𝓇𝒶𝓈𝓅𝒷𝑒𝓇𝓇𝓎 𝒹𝓇𝑒𝒶𝓂 𝒸𝒶𝓀𝑒 ✓
[Full Name] menyukai seseorang.
Seseorang yang telah menolongnya ketika penerimaan mahasiswa baru, tepatnya ketika setiap siswa melangkahkan kaki menuju gedung barat yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya siswa baru juga anak-anak tahun kedua dan ketiga. Saat itu, [Name] begitu terburu-buru membuatnya tersandung kakinya sendiri.
Baju barunya yang sudah dicuci dan disetrika jauh-jauh hari menjadi kotor dan berdebu, membuatnya menepuk-nepuk pakaian yang ia gunakan seraya menangis. Padahal ia ingin menjadikan hari pertamanya masuk ke SMA Karasuno begitu berharga, namun awal-awal saja sudah menjadi seperti ini bagaimana dia tidak sedih. Rencananya benar-benar hancur seketika.
"Eh, ada apa? Kenapa kau menangis?" Terdengar suara halus seorang lelaki, secara spontan [Name] pun mendongak dan mendapati lelaki bermahkota kelabu menatapnya khawatir. "Upacara sudah mau dimulai, loh. Ayo masuk," ajaknya.
"T-Tapi...bajuku kotor..." [Name] mengeluh, menunduk dan menatap jas hitamnya yang berdebu, begitupula dengan rok abu-abu yang dikenakannya. Tampak sang lelaki tersenyum tipis, mengeluarkan sapu tangannya lalu mengusap air mata yang mengalir di pipi dengan jemarinya. Sapu tangan yang baru saja ia keluarkan pun digunakan untuk membersihkan jas hitam yang dikenakan, lalu memberikannya pada sang gadis-untuk membersihkan bagian rok.
"Bersihkan pakai ini ya, tapi kau harus cepat oke?"
Ia berujar seraya menyunggingkan senyuman tipis untuk kedua kalinya, membuat [Name] sempat terpaku dengan genggaman sapu tangan kotak-kotak hitam-abu-abu. Entah kelas berapa lelaki itu, namun dia terlihat begitu dewasa juga...tampan.
Tangan sang lelaki menepuk puncak kepala [Name], lalu mendahuluinya masuk ke dalam gedung terlebih dahulu. Debaran jantung milik gadis itu tiba-tiba meningkat diiringi semburat merah di pipi. Baru kali ini dia diperlakukan oleh seorang lelaki begitu manis. Napasnya tertahan sejenak, menggenggam sapu tangan milik lelaki tersebut begitu erat.
Oh, aku ingin tahu siapa dirimu.
.
.
Raspberry Dream Cake
Sugawara Koushi x Reader
Didedikasikan untuk Suga-san yang ulang tahun tanggal 13 Juni 2020
.
.
Seiring berjalannya waktu, [Name] mengetahui siapa yang menolongnya, menenangkannya ketika upacara penerimaan siswa. Anak tahun ketiga, sekaligus kakak kelasnya, Sugawara Koushi. Ia awalnya tak menyangka jika lelaki yang menolognya adalah kakak kelas karena dia pikir, kakak kelas mana yang sebegitu peduli dengan adik kelas yang ceroboh karena tersandung kakinya sendiri dan bajunya menjadi kotor? Tetapi Sugawara Koushi adalah bukti nyata dari semua itu.
Anak kelas 3 -4 yang merupakan anggota klub voli laki-laki di sekolahnya, memiliki sifat yang begitu menenangkan. Sebagai wakil ketua klub, ia bagaikan sosok ibu disana. Banyak hal diketahui [Name] dari teman sekelasnya-Amakusa Mine, gadis bermahkota mocha dengan manik sebiru lautan yang begitu ceria dan lugu. Dia juga yang menolong [Name] ketika sadar bahwa lututnya lecet karena terjatuh.
