𝟏𝟕. | 𝐓𝐚𝐤𝐞 𝐚 𝐑𝐞𝐬𝐭

"kenapa lo gak bilang bang?"

haikal diam seribu bahasa.

"jadi ini alasan kenapa wajah lo pucet hampir setiap hari"

"ji... udahlah, ini gak terlalu parah juga-"

"LO KENA LEUKEMIA DAN SUDAH STADIUM 3, TRUS LO BILANG GAK PARAH?! maaf, TAPI OTAK LO KEMANA BANG?!"

haikal memalingkan wajah nya kearah jendela. jian mengacak rambut nya frustasi. yoga dan arjuna masih terdiam menunduk, membiarkan jiandra meluapkan seluruh kekesalan mereka terhadap sang kakak. 

jujur, mereka bingung bagaimana memberitahu keadaan sang kakak ke semua saudara-saudara mereka, terlebih aerin. 

"gw mau lo resign dari kantor"

"nggak!"

jiandra menatap nyalang sang kakak. "apa maksud lo bang?"

"nggak!. gw gak akan resign dari kantor"

"tapi lo harus fokus sama pengobatan lo bang. lo udah stadium 3!" ujar yoga.

"nggak ga, gw bilang nggak ya nggak! gw gak bakal resign dari kantor! titik!"

jiandra lagi-lagi mengusap kasar wajah nya sedangkan yoga memalingkan wajah nya kesal. abang nya keras kepala sekali. pemua itu mondar-mandir di kamar rawat sang kakak memikirkan langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya. 

ruangan itu hening beberapa saat. haikal beralih menatap tangan nya yang tertancap selang infus. kepala nya masih berisik dengan kejadian dimana ia menemukan bungkusan obat terlarang itu di kamar mandi apartemennya. 

"kenapa dia ngelakuin hal itu?" ujar haikal pelan. 

arjuna menyerengit. "apa?"

haikal masih menundukkan wajah nya. menatap sendu kedua tangannya yang memucat. "bungkusan tadi. jelas-jelas yang gw temuin itu bungkusan bekas ganja jun. siapa yang pake barang begituan? dimana dia beli nya? kenapa dia beli barang begitu? kenapa?...

dia punya masalah pa sampe dia butuh pelarin kek begitu? apa masalah nya begitu besar sampe dia gak mau berbagi ke gw? masalah apa yang dia hadapin ji? apa yang gw gak tau dari dia? dia punya penderitaan yang gw sendiri gak tau. 

salah satu adek gw menderita ji, dia lagi sakit. dia kesakitan dan gw gak tau apa-apa!

gw bukan abang yang baik! gw bodoh banget! adek gw lagi menderIta sendirian dan gw gak tau itu! lu goblok kal! goblok! 

bodoh banget lo! goblok! GOBLOK!"

 yoga dengan cepat menghampiri sang kakak, mencegahnya untuk terus memukuli dirinya sendiri. yoga memeluknya erat, membiarkan punggung yang biasanya kokoh itu meluruhkan tangisnya untuk yang pertama kali. 

"gw bodoh banget gaa..., gw gak bisa jadi abang yang baik buat kalian semua... maafin gw..."

yoga menggeleng kuat. tanpa sadar, tangis nya pun ikut luruh. melihat kakaknya yang biasanya selalu kuat dan penuh senyuman menangis pilu seperti ini telah menghancurkan hatinya. 

arjuna terisak. "enggak bang. lo gak begitu...."

haikal masih terisak. "tapi gw gagal jun.... gw gagal ngejaga kalian..."

"lo gak gagal bang, lo berhasil. lo berasil bikin kita semua tumbuh sampe sebesar ini." ujar jiandra.

"lo tau gak sih bang, lo itu panutan bagi kita semua." 

kata-kata yoga membuat haikal mengangkat wajah nya yang penuh dengan air mata. haikal menatap yoga dengan mata yang masih berkaca-kaca dan sedikit terisak. mata nya menatap yoga lekat-lekat, meminta penjelasan dari ucapannya barusan. 

"lo tuh panutannya kita bang. dulu lo koar-koar mau jadi produser musik yang punya studio rekaman sendiri.punya album dan hak cipta dimana-mana. tapi lo harus ngubur cita-cita ehbat lo dan kerja kantoran buat ngehidupin kita semua.

disaat kita nangis-nangis waktu kecil karena buna sama ayah bertengkar, lo dengan enteng nya senyum lebar dan nenangin kita dengan ngajak main di pantai. lo selalu setia dengerin sambatan kita waktu kita ada masalah. lo selalu berusaha ngasih yang terbaik buat kita.

lo tuh kuat bang, lo hebat. kita gak tau gimana kita jadi nya kalo gak ada lo. terimakasih banyak bang, udah jadi abang yang hebat buat kita..."

yoga mengakhiri rangkaian kata-katanya dengan sebuah senyuman. netra haikal melebar mendengar penuturan sang adik. tapi tak disangka, anak sulung adinata itu mala menetes kan air mata nya kian deras, membuat kembar tiga wahyu itu panik. 

