25 : Ngalus

Aku ganteng ya kan?
Calon penghuni neraka hahahaha
/plak

••••••

Evan menyondorkan kotak bekal pada Pita tanpa peduli tatapan tajam dari gadis itu. Evan memang menghampiri Pita di kelasnya seperti biasa pada jam-jam istirahat. 

"Ini maksudnya apa?" Pita melirik kotak bekal yang ada di mejanya sebelum mengalihkan tatapannya pada Evan.

"Itu makanan buatan gue. Pertama kali gue bikin, dan pertama kali gue kasih ke orang lain." Evan tersenyum lebar.

"Lo kasih racun, kan?"

"Ngadi-ngadi! Mana ada gue nggak kasih racun."

"Apa maksud, hah?"

"Ampun-ampun! Bercanda, kali! Mana ada gue kasih racun. Lo, kan, spesial bagi gue."

Pita memicingkan mata. Menatap selidik pada Evan, masih enggan untuk percaya. Lagian ... sejujur apa pun Evan padanya, tetap saja Pita tidak akan menerima apa-apa lagi darinya. Sudah cukup penolakan waktu itu memperjelas semuanya.

"Masakan lo pasti nggak enak."

"Ya Allah, Pit. Suudzon mulu lo sama gue. Mana boleh langsung komentar sebelum coba."

Evan merengut begitu saja. Membuat Pita jadi melirik sekitar dan langsung dihujani berbagai tatapan dari penggemar lelaki itu.

"Gue terima pemberian lo. Asal cuma satu sendok." Pita memberi tawaran. Evan tampak berpikir sejenak.

"Enggak! Lima sendok," jawab Evan.

"Dua sendok?" Pita coba menego.

"Empat sendok."

"Dua sendok!"

"Kalau gitu sepuluh sendok."

Pita mengantupkan bibir dengan mata melebar, ingin marah pada Evan saja rasanya tak enak. Bukan tanpa alasan jika Pita jadi malas berdebat setelah kejadian waktu itu. Di mana penggemar Evan tak terima atas penolakan Pita hingga membangun keributan lalu berakhir di ruang BK. Untuk pertama kalinya Pita masuk ke ruang itu.

Tak mau lama dibuat pusing, Pita segera membuka tutup bekal tersebut dan melihat masakan Evan yang berupa nasi dan telur ceplok di atasnya. Tak heran mengapa Evan sepercaya diri itu untuk menunjukkan makanan buatannya sendiri padahal baru pertama kali. Begini saja siapa pun pasti bisa. Menjengkelkan.

"Itu telur ceplok rasa cinta."

Celetukan Evan sukses membuat Pita terbatuk pada suapan pertama. Tidak menyangka jika kalimat selebay itu akan meluncur dari Evan.

"Lo gila?! Rasa cinta, ya, hambar! Pantes aja masakan lo hambar. Nggak ada asin-asinnya!"

"Terima kasih untuk komentarnya juri. Next time bakal saya kembangin lagi."

"Idung lo, noh, berkembang!" sewot Pita.

𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢

Sebuah tas terlempar ke arah Ali. Untungnya Ali adalah hantu sehingga tas tersebut tidak mengenai tubuhnya melainkan menembusnya. Tetapi biarpun begitu, Ali tetap dibuat terkaget-kaget tentunya.

"Iseng lo?!" amuk Ali saat tahu Pita lah dalangnya.

"Lagi pms, mbak?" Pita balas mengejek, "ada pembalut dalam lemari. Pake sana!" 

"Lo pikir gue bayi harus pake popok?"

Pita mengenyit. "Eh, monmaap, ye! Gue nggak ada bilang bayi apalagi popok. Gue cuma bilang pembalut! Pem-ba-lut!"

"Pembalut sama dengan popok!

"Makna dari mana itu, sialan?!" gumam Pita dengan bisikan tertahan. Mungkin hanya dirinya yang mendengar.

"Oke ... gue ngalah. Terserah lo aja mau gimana. Tapi kalau lo pms, pake aja pembalut di lemari," pesan Pita lalu tertawa pelan sambil beranjak.

"Wah-wah! Ngehina gender gue lo rupanya?" Ali berdecak-decak. Garis bibirnya tertarik ke sisi kanan, tersenyum smirk.

"Terserah! Gue mau mandi."

"Otw ngintip."

Pita mendelik pada Ali. Sementara Ali mengerjapkan matanya sok imut. Sok polos. Dan menampilkan wajah watadosnya.

