πͺππππππππππππ πΉπππ β’ π«ππ 01 : An Idiot grown up boy
Salju diluar terlihat menumpuk. Sepertinya ukuran yang cocok untuk bermain perang-perangan salju atau membuat boneka salju.
Sepertinya beberapa Pasien juga diperbolehkan untuk keluar karena terdengar suara tawa yang ramai dari taman. Mungkin mereka Pasien anak-anak. Entah sedang bermain perang-perangan atau berlomba untuk membuat boneka salju paling bagus.
Berbanding terbalik dengan keramaian di luar, kamar ini hening. Hening yang berkepanjangan dan tidak nyaman. Jujur saja. Aku tidak pernah menyukai keheningan. Tapi meminta maaf pun rasanya sangat malu. Aku malu atas diriku yang tolol dan penasaran ini sampai-sampai harus membuka privasi orang lain. Bahkan sekarang menatap wajahnya saja aku tidak bisa.
Tapi keheningan ini menyiksaku. Mirip seperti perang dingin antara aku dan ibu kala bertengkar. Jika tidak ada yang meminta maaf atau memulai percakapan maka akan terus begini sampai entah kapan. Kalau Ibu sih, aku akan cengengesan ria ketika dia datang dan memintanya mengupasiku Usagi-ringo. Ibu pasti akan menggelengkan kepalanya sambil tertawa. Kata Ibu memang setiap pertengkaran bisa diselesaikan dengan Usagi-ringo.
Memangnya sopan meminta Usagi-ringo kepada teman sekamar? Tentu saja tidak.
Aku paham itu. Aku dan Yashiro belum terlalu dekat. Jarak di antara kami berdua masih sangat jauh. Aku hanya mengenali Yashiro sebagai pasien-lain-di-kamar-ini. Dan mungkin Yashiro mengenaliku sebagai lelaki-tidak-tahu-sopan-santun. Pokoknya disini aku penjahatnya. Dan aku yang harus meminta maaf kepadanya kalau ingin masalah ini terselesaikan.
"Anu..... Yashiro-San."
"A-aku sungguh sungguh meminta maaf atas ketol-ketidak sopananku kemarin. Aku benar-benar minta maaf."
Aku menundukan wajahku sehingga tidak bisa melihat bagaimana reaksi Yashiro setelah mendengar permintaan maafku yang terdengar tulus.
Memang ini tulus kok. Aku benar-benar merasa malu atas kejadian kemarin. Nih, aku saja tidak bisa mengangkat kepalaku sebelum Yashiro memberi jawaban.
Setelah jeda panjang, akhirnya aku mendengar suara Yashiro.
"Tidak apa-apa. Saya paham kok perasaan anda."
Tidak apa-apa?
Aku mengangkat kepalaku tiba-tiba. Yashiro yang terkejut melompat sedikit di kasurnya. Tapi itu tidak penting. Aku membuka mulutku untuk bertanya.
"Kenapa tidak marah?"
Yashiro kebingungan.
"Kenapa?"
"Kenapa anda bertanya kenapa?"
Pertanyaan ditimpali dengan pertanyaan lagi. Aku mengusak rambutku pelan.
"Harusnya kan kau bilang bukan masalah besar atau saya maafkan. Tapi kenapa kau malah bilang tidak apa-apa?"
Yashiro membulatkan mulutnya membentuk huruf O. Kemudian setelahnya dia tertawa kencang sampai-sampai terlihat air mata di pelupuk matanya.
Di sisi lain aku jadi makin bingung. Ingin aku bertanya lagi, tapi insiden kemarin masih menghantui pikiranku. Jadi aku hanya diam sambil menunggunya selesai tertawa.
"Amane-San, anda unik sekali ya?"
Unik bukanlah kata yang tepat untukku. Malahan harusnya Yashiro yang aku panggil dengan unik. Terlebih fitur tubuhnya yang tidak seperti orang kebanyakan. Apa itu pujian darinya? Kalau iya aku mau berterima kasih karena telah menganggap aku yang tidak tahu malu ini orang unik.
"Baiklah, akan saya maafkan kalau anda mau mendengarkan cerita saya." ucap Yashiro setelah selesai tertawa.
"Cerita?"
Apa dia mau bercerita tentang 1001 malam? Atau kisah tentang Momotarou? Kisah apa yang ingin dia ceritakan ya?
Aku harap sih bukan cerita anak-anak. Tsukasa selalu membawakan cerita itu sampai aku capek mendengarnya. Apalagi nanti di tengah-tengah cerita biasanya dia tertidur. Akhirnya aku memintanya untuk berhenti membacakan cerita jika menjenguk. Seolah dia tidak mengerti apa itu kata berhenti, besoknya dia muncul di pintu dengan buku lainnya dan kembali membacanya. Mengingatnya lagi membuatku jengkel.