Mine begitu dekat dengan anak-anak klub voli laki-laki karena sepupu dan sahabat sang sepupu berada di klub yang sama. Dengar-dengar mereka bertiga memang sudah begitu dekat dari kecil dan ketika SMA mereka kembali bersekolah di tempat yang sama. Gadis itu selalu menyemangati [Name] untuk mendekati Sugawara, namun [Name] adalah gadis yang kikuk dan pemalu. Ia tak memiliki keberanian untuk dekat dengan kakak kelasnya itu. Meski Sugawara adalah orang yang baik dan tidak mungkin melakukan hal aneh-aneh, tetap saja [Name] takut.
"[Name]-chan bisa masak?" Mine bertanya seraya menyandarkan punggungnya ke dinding dengan satu tangan diletakkan di atas meja [Name], sementara satu tangannya diletakkan di atas meja yang tengah ditempatinya. Gadis itu terlihat lelah karena baru saja dari kanting-merebut roti isi keju favoritnya-mungkin.
"B-Bisa," jawabnya. "Ada apa, Mine-san?"
"Bagaimana kalau kau buatkan makanan untuk Suga-senpai?"
"Eh? M-Memangnya dia bakalan nerima?"
"Coba dulu dong. Suga-senpai juga tidak mungkin menolak, sih. Tapi coba aja!"
Terdapat keraguan di benak [Name]. Ia hanya tak tahu makanan apa yang disukai kakak kelasnya itu. Kalau dia membuat makanan dan ternyata ditolak karena bukan makanan kesukaannya atau karena tidak enak bagaimana? Dia harus apa?
Tangannya diletakkan ke kepala, memikirkannya saja sudah membuat [Name] pusing. Mine yang melihat itupun tersentak, menyodorkan roti keju yang baru saja digigitnya pada sang gadis. "Mau?" tawarnya.
[Name] menatap roti isi keju yang dipegang lawan bicaranya. Ia menatap roti, lalu beralih pada Mine, lalu beralih pada roti, lalu kembali pada gadis di hadapannya. Mine mengernyit, menyuap kembali roti miliknya karena tidak mendapat respon yang pasti. [Name] pun menepuk kedua telapak tangannya tiba-tiba, membuat Mine tersentak.
"Mine-san, aku tahu aku harus membuat apa!"
****
Sebenarnya [Name] mulai ragu kembali dengan kue yang dibuatnya dalam coba-coba. Satu malam ia melakukan percobaan untuk membuat kue ini dan dalam percobaan ketiga, raspberry dream cake pun jadi. Ia tak tahu bagaimana rasanya, memilih untuk memotong kue berbentuk bundar menjadi enam bagian dan memberikannya pada Mine (karena dia telah berjasa membantunya memikirkan cara untuk melakukan pendekatan) juga pada sasaran utama, Sugawara Koushi.
Dua kotak transparan berisi potongan kue ia masukkan ke dalam tas jinjing berukuran sedang, lalu meletakkannya di loker meja. [Name] pun duduk dibangkunya, senantiasa menunggu Amakusa Mine yang kemungkinan sebentar lagi akan datang. Sesekali kepalanya menoleh dan di saat itu juga, di luar jendela, Sugawara tengah berjalan bersama teman-temannya di selasar dengan tas biru disampirkan ke bahu dan tertawa kecil. Lagi-lagi senyuman itu membuat jantung [Name] berisik.
Jujur, jika tidak ada Mine, [Name] benar-benar tidak bisa mendekati Sugawara. Meski sekarang mereka tidak terlalu dekat, namun sesekali mereka bisa berinteraksi berkat gadis itu. Ia harus berterima kasih pada Mine, juga hanya dia satu-satunya teman yang [Name] miliki. Ia pun merasa tak begitu menyedihkan, mengingat Mine adalah perempuan yang mudah bergaul dengan semua orang dan bisa kapan saja ia ditinggalkan-namun [Name] tetap mau menjadi teman gadis itu apapun yang terjadi.
