22 : Pakar Cinta

Kalian nunggu cerita ini?

Besok mau cerita ini update jam berapa?

Btw aku sayang aku...

Eh aku sayang kalian❤ Apalagi yang suka ngomen dan spam komen. Hayoo siapa yang ngerasa?

........

Tatapan Pita meredup. Matanya terus mengikuti punggung Ali yang kian menjauh meninggalkan kelasnya.

"Pita?"

Panggilan dari Evan kembali menyita perhatian Pita. Pita menghembuskan napas panjangnya lalu bangkit dan menggebrak meja. Pita membuang setangkai bunga pemberian Evan tanpa peduli perasaan lelaki itu. Tak peduli apabila nantinya lelaki itu jadi membencinya. Pita justru akan sangat bersyukur.

"LO KENAPA NEMBAK GUE, SIH?!" Pita mengamuk. Seolah menyatakan perasaan adalah suatu kesalahan yang besar.

Banyak pasang mata yang kini menatapnya dengan tatapan bermacam terutama dari para kaum hawa. Pita tidak lupa jika Evan adalah lelaki yang dikagumi mereka. Mungkin mereka tidak terima karena Evan mendapat perlakuan seperti ini dari Pita. Atau bisa saja mereka kesal pada Pita karena telah menyia-nyiakan lelaki yang banyak diharapkan jadi pacar mereka.

Pita melepaskan jam tangan pemberian Evan dari pergelangan tangannya.

"Ambil, nih!" Pita melemparnya yang langsung ditangkap oleh Evan, "seharusnya dari awal emang gue nggak nerima jam tangan pemberian lo! Dan gue nyesel karena udah nurut sama lo untuk pake jam tangan ini!" lanjut Pita.

"Sekarang gimana? Lo malu?" Pita bertanya sinis pada Evan yang masih setia mendengarkan setiap kalimat tajam dari gadis itu.

"Gue berharap lo nggak lagi ngejer-ngejer gue setelah ini," lirih Pita, penuh penekanan, "sekarang lo boleh keluar dari kelas gue. Nggak ada lagi jawaban karena apa yang barusan gue bilang udah cukup memperjelas semuanya."

Evan tersenyum tipis. "Oke. Nggak papa..  tapi asal lo tahu, Pit. Sikap lo yang kayak gini bikin gue semakin berambisi dan pengen terus berjuang untuk dapetin lo," katanya lalu beranjak meninggalkan kelas Pita.

Pita manjatuhkan bokongnya ke kursi dengan kasar. Lalu dia mengacak rambutnya frustrasi.

"Jual mahal amat lo jadi cewek," celetuk seseorang yang merupakan teman sekelas Pita. Entah namanya siapa, Pita tak peduli.

Pita bersandar dan bersedekap menatap gadis itu tanpa ragu sedikitpun. "Gue emang mahal. Daripada lo? Murahan."

Terdengar kursi yang jatuh akibat gadis itu tak terima dengan cercaan Pita dan berniat maju untuk menghajar dirinya. Teman-temannya langsung menghadang dan menahan gadis itu.

"Mulut lo dijaga, ya! Apa maksud lo ngomong kayak gitu ke gue?!"

"Lho? Jadi nggak bener, nih, ceritanya?" Pita manggut-manggut lirih, "tapi kenapa marah?" sindirnya yang lagi-lagi memancing emosi gadis itu. .

Tak mau berurusan lebih jauh lagi, Pita memilih menyembunyikan wajahnya di balik lipatan tangan di atas meja. Awalnya ia berniat tidur. Tetapi beberapa gulungan kertas terlempar secara bergantian di kepalanya.

"MAU KALIAN APA, HAH?! APA?! LO SEMUA NGGAK TERIMA YA AYO SINI NGOMONG LANGSUNG KE GUE!" Pita langsung menggebrak meja dan meluapkan emosinya tanpa bisa ditahan lagi.

𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢

"Kalau nggak bisa jadi good boy, nyerah aja, dah! Ngapain semangat? Mending jadi fucek setan kayak gue." Genderuwo mengangkat-ngangkatkan kedua alisnya.

"Fucek setan pantatmu! Picek yang ada," sungut Ali lalu menendang bokong genduruwo dengan kesal.

"Lagian lo ngapain galauin manusia? Manusianya aja galauin lo kagak."

"Suka-suka gue, dong! Yang seneng gue, yang sakit gue, kenapa situ yang ceramah?"

"Gue ngasih senter biar nggak gelap, njir."

"Muka lo, noh!"

