandang dari dekat. Aish! Pikiran Pita sudah kelewat batas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top