11 : Tawaran Tuyul
Sebelum mulai part baru aku mau kenalin, nih. Cerita bang Hakim yang nggak kalah seru. Genre komedi juga, kok. Jadi siap-siap aja perut kalian bakal dibikin geli tiada henti.
Kalian lirik aja akun Kim_Hakimi
Ini ceritanya tentang Sedap Malam yang bergender perempuan (takut dikira cowok makanya kukasih tahu). Panggilannya Lam. Masih muda tapi udah kerja jadi supir angkot. Emaknya lagi sakit. Jadi dia pengen lihat Lam nikah sebelum dijemput maut. Tapi sayangnya, Lam selalu gagal dalan urusan percintaan.
Di saat gadis itu mulai menyerah untuk mengejar pasangan idaman, justru orang yang pernah ada di dalam hatinya muncul bersamaan. (kompak bener:v)
Udah, ya. Intinya baca aja! Dijamin ngakak🙈🤣
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
"Apakah yang sedang kalian bicarakan?"
Ali dan Pita kompak terlonjak mendengar suara yang tiba-tiba bertanya itu. Ali terkejut karena ternyata ada Caca di rumah Pita. Sementara Pita menatap mereka berdua yang kini saling pandang secara bergantian.
"Om Ali?!" Caca terpekik senang.
"Om?" beo Pita, lalu kemudian ia menatap Ali dan tertawa, "ternyata lo udah Om-Om, nih, ceritanya."
"Bukan, anjim! Dia ngada-ngada. Orang gue masih muda," balas Ali tak terima.
"Om nggak usah bohong!" sela Caca.
"Lo yang bohong, Apakah!"
"Aku Caca bukan Apakah, Om!"
"Gue perjaka, bukan Om-Om!"
"Perjaka? Apakah itu?"
Hening. Tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun saat Caca menanyakan hal tersebut. Membuat Pita kesal dam menyentil lengan Ali yang berbicara seperti itu di depan anak seumuran enam tahun itu.
"Eh! Apakah, kok, bisa ada di sini?" tanya Ali mengalihkan. Alis yang mengkerut di dahi Caca itu perlahan memudar. Ali menghela napas lega.
"Caca, ya, Om!" protes Caca ketika Ali tak henti-hentinya memanggilnya dengan julukan seperti itu, "Caca tadi diajak ke sini sama temen-temen Caca. Tapi sekarang mereka nggak tahu pada ke mana."
Ali melirik Pita. Mengisyarakat pertanyaan 'siapa' melalui kontak matanya. Pita mengedarkan pandangannya sejenak kemudian mengangkat bahu, tak tahu.
"Temen Caca siapa?" tanya Pita. Ia baru pertama kali bertemu hantu kecil yang secantik dan seimut Caca setelah tragedi pertemuannya dengan teman pertamanya dulu.
"Intinya mereka keren, Kak! Mereka seumuran Caca tapi udah pinter nyari duit."
Pita terdiam mencerna kata-kata Caca. Lalu ia menoleh menatap Ali yang kebetulan sedang menatapnya.
"Apa jangan-jangan...."
𖣴⵿⃜⃟᭢·· · · · ──────── · · · ·𖣴⵿⃜⃟᭢
"Senangnya dapat uang banyak," celetuk sang tuyul setelah merampas beberapa uang di laci meja belajar Pita.
Sekarang kalian tahu jika tuyul itu adalah teman Caca. Entah Caca ini memang terlalu polos atau tidak mempunyai teman banyak sehingga mau-maunya berteman dengan hantu kecil-kecil cabe rawit ini. Yang kaya-nya tujuh temurun tanpa habis. Dari kecil sampai gede rambut botaknya tak tumbuh-tumbuh. Atau sikap pendosanya yang tak pernah berhenti diturunkan dari bibit-bibit kampretnya.
Komplotan keluarga mereka tidak ada yang benar.
Pendosa dan enggan bertobat. Pagi, siang, sore, dan malam kerjaannya ngepet terus tanpa libur. Tahu begini bagaimana mereka tidak bisa kaya?
Sementara itu, di luar kamar. Mata Caca sudah mulai terpejam meski posisinya sedang berdiri menghadap pintu kamar Pita. Sementara pemilik kamarnya sibuk beradu bacot dengan Ali.
"Udah, lo aja sana!" usir Pita sambil mendorong Ali.
"Lo aja! Lo yang punya kamar juga," balas Ali.