"Kenapa?" Genduruwo menepuk-nepuk wajahnya dan sesekali meraba.

"Berwarna janda," lanjut Ali lalu kabur entah ke mana. Tawanya begitu histeris bahkan sejauh lima kilo meter pun masih terdengar.

"Andai ... aja, muka gue bisa ganteng kayak lo," gumam genderuwo sambil geleng kepala.

"Sayangnya lo nggak bisa," bisik Ali yang tahu-tahu berada di belakangnya. Genduruwo terkejut dan menunjuk Ali ragu.

"Dari mana lo?"

"Mana gue tahu. Niatnya kabur malah balik lagi ke sini. Gara-gara ketemu lo jadi sesat kali, ya?" Genduruwo langsung menggeplak kepala Ali.

"Lo makin galau makin koplak, ya?!"

"Ah, masaaa? Btw somplaknya mana?"

"Matamu, noh, somplaknya! Matamu! Matamu—"

"Melemahkanku. Saat pertama kali kulihat mu...." Suara geplakan kembali terdengar. Lagi-lagi genduruwo melakukan kekerasan pada si polos Ali. Iya, kolornya doang.

"Daripada lo gabut gini, mending gue kenalin ke cewek cantik aja mau nggak?" tawar genderuwo.

"Dua tiga ikan asin."

"Cakep!"

"Mau, dong."

"Kagak nyambung, ye?" Genduruwo itu berusaha meresapi pantun abal versi Ali, kemudian kembali bodo amat saat pikirannya malah belok ke mana-mana. "Dah, lah! Intinya lo setuju, kan? Jadi sini!" Genduruwo melambaikan tangan menyuruh Ali mendekat.

"Apanya yang sini?"

"Perjaka lo!" sentaknya, "ya lo-nya, anjir! Sini-sini! Mepetan."

"Tinggal bilang mau deket-deket gue aja susah amat."

"Sampe lo punya anak tuyul pun gue nggak sudi, Li ... Oli!!"

"Gue Ali, bukan oli!"

"Cuma beda huruf depan!" Akhirnya genduruwo mengalah. Ia yang mendekat dan merangkul Ali untuk dibisikkan.

"Jadi gini ... gue, punya dua hantu cewek. Cakep! Rekomendasi banget, lah, pokoknya. Bodi semok. Udah kek guling. Mantep buat dipeluk."

"Anying! Otak gue kena sampah," celetuk Ali. Tetapi ia terkekeh sambil membayangkan wujud cantik kedua hantu itu.

"Nama mereka siapa? Biar enak misal kapan-kapan ketemuan di Hantu Mall Story. Barangkali mau naik odong-odong muter atau mandi bola, kan, enak."

"Koplak lo! Dikira mereka bocah apa?"

"Mumpung jadi setan, oy! Nostalgia dikit kagak papa."

"Iyain aja, iyain! Biar cepet mati."

Ali mendelik.

"Jadi siapa namanya?" Ali kembali bertanya.

"Kuntilanak gombal dan kuntilanak gembel."

"Dari namanya aja udah cakep." Ali lekas tertawa hambar, terkesan dipaksakkan dan ingin sekali muntah saat ini juga. Bayang-bayang tentang hantu cantik buyar sudah tergantikan hantu menor dengan bedak dan lipstik wardah untuk mendapat predikat halal.

"Nggak jadi ketemuannya, dah. Kapan-kapan, ye?" Ali berusaha mengalihkan pembicaraan. Ingin menarik kata-kata sebelumnya pun rasanya sulit.

Belum bertemu saja Ali sudah merasakan godaan-godaan dari hantu cabe-cabean. Tubuhnya seketika merinding. Lebih baik mencegah daripada terjadi. Bisa bahaya jika mereka sudah dipertemukan. Khawatir jika ketampanannya akan diincar oleh si gombal dan si gembel. Buset! Namanya unik kek kamu:v

Ponsel Ali bergetar. Ia lantas mengambilnya dari dalam saku dan melihat pesan yang dikirim untuknya. Pita bertanya soal keberadaannya. Tetapi Ali mengabaikan sehingga gadis itu kembali mengirim stiker.


Ali mendengkus.

"Plis, lah, Pit. Gue nggak nyuruh lo pap sok candid gitu," balas Ali dalam ketikan.

Pita di balik sana mengumpat dan menyumpah serapahi Ali.

"Itu lebih mirip lo, ya!" amuk Pita dalam ketikan.

"Gue lagi mode marah. Jadi jangan ganggu. Bhayy!" ketik Ali sebagai penutup.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top