"Mau jadi setan cabul lo?!" Pita bertanya, syarat mengancam.

"Hehe, nggak jadi." Ali cengengesan.

Setelah mengambil handuk, Pita bergegas menuju kamar mandi. Tapi sebelum benar-benar masuk, suara Ali memanggilnya terdengar.

"Pita?"

"Apa?" Pita menoleh ke belakang, tepatnya pada Ali.

"Gue ikut," mohon Ali.

Pita tampak berpikir. Memikirkan ke mana ia akan pergi sehingga Ali meminta ikut. Menyadari ia tidak memiliki jadwal berpergian, lantas pertanyaan pun terlontar.

"Ikut ke mana?"

"Ikut mandi."

"SIALAN!"

Selang beberapa menit berlalu, Pita pun selesai pada rutinitas mandinya. Pita mencari keberadaan Ali di dalam kamarnya. Tetapi ia sama sekali tidak menemukan hantu itu.

Sementara Ali, dia sedang merenung di teras rumah Pita. Melihat beberapa tanaman yang dirawat dengan baik oleh Seka. Menyadari Pita tak lagi sendiri, itu terasa menyakitkan. Selalu saja ia merasa pecundang dan putus asa. Semenjak itu pula, Ali menyadari bahwa dia menyukai Pita jauh sebelum Pita membeli jam tangan serasi dengan Evan.

Ali ingin mengutarakannya. Tetapi ia masih merasa labil. Statusnya yang bukan lagi manusia, membuat dirinya merasa kerdil dan tak pantas bersanding bersama Pita. Perlu menunggu dirinya kembali menjadi manusia, barulah perasaan ini akan tersampai kepada Pita.

"Gue cari-cari ternyata lo di sini."

Ali melirik sumber suara. Pita sudah duduk di sampingnya.

"Ngapain lo nyari gue?" tanya Ali.

"Nggak tahu. Mungkin efek gabut."

Oke, Ali penyabar. Sudah berkali-kali dirinya diterbangkan sekaligus dijatuhkan di waktu bersamaan. Tetap saja ia harus sabar! Karena sesungguhnya, orang yang sabar akan disayang pacar. Emang ada?

"Pit?" Ali menoleh pada Pita. Pita membalasnya berupa dehaman. "Gue mau lo belajar bersosialisasi." Perkataan Ali sukses membuat Pita menoleh dan mengunci tatapannya pada hantu itu.

"Nggak mungkin nggak ada yang mau berteman sama lo. Biarpun covernya emang judes, tapi gue tahu lo orangnya pengertian. Lo manusia. Lo hidup di dunia. Semestinya, lo nggak seharusnya dekat sama makhluk semacam gue dan setan lainnya yang nggak semalam sama lo. Sebelum lo lupa sama dunia lo yang sebenernya ... gue mau lo punya temen di dunia ini mulai sekarang. Kurang-kurangi beradaptasi sama makhluk kayak gue. Kalau lo berharap bisa berteman sama Juliet, ekspektasi lo nggak bakal jadi kenyataan. Gue harap lo bisa fokus sama dunia lo mulai sekarang, Pita," lanjut Ali.

"Lo kenapa tiba-tiba ngomong begini, sih?" Pita tidak habis pikir terhadap Ali.

"Gue cuma nggak mau lo ngerasa kesepian, Pita!"

"Terus apa masalahnya?! Gue nggak punya temen emang itu mau gue."

"Terus lo lebih fokus ke makhluk yang beda alam?" Ali membalas, "lo nggak mau punya temen, tapi lo pengen temenan sama Juliet? Lo parah, Pit! Gue tahu lo masih nggak percaya sama orang di sekitar lo karena kelebihan yang lo punya. Tapi bagi gue, lo istimewa. Lo unik lebih dari siapa pun."

"Lo kesurupan apa, sih—"

"Gue mohon kali ini." Tatapan Ali begitu serius. Membuat Pita terasa mati kutu. "Dan yang paling gue mohonin ... jangan terlalu deket sama Evan. Dia nggak baik buat lo."

"Lo masih mikir gue ada hubungan sama Evan?"

"Emang nggak ada?"

"Nggak ada, setan! Makanya jangan main kabur sebelum lo bener-bener liat kejadiannya!"

Ali tersenyum tipis. "Bagus kalau gitu."

"Bagus kenapa?" tanya Pita, menyelidik.

"Kepo."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top