Tapi toh, aku harus menerimanya. Agar bisa dimaafkan atas kejadian kemarin. Jadi aku mengangguk untuk meng-iya kan persyaratannya. Yashiro terlihat senang. Dia membetulkan posisi duduknya sambil tersenyum.
"Ini cerita tentang seorang lelaki tua bodoh yang baik."
Dan Yashiro pun memulai ceritanya.
β β β
Waktu itu sedang terjadi penyerangan besar-besaran.
Anak-anak diculik, orangtua dipaksa untuk menaiki sebuah kereta yang membawa mereka entah kemana. Orang-orang tua dipukuli. Pokoknya mengerikan.
Para warga yang selamat mengungsikan diri mereka ke tempat yang jauh dari jangkauan para lelaki berbadan besar dan berpakaian militer hijau. Mereka ketakutan, ketakutan kalau giliran mereka akan datang. Sayangnya, di antara warga-warga ini ada seorang mata-mata yang melaporkan. Alhasil mereka semua di tembak mati saat itu juga.
Para pria berbadan besar dan berseragam hijau itu bersulang setelah menghabisi para warga. Mereka bernyanyi, menari, bahkan bersenda gurau dengan bahasa yang tidak diketahui. Padahal kan mereka habis membantai orang. Mereka semua seolah tidak peduli.
Mereka tidak tahu kalau ada satu anak kecil yang selamat. Anak kecil itu kehilangan kedua orangtuanya. Entah karena keajaiban apa dia bisa selamat. Anak kecil ini lugu, tetapi dia sangat pintar. Jadi dia menunggu hingga para pria berbadan besar tidur, lalu ia mengendap-endap di antara semak-semak untuk mencoba mencari jalan keluar.
Setelah beberapa saat, si anak kecil ini berhasil menemukan jalan keluar. Sayangnya, jalan keluarnya dipasangi dengan kawat berduri sehingga tidak memungkinkan dirinya untuk lewat. Ada satu ada satu pria berseragam hijau yang berjaga, tapi dia tidak berbadan besar seperti yang lainnya. Badannya lebih kecil dan kurus.
Si pria berseragam hijau itu menyadari keberadaan sang anak kecil. Dia terlihat bingung dan menimbang-nimbang selama beberapa saat. Akhirnya dia membuka jalan untuk si anak kecil dengan membantunya melewati kawat berduri. Si anak berterima kasih lalu segera pergi.
β β β
Yashiro mengakhiri cerita dengan meminum air dari botol kuning miliknya. Mungkin dia lelah setelah bercerita selama 20 menit penuh. Tapi ceritanya menarik perhatianku. Sepertinya aku tahu latar belakang dari cerita miliknya. Mirip dengan kejadian pembantaian. Entah pembantaian tentang apa, tidak pernah bisa aku ingat.
"Lalu, apa yang terjadi dengan si Pria berseragam hijau itu?" Tanyaku setelah Yashiro meletakan botol airnya di tempat semula.
"Penasaran?"
Aku mengangguk.
Yashiro membusungkan dadanya seolah bangga telah berhasil membuatku penasaran. Dasar sombong.
"Dia ditembak mati."
"Orang-orang berkata dia bodoh. Padahal apa yang dia lakukan telah menyelamatkan nyawa seseorang. Dia pria yang baik, hanya saja nasib tidak terlalu memihaknya kala itu."
Nada suaranya saat berbicara diturunkan beberapa oktaf. Bulu kudukku merinding sesaat. Seperti ada angin dingin yang lewat di punggungku meskipun jendela sudah tertutup dengan rapat.
Lagi-lagi topiknya kematian.
"Sepertinya ada salah satu anggota yang melihatnya. Dia melaporkannya kepada ketua akhirnya dia di eksekusi mati." Lanjut Yashiro
"Mengerikan."
Yashiro tertawa pahit mendengar gumamanku. Dia seperti sedang melakukan stretching singkat di kasurnya sebelum membalas gumaman singkatku.
"Memang manusia kan makhluk mengerikan."
Tidak salah sih.
Tapi....
"Kau berkata seolah kau bukan manusia." Tegurku
Lagi-lagi Yashiro tertawa. Kali ini terdengar seperti tawa yang tulus. Iris merahnya menyipit ketika dia tertawa membuatnya terlihat semakin manis. Pundak dan rambutnya bergoyang karena tawanya. Agak clichΓ© tapi aku juga merasakan jantungku sedikit bergetar mendengar tawa manisnya.
"Sudah kuduga, Amane-San memang Unik ya."
Kata unik kembali dia gunakan. Aku akan menganggapnya sebagai pujian kalau begitu. Mungkin itu memang pujian darinya untukku. Pujian apa yang harus aku berikan keapadanya? Cantik? Tidak. Kalau definisi Cantik menurutku lebih cocok diberikan keapda Aoi Akane atau Suster Senior Yoko-San. Yashiro mungkin lebih mendekati kata manis?