"Selamat pagi, [Name]-chan!~"
Suara tersebut masuk ke indera pendengarannya, membuat [Name] merasa bahagia dan segera mengeluarkan satu kotak berisi sepotong raspberry dream cake buatannya. Ketika Mine menghampiri meja [Name], ia terkejut karena mendapati kotak berisi kue tersebut-membuatnya ngiler. Kalau soal makanan sih, Mine tidak mungkin menolak.
"Eh, apa itu? Untukku ya?" tanyanya, yang dijawab anggukkan oleh [Name].
"Kalau sudah dimakan tolong beri komentar ya!"
"Oh~" Mine mengambil kotak tersebut seraya mengangguk-angguk. "Untuk Suga-senpai ada 'kan?"
Mendengar nama lelaki itu membuat [Name] malu. "A-Ada, kok."
"Okei! Karena hari ini mereka latihan, aku akan menemanimu!"
"T-Tapi-!" [Name] memegang tangan Mine ketika langkah gadis tersebut hendak menjauh. "A-Aku malu..."
"Apa yang mau kau malukan? Suga-senpai itu baik 100%, serius!" Ia lalu melihat kotak yang dipegangnya. "Kelihatannya enak. Tenang saja, [Name]-chan! Aku yakin Suga-senpai menyukai ini."
"Woah, Mine! Apa yang di tanganmu?!" tanya seorang lelaki bermahkota oranye dengan kedua mata berbinar, Hinata Shoyo.
"Kue dong~ Sho-chan gak kebagian tapi."
"Kalau gitu aku mau ambil punyamu saja!"
"Heh, tidak boleh! Ini jatahku!"
Seperti biasa, kedua makhluk berisik di kelas 1-1 melakukan ritual mereka setiap pagi, beradu mulut. Memang tidak sampai memicu perkelahian, tapi tetap saja kedua manusia ini memiliki suara melebihi kapasitas manusia normal. Lama-kelamaan pun mereka bisa maklum, termasuk [Name]. Toh, tidak ada Amakusa Mine dan Hinata Shoyo pun kelas menjadi sepi.
[Name] menatap satu kotak lagi yang masih terbungkus kain. Lagi-lagi jantungnya berdegup kencang, memikirkan bagaimana reaksi kakak kelasnya ketika diberikan kue buatannya atau apa yang akan terjadi jika ia memberikan kue ini di hadapan orang-orang. Spontan menggeleng kuat, lalu menarik napas dan mengeluarkannya perlahan. Sungguh, ia benar-benar tidak siap dengan ini!
****
"Kalau mau memberikannya ke Suga-senpai, lakukan ketika mereka sudah selesai latihan. Nanti kau ikut aku saja oke?" Mine berujar seraya mengacungkan ibu jarinya.
"T-Tapi, Mine-san...aku takut."
Sang gadis bermarga Amakusa itu meletakkan kedua tangannya di bahu [Name], menatap lawan bicaranya begitu serius. "[Name]-chan, kalau kau takut terus nanti kau akan menyesal!" serunya. "Sungguh, Suga-senpai itu baik. Aku juga sudah mengomentari kuemu dan aku benar-benar yakin dia akan suka dengan kue buatanmu!"
Iya, [Name] harus yakin akan hal itu. Ia sudah diberi begitu banyak motivasi dari Mine, meyakinkannya untuk melakukan pendekatan yang lebih jauh pada Sugawara. Tangannya yang menggenggam kotak berlapis kain merah muda didekap, menarik napas perlahan lalu membuangnya. Ia menatap gadis di hadapannya dengan tatapan yakin diiringi anggukkan, membuat Mine ikut tersenyum lebar-menampilkan deretan giginya dan mengacungkan ibu jari.
"Kalau begitu, ayo kita masuk!"
Memang, tadinya mereka begitu semangat. Namun ketika baru saja melangkahkan kaki menaikki tangga lapangan indoor, nyali [Name] sudah menciut membuatnya mundur beberapa langkah dan menggeleng kuat.
"T-Tidak, aku tidak bisa, Mine-san!" keluhnya.
