โYou always make me worry. Worry about losing you when my eyes can't see your existence.โ
โ โข โ โฟ โข โ
Hari sore yang tadinya cerah kini hancur. Senyuman sang gadis pudar tatkala menatap langit-langit yang gelap dengan petir yang menggelegar.
(Name) menghela napasnya, entah berapa kali seperti ini. Kamera yang ia genggam dimasukkan ke dalam tas kecil, ia duduk di halte bus untuk meneduh dari hujan yang terus turun.
Orang-orang berlalu lalang mencari tempat berteduh. Hawa dingin mulai menusuk kulitnya.
Iris birunya menatap datar sepasang kekasih yang sedang saling berargumen siapa yang akan memakai payungnya.
Tatapan itu semakin datar ketika pasangan tersebut pada akhirnya menggunakan payung itu bersama.
Berani-beraninya pamer kemesraan.
Dipikir aku iri, hah? Tidak! Sama sekali!
Gumaman kesal keluar dari mulutnya. Ia menendang batu yang ada di hadapannya dengan kuat. Tak ia sangka batu itu terpental dan mengenai dahi seseorang yang berada di sampingnya.
Ctak!
"Aah!"
(Name) membelalakkan matanya kaget. "Maafkan aku!"/"Maaf!"
Hening.
Kenapa malah dia yang minta maaf ...?
Hanya suara hujan yang mengisi kekosongan itu.
Rasa malu dan bersalah yang menyelimuti hati seketika. (Name) menyatukan telapak tangannya dan meminta maaf pada pemuda yang terkena batu tendangannya.
"Haha, tidak, aku hanya kaget sedikit kok!"
Dan manik itu membulat.
Seseorang yang terkena batu tendangannya itu adalah Mika. Kagehira Mika.
Sebutir keringat dingin mengalir di pelipis gadis itu. Wajahnya memanas tatkala mengingat kelakuannya beberapa saat lalu.
"... aku ... benar-benar minta maaf."
Sial, apa yang kau lakukan, Sena (Name)?!
"Tidak apa-apa! Apa kau juga sedang menunggu bus?"
"Tidak, aku hanya menunggu hujan reda."
Pemuda bermata heterochromia itu menjulurkan tangannya pada sang gadis. "Namaku Kagehira Mika, salam kenal!"
"Aku Sena (Name), salam kenal Mika!" seru (Name) tersenyum lebar. Dia tidak bisa tidak tersenyum melihat bagaimana lucunya pemuda di hadapannya sekarang.
Sembari menunggu bersama, (Name) mengecek tas kecil yang ia bawa. Sebuah senyuman terlukis tatkala matanya menangkap dua batang permen yang ada di sana.
"Mika, apa kau mau permen?"
"Uhm, permen? Tentu saja!" jawabnya dengan binar di kedua matanya.
Iris yang bersinar meski di bawah langit gelap, (Name) selalu menyukai hal-hal yang bersinar. Ia memberikan sebatang permen yang ia maksud.
"Terima kasih!"
Sebelum pemuda itu memasukkan permen ke dalam mulutnya, sang gadis menahannya.
"Bolehkah aku memotretmu?"
Mika memiringkan kepalanya, "Memotret?
Tidak bisa. Ini benar-benar mencapai batasnya. (Name) benar-benar tidak tahan dengan semua keimutan ini!
"I-iya, jika ... kau mengijinkan?" ucapnya berusaha keras tidak melewati batas.
"Aku tidak tahu, tapi boleh! (Name) boleh memotretku kok!" seru Mika yang kemudian memasukkan permen batang ke dalam mulutnya.
Rasa manis yang ia rasakan membuat pipinya bersemu tipis pertanda bahagia.
(Name) cepat-cepat mengeluarkan kameranya dan mengabadikan momen-momen ini.
Sayang sekali jika ketampanan ini terbuang sia-sia!
Dua momen terabadikan.
Foto pertama menampilkan Mika yang memakan permen batang dengan senang hingga iris cantiknya tertutup.
Dan foto kedua dengan iris yang terbuka, menatap tepat ke kamera.
Pemuda itu mendekat, ingin melihat hasil potretannya. Namun sesaat kemudian, bibirnya membentuk kurva melengkung ke bawah.
"Mataku ...."
(Name) meliriknya, sadar akan apa yang tidak pemuda itu sukai.
"Aku suka matamu."
Perkataan itu membuat Mika menatap kaget. "Bukankah ini tampak aneh?"
"Aneh? Padahal aku sangat menyukainya! Tampak seperti permen yang kau makan loh."
Dengan bingung Mika mengeluarkan permen tersebut dari mulutnya.
Sebuah senyuman tampak ketika melihat warna permen itu yang tampak seperti matanya, setengah warna.
"Aku suka permen!"
"Dan aku suka mata Mika!"
Keduanya tertawa di bawah hujan.
Atau di bawah atap halte bus, ya?
Yang pasti momen itu berakhir saat bus yang Mika tuju datang. (Name) melambai-lambaikan tangannya ceria yang dibalas semangat oleh Mika.
Bahkan saat sudah berada di dalam bus pemuda itu masih melambaikan tangannya dari balik jendela.
"Sudah cukup mainnya, ayo pulang anak nakal."
(Name) terjengit kaget dengan seseorang yang tiba-tiba muncul di depannya. Sedetik kemudian rautnya berubah menjadi kesal.