"Terima kasih, Yashiro juga manis."
Tawa Yashiro memudar. Wajahnya sedikit memerah nyaris seperti matanya. Dia tersenyum kecil sambil menggaruk tengkuknya.
"T-Terima kasih...."
Kenapa dia malu-malu begitu?
Oh.
OOH!!
Wajahku juga ikut panas. Ruangan yang awalnya dingin tiba-tiba terasa panas. Ketololanku yang keberapa kali ini? Kesannya seperti aku sedang menembaknya. Aku hanya memberinya pujian! Pujian! Amane Yugi ini tolol sekali. Saking tololnya dia lupa kalau yang sekamar dengannya ini perempuan.
Habis sudah harga diriku.
"Apa ini? Kenapa wajah kalian berdua merah? Nene-Chan, jangan-jangan kalian berdua jadian?"
Suster kemarin-Aoi Akane memasuki ruangan dengan tiba-tiba. Kursi roda dia dorong bersamanya. Untuk Yashiro? Bisa jadi hari ini jadwalnya untuk pergi ke taman.
Ngomong-ngomong soal jadwal aku belum menanyakan jadwal baruku ke Teru. Dia juga tidak datang lagi ke kamar sejak tadi Pagi.
"Aoi-San, tadi bertemu Teru tidak?" Tanyaku
Aoi Akane menggeleng.
"Tidak? Memangnya ada perlu apa?" Dia bertanya balik
Sama seperti Yashiro ya. Pertanyaan ditimpal dengan pertanyaan lagi.
"Bukan apa-apa."
"Ooh. Jangan-jangan kau mau menghindari topik ya?"
Hah?
Aku bengong sesaat. Otakku berusaha mencerna kalimat yang dia maksud secara perlahan-lahan. Menghindari topik-topik yang tadi maksudnya? Kenapa dia bisa menyimpulkan begitu? Suster disini aneh-aneh sekali.
Belum sempat mengutarakan protesku, suara Yashiro yang lebih tinggi sudah terdengar lebih dulu.
"Bukan begitu Aoi-Chan! Jangan asal menarik kesimpulan!"
Dia bisa teriak juga ya ternyata.
Dan lagi, dia tidak menggunakan keigo seperti yang biasanya dia gunakan saat berbicara denganku. Apa itu artinya dia dekat dengan Susternya sama sepertiku dan Teru. Bedanya aku yang menggunakan bahasa biasa dan Teru yang menggunakan keigo kapan pun.
"Baiklah Nene-Chan, waktunya untuk check up. Sudahi dulu waktu berpacaran kalian ya!" Lagi-lagi Aoi Akane berkata begitu
Nene menggembungkan pipinya sedikit tanda marah. Melihatnya mengingatkanku akan Ikan Buntal yang dipelihara Kakek tetangga sebelah. Meskipun begitu dia masih terlihat manis.
Aoi Akane membantu Yashiro untuk duduk ke kursi rodanya. Mereka berdua bersiap-siap untuk memulai check up di ruang dokter. Aoi Akane mengikat rambut panjang Yashiro menjadi kuncir kuda menggunakan pita merah yang sudah disiapkan oleh Yashiro sebelumnya.
Ternyata dia masuk ke daftar Pasien Check up. Aku jadi iri. Soalnya aku tidak pernah check up keluar seperti itu. Waktu keluar ruanganku sangat terbatas terlebih lagi jika musim dingin seperti ini. Tapi aku cukup terhibur dengan cerita Yashiro. Dia membawakannya dengan sangat baik. Apa dia seorang story teller untuk Pasien yang lebih muda?
Aku jadi ingin mendengar cerita lainnya.
"Anu, Yashiro"
Baik Yashiro mau pun Susternya menengok ke arahku. Wajah mereka berdua seperti diselimuti oleh awan penasaran.
"Boleh aku mendengar ceritamu yang lain?"
Senyum Yashiro merekah. Dia mengangguk dengan semangat sambil menampilkan gigi putih bersih miliknya.
"Tentu saja! Saya akan menceritakan semuanya kepada Amane-San!"
Kemudian dengan itu dia keluar ruangan. Aku tersenyum kecil. Jam dinding di ujung ruangan menunjukan pukul satu siang. Harusnya Teru datang untuk membawa makan siang. Atau mungkin Ibu dan Tsukasa. Mereka bertiga biasanya datang secara bergantian.
Karena mengantuk, aku kembali memposisikan kasurku menjadi posisi tidur yang nyaman. Suara tetesan infus dan jarum jam yang kini menemaniku di kamar yang sepi.
Hari itu aku merasa jarak antara aku dan Yashiro berkurang sedikit.
β β β
BαΊ‘n Δang Δα»c truyα»n trΓͺn: AzTruyen.Top