Mine yang melihat sang gadis melangkah mundur menjauhi dirinya, menoleh dengan senyuman tipis dan perempatan di dahi. Ia tak mengeluarkan sumpah serapah, namun senyumnya itu begitu menyeramkan membuat [Name] bergidik ngeri. Pada akhirnya, [Name] pun mengalah...
Kini ia digendong oleh Mine dengan gaya bridal, membuat [Name] memerah karena malu sekaligus tak mampu berkata-kata karena diperlakukan seperti ini.
"M-Mine-san, t-turunkan aku!" pintanya ketika mereka masuk ke lapangan indoor.
"Gak mau ah, nanti [Name]-chan lari lagi," Mine menggerutu seraya menjulurkan lidahnya, lalu mencari sosok kakak kelas yang disukai [Name]. "Ah, itu dia!"
Kebetulan latihan mereka baru saja selesai dan mereka mulai melakukan latihan bebas. Seisi lapangan juga tahu tingkah random gadis itu, ketika melihat Mine menggendong [Name] (yang begitu enteng nampaknya) mereka hanya bisa sweatdrop.
"Suga-senpai!" Mine memanggil, membuat [Name] tersentak.
"M-Mine-san!"
"Suga-senpai, ada yang mau ketemu loh~"
Sugawara yang mendengar dirinya terpanggil pun menoleh, melihat seorang gadis dengan kuncir dua dan satunya lagi...digendong, membuatnya tersenyum tipis. "Ah, Amakusa-san, [Last Name]-san." Ia berujar, membuat langkah Mine bergerak menghampiri kakak kelasnya dan tentu dengan [Name] yang berada digendongannya. Sang gadis menurunkan [Name] ketika berada di hadapan Sugawara, lalu membungkuk cepat dan memberi gestur untuk mempersilakan gadis itu meluangkan waktunya pada sang kakak kelas.
"Silakan," ujarnya, lalu melangkah mundur menjauhi keduanya. [Name] menoleh pada Mine yang menjauh dengan acungan ibu jari, lalu kembali pada lelaki di hadapannya dengan kikuk. Lelaki bermahkota kelabu itu memiringkan kepala kala mendapati sebuah kotak yang berada di tangan [Name].
"Ada apa, [Last Name]-san? Sepertinya ada sesuatu yang ingin kau bicarakan."
"B-Bisakah kita berbicara di luar, Sugawara-senpai?"
"Oh, oke."
Kini keduanya melangkah keluar lapangan, meski di dalam mereka sudah jadi bahan perbincangan anggota voli.
Ketika mereka sudah berada di luar, [Name] terdiam dengan debaran jantung yang begitu berisik. Bibirnya dikulum, mendekap kotak yang dipegangnya begitu erat. Ia benar-benar tak berani menatap kakak kelasnya, benar-benar tidak ada keberanian. Sugawara sendiri tengah menunggu gadis itu berbicara, hingga tawa kecil lolos dari mulut sang lelaki membuat [Name] mendongak.
"[Last Name]-san lucu ya, kain kotak bekalnya warna merah muda."
Entah apa maksudnya, memuji atau menghina, namun [Name] merasa sesak hingga kesulitan bernapas saking groginya. Buru-buru ia menyodorkan kotak berbungkus kain merah muda tersebut pada sang lelaki dan menunduk, tanpa sedikitpun menoleh pada Sugawara.
"I-I-Ini untuk Sugawara-senpai. T-Tolong diterima," ujarnya, membuat Sugawara tersentak. Tangan sang lelaki pun menyambut kotak bekal tersebut, membuat [Name] membungkuk cepat dan pergi meninggalkan Sugawara.
Lelaki itu belum sempat berbicara, ingin memanggil [Name] namun sang gadis sudah begitu cepat pergi meninggalkannya. Sugawara pun membuka ikatan kain merah muda tersebut, mendapati kotak transparan berisi sepotong kue dengan krim putih dan lapisan putih-merah serta potongan raspberry disana. Sejenak terpatri senyuman tipis, lalu menutup kotak transparan kembali dengan mengikat kain merah muda.
