𒀭࣪⋆ 03𒀭࣪⋆
"Baiklah untuk hari ini kita sudahi dulu. Karena salju juga mulai turun dengan cukup banyak. Ingat kita masih memiliki 1 pertemuan terakhir sebelum liburan musim dingin. Silahkan kalian pulang, dan jangan lupa untuk berhati-hati ya" final Ichika kepada kelompoknya.
Dapat kita lihat, banyak orang tua yang sudah menunggu anaknya keluar. Dengan begini para guru tenang karena anak-anak bisa langsung pulang dan melanjutkan aktivitasnya yang lain.
。・ 。・ 。
Langit sudah menguning, tanda sore hari telah tiba. Taman kanak-kanak sangat sepi karena cukup tersisa Sankishi yang masih menulis tanggapan serta kesan dan pesan mereka selama 2 hari ini. Juga tersisa beberapa staff yang memang bertugas untuk menjaga dan membersihkan taman kanak-kanak itu. Mereka kira hanya mereka yang tersisa di taman kanak-kanak itu namun, mereka salah. Ada sesosok anak kecil yang duduk dibawah pohon didepan pagar. Rasa penasaran mereka muncul, dan mendorong mereka untuk melihat siapakah sesosok itu.
"Selamat sore, apakah kamu tersesat? " tanya Mikami dengan maksud baik setelah menyamakan tingginya.
Alih-alih menjawab, gadis kecil itu bergerak seperti menjauh. Sepertinya dia takut diculik. Tak lama kemudian, Makoto dan Ichika menghampiri Mikami yang masih mencoba berbicara pada anak kecil itu meskipun dibalas dengan gerakan yang sama. Lelah mencoba, Mikami berdiri dan memasang raut kebingungan.
"Bagaimana?" tanya Makoto.
Gelengan pelan didapati kedua member idol legendaris itu. Ichika sendiri merasa tidak asing dengan sang anak, mencoba berlutut guna menyamakan tingginya dengan lawan bicara sekaligus memperhatikan dengan lebih detail sang gadis kecil itu.
"[Name]?" Ichika menerka memanggilnya.
Alangkah terkejutnya Sankishi, ketika gadis itu menoleh yang tanpa disengaja melakukan eye contact dengan sang leader Sankishi.
"Saotome-san..... " ucapnya pelan.
Sekilas terdengar helaan nafas lega, bahagia karena yang mendatanginya bukan orang yang berniat jahat.
"Kenapa belum pulang? " tanya Ichika sembari mengelus pelan pundak [name].
Kembali, gelengan pelan dia jadikan jawaban dari pertanyaan sang pengajar. Melihat hal itu, Mikami menepuk pelan pundak Ichika seakan memberi kode. Paham akan hal itu, Ichika kembali meneliti raut wajah gadis kecil di depannya yang terlihat tidak bisa di definisikan.
"Bagaimana kalau bareng? Nanti diantar sampai ke rumah. Ma—" dan terjadi lagi, ucapan Ichika terpotong oleh teriakan dari sudut jalan.
"[Name]!!!! MAAF TELATTT!!!" seorang wanita cukup muda berteriak sembari berlari ke arah [name] yang sedang menunggu dan dikerumuni oleh 3 orang dewasa.
Itu kalau orang gak tau ngira mau diculik kayaknya.
"Bea.... " ucap pelan [name] dengan sumringah yang mulai terpancar.
"Wali kamu?" tanya Makoto yang sudah duduk disamping lain [name].
Anggukan kembali menjadi jawaban singkat dari sang gadis.
Wanita tadi kini sampai didepan [name] dan Sankishi, mengatur nafasnya yang masih terputus putus. Senang melihat sang kakak telah datang, [name] dengan semangat turun dan bermaksud untuk mengajak kakaknya pulang. Namun sayang sekali sahabat [name] terjatuh dan tak bisa bangkit lagi. Beruntung sekali Ichika dengan cepat tanggap menangkap dan memeluk [name] agar tidak terjatuh dan [name] yang ketakutan juga sedikit meremas baju yang digunakan oleh Ichika sehingga sedikit kusut.
"[Name]! Ah maafkan saya karena terlambat menjemputnya" ucap wanita tadi sembari membungkukkan badannya.
"Tidak apa, tapi kenapa bisa sampai seperti ini?" tanya Mikami.
"Ah iya, tadi saya ada rapat dadakan BEM jadi mau tidak mau harus ikut. Saya Beatrix, kakak dari [name]" ucap Beatrix memperkenalkan dirinya.
"Baiknya [name] dititipkan kalau ada kejadian seperti ini lagi. Kasian dia, selama menunggu sepertinya ketakutan" celetuk Makoto sembari berdiri.
Sementara kakaknya sedang mengobrol— ga juga sih agak dinasehati oleh Makoto dan Mikami, [name] sendiri masih dalam gendongan Ichika. Dimana sang adam memperlakukan sang hawa dengan sangat lemah lembut seolah sang hawa adalah porselen yang rapuh dan mudah pecah. Usapan demi usapan diberikan oleh Ichika kepada gadis kecilnya guna mengurangi rasa takut yang terpatri cukup jelas di wajah [name].
"Kenapa dari tadi pagi suka terjatuh?" iseng, Ichika bertanya tentang apa yang ada di benaknya sejak pagi ini.