"Kakak! Bisa tidak jangan membuatku kaget?"
"Tidak bisa, nih ambil," ucap Izumi melemparkan sebuah payung pada adiknya.
"Makasih."
"Terpaksa sekali bilang terima kasih, chou uzai."
(Name) tak mengindahkan ucapan kakaknya dan membuka payung itu.
Saat hendak berdiri, Izumi melempar sebuah sweater yang membuat dia meletakkan payungnya lagi untuk memakai sweater-nya.
"Kenapa tidak daritadi?" gerutunya.
Hujan yang mulai reda, berganti dengan gerimis lembut yang turun ke bumi.
(Name) berjalan di samping Izumi sembari sesekali menatap sekelilingnya.
"Lain kali bawa payungmu kemana-mana, jangan seperti kali ini."
Ucapan Izumi membuat sang puan menoleh. Sebuah senyuman lebar terlukis. (Name) mengangguk kecil pertanda mengiyakan.
"Siap!"
"Tadi itu siapa?"
"Apanya?"
"Laki-laki yang bersamamu di halte."
(Name) ber-oh ria ketika sadar yang Izumi maksud adalah Mika.
"Teman baru! Aku baru bertemu dengannya tadi!"
Satu tangan ia gunakan untuk memegangi payung dengan tangan lain yang mengambil kamera dari dalam tas.
Sebuah foto ditampilkan. "Dia sangat tampan, kan?!"
Manatap foto yang dimaksud, kemudian Izumi berdecak dan memutar bola matanya malas.
"Dilihat darimanapun aku jauh lebih baik dibanding dia."
"Aku suka kepercayaan diri kakak, tapi aku lebih suka jika tanganku ini memukul wajah yang kakak bangga-banggakan itu," ucap (Name) yang sudah mempersiapkan kepalan tangannya.
Tapi bukannya mendapatkan respon, yang ia dapatkan adalah sikap tak acuh dari kakaknya.
Hujan yang tadinya reda kini kembali turun dengan deras. (Name) menyipitkan matanya tatkala percikan air hujan mengenai wajahnya.
Sebuah gumaman keluar dari bibir pemuda bersurai abu-abu berantakan.
(Name) menoleh tatkala mendengar gumaman sang kakak yang tertutup suara hujan.
"Kakak ngomong apa?"
"Tidak ada."
"Bohong ah."
"Terserah."
(Name) menghela napas panjang dan mengalihkan pandangannya menatap rumah mereka yang semakin dekat.
Oh?
Hujannya mulai berhenti dan pandangannya kembali normal.
Namun saat itu juga kepalanya terasa sakit.
Semuanya terasa berputar. Bahkan lampu jalan rumahnya terasa berada di bawah.
"Kak."
"Apa?"
"Kalau aku pingsan tengah jalan tolong bantuin ya."
Izumi mendecak, "Kau kan tinggal melangkah beberapa kali dan membuka pintunya, chou uzai!"
Tidak lagi mendengar perkataan Izumi, (Name) menghentikan langkahnya.
Danโ
Bruk!
Payung yang tadinya tergenggam ia lepas. Pemuda itu menahan tubuh sang adik yang telah kehilangan kesadaran.
Irisnya menatap langit. Beruntung hujan tak lagi membasahi bumi.
Gendongan erat diberikan, Izumi merengkuh tubuh yang tampak akan hancur jika disentuh kasar sedikit saja.
"Rumahmu sudah ada di depanmu, tidak bisa ya ditahan sebentar saja?" ucapnya menghela napas. Tampak sedikit nada khawatir di dalam kalimat yang baru ia lontarkan pada adiknya.
Pintu rumah terbuka.
"Kami pulang."
Ibu mereka datang dengan celemek yang masih terpasang.
Rautnya yang bahagia menyambut kedua anaknya yang telah pulang kini berganti dengan raut panik.
"(Name)?!"
Sebuah isyarat diberikan untuk tetap tenang oleh Izumi.
Ibu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya agar tetap tenang. Meski ini bukan sekali atau dua kali terjadi, melihat buah hati yang selalu saja pulang dalam keadaan buruk tetap membuat sang ibu panik.
"Aku akan membawanya ke kamar."
"... baiklah, jangan lupa turun untuk makan malam."
Pemuda itu mengangguk dan membawa (Name) ke dalam kamarnya.
Helaan napas keluar. Betapa mengerikannya kamar itu. Barang-barang yang berserakan dengan buku-buku yang berantakan di atas meja, sungguh tidak mencerminkan adik seorang Sena Izumi.
"Kau ini reog?" gumamnya heran sembari merebahkan adiknya di atas tempat tidur. Ia menyelimutinya dengan selimut tebal serta mengecek suhu tubuhnya.
Kini pemuda bersurai abu-abu berdiri termenung menatap wajah yang mirip dengannya versi perempuan.
Dengan ragu-ragu wajahnya mendekat. Sebuah kecupan singkat di kening ia berikan pada (Name).
Dan tentu saja.
Dia tidak akan melakukannya saat gadis itu sadar.
"Good night, I guess."
โขTo be continuedโข
Sekolahku makin sibuk karena udah kelas 3.
Jadi~ mungkin book ini bakal hiatus karena aku juga gapunya draft yang bisa di up buat chapter selanjutnya๐
Hiatus sampe luang banget deh pokoknya, mungkin Juni/Juli?
Hope u like this chapter!
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: AzTruyen.Top