  "g-gw gak tau kalo kalian nganggep gw begitu...., gw cuma gak mau kalian kenapa-napa...., gw gak mau kalian kesusahan, cukup gw aja... jangan kalian..."

"justru itu yang bikin kita kecewa sama lo bang. lo suruh kita cerita ke lo tentang masalah kita, tapi lo gak mau berbagi masalah lo sama kita. gak adil dong bang!" ujar arjuna. 

"lagian, kita semua udah besar, udah remaja. bakan aerin aja mau masuk SMA tahun depan. lo bisa berbag8i ke kita semua bang..., gak guna lo punya saudara jumlah selusin kalo gak bagi-bagi" ujar jiandra. 

arjuna menengok jian. "hah? aerin mau masuk SMA? bukannya masih lama?"

"dia udah kelas 3 SMP jun" ucap yoga.

"IH! KOK CEPET BANGET! JANGAN LAHHHH!"

"tapi kalo diliat-liat, tinggi nya gak kek anak SMA dah..." ujar jiandra 

yoga tertawa. "hahaha, iya, masih mungil begitu. gemes."

"adek gw emang mungil"

jiandra menggeplak kepala arjuna. "adek kita bego!"

jiandra kemudian mendudukkan dirinya kasar ke sofa. pemuda itu menatap sang kakak yang masih mengobrol engan yoga dan arjuna intens sebelum akhirnya mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. 

"halo man, gw ijin gak kerja dulu ya beberapa hari ini-"

"abang gw sakit-"

"abang gw yang mana? abang gw cuma satu, adek gw yang selusin-"

yoga dan arjuna menatap jiandra penuh tanya. "ntar surat izinnya menyusul ya. oh iya, sama satu lagi man-"

"bang haikal resign dari kantor ya"

perkataan terakhir jiandra sontak membuat haikal melotot tak percaya. barusaja ia ingin protes tapi mulut nya sudah dibungkam oleh arjuna, seolah pemuda itu sudah tau maksud dari saudara nya itu. haikal tak tinggal diam, ia memberontak dari genggaman arjuna, tapi yoga malah ikut menahan kedua tangannya. 

haikal jadi seperti korban penculikkan. 

jiandra mengakhiri telepon nya dengan mengatkan surat resign sang kakak yang akan segera ia buat. arjuna dan yoga pun melepaskan dekapan mereka dari snag kakak, dan saat itu pula haikal langsung protes sebesar-besarnya.

"lo apa-apaan ji?!"

jiandra meletakkan ponselnya "lo harus fokus sama pengobatan lo bang"

"tapi gak sampe resign juga! gw kan bisa ambil cuti!"

"cuti lo terbatas bang, maksimal seminggu. lo harus melewati beberapa kemoterami dan perawatan sebelum operasi seperti yang dikatakan dokter tadi. kemungkinan semua itu makan waktu seminggu. itu belum termasuk operasi transplantasi lo bang. 

sekarang gw mohon, lo nurut sama gw. istirahat penuh, sampe gw apet pendonor buat lo. urusan lainnya, serahin sama kita. lo udah berbuat banyak buat kita bang. ini saat nya kota bales budi."

Arjuna terdiam sesaat, "ji, kalo leukemia begini tuh, butuh donor apa?"

yoga berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan saudara nya itu. "kalau setau gw sih, sumsum tulang belakang ya..., karena, leukemia kan istilah medis nya dari kanker pembuluh darah."

"lah, terus pendonor nya nanti gmn kalo sumsum nya di donorin?"

"ya tumbuh lagi lah jun..., tapi butuh waktu yang lumayan, dan selama itu juga pendonor nya juga harus istirahat total. seenggak nya sampai sumsum tulang nya puli sambil rawat jalan"

arjuna mengangguk-angguk mendengar penjelasan yoga. pemuda itu terdiam cukup lama, membiarkan ketiga saudara nya yang lain mengobrol sementara ia sibuk dengan keramaian yang ada di kepala nya. 

sementar itu, haikal, jiandra dan yoga kembali mengusut soal plastik bekas ganja yang ada di kamar mandi apartemen sang kakak. jujur, mereka bertiga masi tidak percaya atas apa yang terjadi pagi ini. dipikiran mereka terisi berbagai pertanyaan.

"siapa kira-kira yang pake...?" gumam haikal.

"kalau bukan haris ama joshua..., terus siapa....?" gumam jiandra.

"seharusnya lo gak nuduh mereka kek tadi ji... . mereka emang berandal tapi mereka gak mungkin pegang barang-barang begitu..." ujar yoga. ia tidak setuju dengan perilaku jiandra yang menuduh duo laksana tanpa bukti. mengingat itu, pemuda itu juga memikirkan kemana kedua anak itu pergi di hari libur seperti ini.

jiandra hanya diam mendengar perkataan yoga. jujur, ia juga merasa bersalah atas kata-katanya tadi. apalagi saat ia menatap joshua dan haris secara bergantian, ia melihat buliran bening yang tertahan di pelupuk mata mereka. 

saat itu lah hati jiandra yang tadi nya terbakar amarah seketika padam dan hujam beribu rasa bersalah. namun ia tak sempat mengatakan itu karena duo laksana sudah keluar meninggalkan apartemen haikal entah kemana. 

ia mengusap rambut nya kasar. helaan nafas berat pun keluar dari mulut nya. 