"Keliatan banget cemennya lo!" murka Pita. Gadis itu tidak sedang direfleks yang baik, sehingga bokong Ali menjadi sasaran dari tendangan maut yang ia punya dari kecil.
Mendengar suara bantingan pintu dan suara benda terjatuh membuat si tuyul merasa kaget bukan main. Ali tersungkur bersamaan dengan pintu kamar Pita yang terbuka. Ali mendongak menatap tuyul tersebut.
"Hayo, kamu ketahuan."
Tuyul itu sontak terkejut dan kebingungan. "Kok bisa liat?"
"Kan gue punya mata!" balas Ali membuat tuyul itu terkekeh, "ngapain lo di sini?"
"Biasalah, Kak," Tuyul itu tampak menggantungkan ucapannya, "nyari nafkah."
Ali menggeleng heran pada tuyul.
"Kakak sendiri ngapain di sini?" tanyanya.
"Ini, kan, rumah gue."
Tuyul itu menatap tak percaya pada Ali. Memang, sih, tampang Ali itu tampang pendosa dan sulit dipercaya. Ini yang bukan rumahnya saja diakui oleh hantu noob itu. Tetapi, yang dikatakan Ali pun ada benarnya juga. Selama menumpang, Ali semakin merasa kalau ini adalah rumahnya. Ali cukup berterima kasih pada Pita karena mau menampung benalu menyusahkan seperti dia.
"Daripada Kakak laporan sama yang punya rumah, gimana kalau Kakak bantu aku mungutin duit receh ini?" tanya tuyul itu.
Mendengar perkataan tuyul itu membuat Ali mendekat dan ikut menatap lemari belajar Pita yang isinya beberapa uang lima ratus perak. Hampir saja hantu itu menyemburkan tawa andai tidak ingat pamornya jika sedang berada di hadapan hantu mana pun.
"Oke! Lain kali lo bisa ajak gue." Ali menjawab antusias. "Nanti gue jaga lilin, lo jadi babinya."
"Ciri-ciri nggak bisa diajak kompormi, ini, mah."
"Kropomi kali!"
"KOMPROMI, KAK!"
"Tuh, tahu! Ngapa diplesetin?"
"Kan licin."
"Serah!" Ali mengibaskan tangannya. Bisa frustasi kalau begini lama-lama.
Setelah berhasil memungut beberapa uang milik Pita, tuyul itu langsung duduk dan menghitung duitnya di tepi ranjang. Mungkin hanya tuyul lah maling tersantuy se dunia.
"Lo ngapa nggak tobat aja?" Ali duduk di hadapan tuyul dan langsung meruntuhkan uang receh yang sudah ditumpuk hantu botak itu.
"Susah, Kak. Udah turun temurun akhlak-nya." Tuyul itu mencoba untuk tidak emosi.
Ali menghela napas. Sesungguhnya mencuri itu tidak baik. Lebih baik bekerja saja dengan tenaga sendiri. Biarpun capek asal uang yang didapat itu halal. Tiba-tiba saja sekelebat ingatan Ali memutar pada anak kecil yang saat itu baru saja pulang dari rumah temannya.
Kemudian anak kecil itu seolah menatap iba pada ibu yang berdagang tahu gejrot di gerobakan. Anak itu menghampirinya dengan senyum polos.
"Bibi au ku antu?" tanyanya. (Bibi mau ku bantu?).
Ibu itu awalnya menolak. Tetapi melihat keantusiasan sang anak yang ingin membantu membuatnya tak bisa menolak lagi. Alhasil, anak itu berteriak untuk mempromosikan jualanannya.
"Tau njot tau njot! Ayo-ayo beli tau njot, yok!" suara cempreng nan cadel itu berhasil menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang. (Tahu gejrot tahu gejrot! Ayo-ayo beli tahu, yok!).
Suara bantingan pintu kembali terdengar dan sukses membuyarkan lamunan Ali yang sepertinya mengarah pada ... masa kecilnya dulu. Terlihat Pita yang menatap berang padanya sebelum beralih pada si tuyul.
"GUE NYURUH LO BUAT NGUSIR DIA! BUKAN BUAT NGIJININ DIA NGAMBIL DUIT-DUIT GUE APALAGI PAKE ACARA GHIBAH!"
"Caca mau nangis aja apakah boleh? Nggak kuat aku, tuh." Caca mengusap ujung matanya yang berair entah kenapa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top