Dimana pagi tadi dirinya sempat melihat [name] yang tiba-tiba terjatuh dan tidak bisa mengendalikan gerakan tubuhnya. Juga dengan kesulitannya dalam berbicara sehingga [name] lebih memilih menjawab dengan bahasa tubuh, itupun dia menggunakan yang sederhana.
"Ata.... sia... " gunam pelan [name] yang masih terlihat kesulitan berbicara.
"Atasia?" ulang Ichika.
"Kalau begitu terimakasih banyak, saya sangat amat berterimakasih. Dan mohon maaf sekali saya lalai" final Beatrix hingga akhirnya mendekati Ichika dan mengajak [name] untuk pulang.
"Hati-hati ya" ucap Makoto setelah melihat mereka mulai berjalan menjauh.
Lambaian tangan pelan Di lambaikan [name] untuk ketiga idol legend kita, disertai dengan senyum yang cukup tipis dan kemudian mereka menghilang di sudut jalan.
"Chika pasti seneng, dapat kabar gembira dia bakal punya keponakan baru" usil, sang leader kembali usil
"Hah? " si korban malah lola
。・ 。・ 。
Kini, Sankishi sudah kembali ke rumah mereka masing-masing setelah mengerjakan beberapa pemotretan dan rekaman. Malam cukup dingin ditambah salju mulai turun dengan lebat. Pasti nikmat kalau makan mi rebus pake telur setengah matang minumnya teh anget. Atau mungkin juga beberapa orang akan menggunakan waktu dingin ini untuk tidur. Namun, tidak untuk sang anak di kediaman Saotome.
Ichika masih memikirkan kata-kata [name] tadi sore, karena penasaran dia pun mencoba bertanya kepada sang adik, Saotome Chikage. Namun sayangnya Chikage terlihat berkutat dengan sejumlah kertas, sepertinya lembar lirik lagu yang baru. Bahkan ketika Ichika sudah memasuki kamar sang adik, si pemilik masih tetap tidak menotis kakaknya.
Puk...
"Tidak baik terlalu memaksakan diri demi pekerjaan"
"Huh? Ah! Ichi-nii ! Kenapa belum tidur? "
Terkejut, Chikage terkejut karena sang kakak yang dia kira sudah beristirahat ternyata masih terbangun. Bahkan memberikan secangkir susu hangat untuknya.
"Lihat, pekerjaanmu mulai berantakan" ucap Ichika setelah menaruh susu hangat pada meja yang tersedia.
Membungkuk dan mengambil beberapa lembar yang terjatuh dan membacanya sekilas. Dapat dilihat juga, kantung mata milik sang adik mulai menebal dan surainya mulai berantakan.
'Ata.... sia...' Ichika teringat perkataan salah seorang anak didalam kelompoknya.
"Ataxia?" tanya Ichika ketika membaca lembar yang terjatuh tadi.
"Ah iya... Aku sedang meneliti dan menganalisa penyakit otak. Sebagai pengetahuan umum" jelas Chikage sembari menunjukkan beberapa lembar lainnya.
"Atasia juga mungkin berarti ataxia?" tanpa sadar Ichika bergunam
"Iya, penderita ataxia memiliki kesulitan dalam gerakan tubuh. Seperti berbicara, berjalan, gerakan mata, menelan, dan gerakan sadar lainnya. Sangat berbahaya" jelas Chikage dilanjutkan menunjukkan data mengenai penyakit yang mereka bicarakan.
"Anak kecil bisa terkena ataxia?" kembali, Ichika bertanya sekaligus memastikan kondisi [name].
"Bisa, sayangnya malah jika anak kecil yang terkena mengakibatkan dampak yang lebih berbahaya" jelas Chikage sembari meminum susu hangatnya.
"Boleh aku pinjam lembaran tentang ataxia ini? Aku ingin memastikan suatu hal" pinta Ichika.
Sebagai adik, meski bingung namun Chikage mengangguk dan mencari kembali lembaran yang sudah dia pisahkan sesuai dengan kawanannya. Cukup banyak lembaran yang dia kumpulkan dan beri kepada Ichika, dia satukan dan dimasukkannya kedalam binder untuk memudahkan sang kakak membawanya. Anggukan rasa terimakasih diterima Chikage, kemudian Ichika pamit undur diri guna membaca data yang diberikan adiknya dengan seksama.
Malam itu, benak Ichika dipenuhi oleh gadis kecil yang baru dia temui hari itu. Sayangnya alam tidak bekerja sama, badai salju turun begitu lebat. Diantara para anak kecil yang seharusnya sudah tertidur, terdapat seorang anak yang masih terbangun. Menatapi badai yang turun begitu cepat.
"[Name]? Kenapa belum tidur?" Beatrix melihat sang adik yang masih terjaga dan sepertinya melamun.
"Bea... " [Name] mencoba berkata sesuatu tapi sepertinya sulit. Kasian makanya di sekolah jarang ngobrol karena emang susah:(
"Besok... "
"Iya, kamu pasti bisa. Jangan menyerah ya" ucap Beatrix memeluk adik tercintanya mengalirkan afeksi hangat dan menyalurkan kasih sayang.
TuBerCulosis
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top