Kalau diingat-ingat, itu sudah beberapa tahun lamanya. [Name] sudah tidak menjadi gadis yang begitu kikuk, meski rasa malu dan sifat ragu-ragunya masih ada. Tanpa sadar ia mengulas senyuman tipis, memilih kotak raspberry mana yang di dalamnya masih terlihat segar lalu memasukkannya ke dalam keranjang yang ditinting.
Usianya kini sudah dua puluh dua tahun, bekerja sebagai seorang penulis lepas yang biasanya hanya menerima pekerjaan jika diberi. Biasanya ia mendapat pekerjaan menulis artikel atau berita-berita yang sedang hangat-hangatnya. Teringat pula [Name] ketika mendapat tawaran untuk membuat berita mengenai Mine, yang memiliki nama panggung sama dengan nama depannya, tentang lelaki yang dipacari gadis itu. Ia jelas sekali tahu, Mine adalah model kelas atas yang begitu terkenal. Jadwal terbangnya sudah begitu tinggi, tidak heran orang-orang ingin tahu kehidupannya. Tetapi [Name] menolak, memutuskan untuk tidak mengambil pekerjaan itu dan menerapkan ilmu stalking yang biasa dilakukannya ketika menulis artikel. Padahal dia juga tahu siapa lelaki yang dipacarinya, tapi [Name] tidak mau mengambil pekerjaan tersebut. Tidak ada untungnya juga, malah jadinya menjatuhkan gadis itu ke hal yang tidak penting.
Lagipula [Name] benar-benar berterima kasih pada gadis itu karena sudah menolongnya selama ini untuk melakukan pendekatan dengan Sugawara. Anggap saja sebagai balas budi karena ini yang bisa dilakukannya.
"[Name], kenapa kau malah membawa keranjangmu sendiri?"
Seorang lelaki menghampirinya, membuat [Name] menoleh dan tersenyum. "Ini tidak berat kok, Koushi-kun."
Sugawara Koushi yang dulu disukai [Name], kini telah resmi menjadi kekasihnya.
Ia tak pernah membayangkan kalau kakak kelasnya itu membalas perasaannya, bahkan hampir tidak percaya dan menganggap hal ini adalah mimpi semata. Namun semuanya begitu nyata, terlebih ketika hari kelulusan, Sugawara menyatakan perasaannya pada [Name].
"Sini, biar aku saja yang bawa." Sugawara berujar seraya mengambil keranjang yang dipegang [Name]. Mau tak mau gadis itupun mengalah. Manik hazel milik sang lelaki tak sengaja melihat isi keranjang, membuatnya kembali berbicara. "Raspberry? Mau buat kue itu lagi?"
"Iya, rasanya sudah lama aku tidak membuatnya, hehe." [Name] menjawab seraya menyunggingkan senyuman lebar. "Oh, apa aku buat agak banyak ya? Katanya Mine-san datang kesini untuk melihat pertandingan Hinata," tanyanya seraya mengetukkan jari telunjuknya ke dagu, membuat Sugawara gemas dengan tangannya mencubit hidung sang gadis.
"Kau masih saja lucu seperti dulu, [Name]," ujarnya seraya tersenyum lebar, membuat [Name] merona.
"K-Koushi-kun! M-Malu tahu!"
"Kenapa harus malu? Kau 'kan pacarku!"
[Name] memanyunkan bibir, sementara Sugawara tak henti-hentinya menggoda gadis itu. Keduanya melangkah beriringan, memilih bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat kue sekaligus memasak di rumah.
Sudah beberapa tahun, namun sepotong Raspberry Dream Cake itu masih membekas diingatan dengan perpaduan rasa manis-asam, tekstur lembut kue yang hancur di dalam mulut juga krim yang saling beradu. Sugawara ingat sekali ketika ia menyicipi kue itu dan setiap kali nama kue dan rasanya terbayang, sosok gadis mungil itupun ikut tampil di kepalanya.
Fin.
Asek asek jos, happy late one day birthday abang akuh! //y
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top