Arjuna sedari tadi diam, tapi bukan berarti ia tak peduli. Nyata nya, kepala nya penuh dengan berbagai spekulasi dan dugaan-dugaan yang ada.

Ia lebih memilih untuk meneliti di dalam kepalanya dari pada mendiskusikan nya pada orang-orang. Itu akan membocorkan petunjuk yang punya.

Sebenarnya Arjuna ini jenius, dia hanya malas saja.

Setelah berpikir cukup lama kedua alis nya naik begitu menemukan sebuah clue untuk kasus ini. "Apa jangan-jangan dirga sakit juga ya...., Beberapa hari ini dia juga pucet..."

Yoga mengangkat wajah nya. "Ha? Yang bener?"

Arjuna mengangguk cepat.

"Iya juga, kemaren waktu dia balik habis beli buku juga gw lihat wajah nya agak pucet" ujar jian.

"Iya..., Nanti gw tanyain dia, jangan ada rahasia lagi diantara kita..." Yoga meraih ponsel nya, hendak melakukan panggilan namun arjuna segera menghentikan nya.

"jangan telpon dirga dulu!"

Yoga mendongak, menatap wajah serius arjuna. "Kenapa?". Arjuna tak menjawab.
Pemuda itu malah bergumam pelan, iris mata nya bergerak kesana kemari, kening nya berkerut seolah tengah berpikir keras.

Jiandra memanggil saudara nya itu beberapa kali, namun tetap tak dijawab. Haikal pun menyuruh mereka untuk tetap tenang, membiarkan arjuna berpikir dengan otak jenius nya.

"Semalem, waktu dia beli buku tulis..., Dia bawa tas kan??"

Yoga menyerengit "Iya"

"Tas punggung gitu kan?"

"Iya" yoga kembali menjawab.

"Lumayan gede juga kan tas nya??"

Jiandra mendecak. "iya, sumpah jun, gw g paham lo lagi ngomong ap-"

"Trus knp dia nenteng plastik belanjaan nya?"

Jiandra bungkam. Dia berpikir sejenak kemudian iris nya melebar begitu mengerti jalan pikiran Arjuna.

"Waktu dia berangkat, gw lihat tas nya tipis kek gk ada isi nya. Tapi waktu dia balik..., Gw lihat tas nya agak sedikit ngembang. Kek ada sesuatu yang gede di dalem sana...."

"Bukannya dimasukin ke tas, tapi dia malah nenteng belanjaan nya. Berarti, di dalem tas nya emang ada sesuatu."

Mereka semua terdiam mendengar penuturan arjuna selayaknya detektif handal. Antara menelaah dan kagum dengan kecerdasaan pemuda itu.

Sementara mereka semua masih terdiam, arjuna memegang dagu nya. Mulut nya juga mengerucut lucu menandakan ia sedang berpikir keras.

"Mending kita balik sekarang aja, gw belum punya cukup bukti buat nentuin tersangka nya" putus arjuna.

"Gw ikut"

"Ngadi-ngadi lo bang, barusan lo di suruh istirahat malah mau ikut balik. Kagak ada, lo tetep disini, gw hubungin mahesa ama jendral buat nemenin lo" ujar yoga sembari mengeluarkan ponsel nya.

"Tapi ga-"

"Lo gak percaya sama kita bang?"

Haikal terdiam.

"Udah cukup semua yang lo lakuin buat kita bang. Sekarang waktu nya lo istirahat,Biar kita yang selesain Masalah ini" ujar jiandra.

Haikal tak dapat berkata-kata. Ketiga adik kembar nya tak pernah seserius ini sebelumnya. Trio wahyu yang ia kenal itu penuh dengan kericuhan, tawa dan tidak pernah serius dalam segala hal.

Dan seperti nya, kejadian hari ini telah membangkitkan sisi lain dari dalam diri mereka.

Haikal menatap selang infus yang tertancap di tangannya. Ia menghela nafas dan mengusap wajah nya kasar.

"Jangan keras-keras sama mereka. Gw yakin pasti mereka punya alesan kenapa mereka lakuin ini. Dan lo ji-"

Haikal menatap jiandra lekat-lekat. "Cari duo laksana sampe ketemu. Jangan berani lo muncul di depan gw sebelum lo minta maaf sama mereka"

Jiandra tersenyum. "Gw pasti cari mereka bang, mereka juga adek gw..."

Haikal tersenyum.

"Jangan main tangan juga!"

"Wakh klo itu gk janji gw bang..." Ucap jiandra sambil tersenyum. Haikal pun memukulkan bantal ke arah pemuda itu sebagai bentuk kekesalan nya.

Yoga hanya tertawa, sedangkan arjuna ikut memukul jiandra menggunakan bantal sofa.












"Kita balik ya, cepet sembuh ya bang"

━━━━━━ ◦ ❖ ◦ ━━━━━━

1899 kata

Jangan lupa vote dan komen yaww

TEU-BAAA!!!






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top