Try to Dodge
Renjun menghela nafasnya berat seraya terus mengusap surai gelap malam yang lembut terawat itu. Milik Jeno, yang masih terisak seraya memeluknya dari samping. Pemuda tampan itu masih saja terisak pasca menemukannya yang singgah di perpustakaan bersama Jeongin dan juga Lami tadinya.
Lelaki manis itu mengubah pandangannya menghadap ke depan, dimana Jaemin menatapnya dengan pandangan khawatir yang sangat amat. Yang lebih manis menghela nafasnya kasar, bagaimana rencananya akan berhasil hingga akhir jika kedua sahabatnya sudah melakukan hal yang bisa di bilang berlebihan pada awal rencananya di mulai?
"Kau kemana saja tadi pagi? Aku dan Jaemin mencari mu kemana - mana! "Kedua tatapan di sana melayang ke arah lelaki dengan surai hitam yang masih saja enggan melepaskan pelukannya, kedua bahunya masih saja bergetar akibat sesenggukan yang belum usai dari sang empu.
Renjun terkekeh pelan, sebelah tangannya ia angkat untuk menarik hidung mancung milik pemuda Lee tersebut dan mengusapnya pelan setelahnya.
"Aku hanya ingin ikut bersama Sicheng ge tadi. "Jeno mendongakkan kepalanya, mengkerutkan kedua alisnya kesal hingga hidungnya mengerucut lucu. Namun lelaki tampan itu memilih untuk menjatuhkan wajahnya di ceruk yang lebih manis setelahnya.
Tak sadar jika lelaki Na yang berada di seberang mereka tengah menatap dengan pandangan jenuh. Jaemin memilih untuk menepuk telapak tangannya di atas meja dengan sedikit keras, menimbulkan sebuah dentuman yang menarik atensi penuh dari lelaki bersurai pirang di sana.
Pemuda bersurai coklat itu menatap dengan datar kedua sahabatnya yang masih berpelukan di depan hadapannya tanpa ingat jika dirinya juga ikut berada di situ, ikut bernafas bersama mereka, dan juga memilik perasaan yang sama dengan mereka.
"Hallo? Earth to Jeno? Aku juga berada di sini lho! "Sindirnya berhasil membuat Jeno menarik kepalanya dan menatap sahabat jangkungnya.
"Kami juga tau kau ada di sana. Tidak perlu marah - marah seperti itu, Na Jaemin! "Sentak si surai hitam, memprovokasi amarah Jaemin lebih dalam.
"Kalian tau aku di sini? Tetapi kalian hanya beranggapan jika dunia ini hanya milik kalian berdua! Aku juga khawatir dengan Renjun, dan ini tak adil bagiku! "Pemuda Lee di sana menatap lelaki bersurai coklat itu dengan pandangan tersinggung. Ia berdiri, menatap ke arah Jaemin yang masih duduk dengan tegap di seberangnya.
"Ini bukannya tidak adil! Kau saja yang dengki kepada ku! "Renjun menulikan pendengarannya saat mendengar kata - kata bermakna sarkas yang di keluarkan oleh Jeno.
Sadar jika pertengkaran kembali tercipta akibat dirinya, lelaki bersurai pirang itu beranjak dengan cepat. Berlari keluar dari dalam kelas kosong tersebut dengan kedua manik yang berkaca - kaca.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kau kembali meninggalkan mereka? Begitu? "tanya Jeongin dan di balas anggukan lemah dari lelaki bersurai pirang tersebut, duduk dengan kedua tangan yang menutupi keseluruhan wajah manis nan rupawan miliknya.
Jeongin menganggukkan kepalanya, sebelah lengannya ia gunakan untuk membalik lembaran - lembaran kertas usang dari buku yang berada di perpustakaan itu. Bau lembap dari buku itu membuat mata Renjun semakin memanas.
"Kau terlihat mengenaskan. Kau yakin akan baik - baik saja? "Renjun menghela nafasnya, memilih untuk membanting kepalanya di atas meja kayu tersebut.
"Kau yakin dengan meninggalkan mereka membuat keadaan baik - baik saja? "
"I don't know. "Erangan sedih dari pemuda Huang itu membuat Jeongin meringis.
"kau seharusnya tidak melakukan itu! "Renjun mengangkat kepalanya, bahunya merosot begitu saja membuat teman manisnya itu membelakkan matanya.
"kau benar - benar sedang tidak sehat, Renjun! "
Pemuda bersurai pirang itu hanya menaikkan bahunya tak peduli, memilih untuk menghela nafasnya keras - keras.
"kau kenapa sih?...- "jeda panjang yang mencekik melayang di udara saat Jeongin menimang - nimang akan mengatakan hal bagus apa dengan mulutnya.
"-...kau tidak sehat dan saran ku tadi sangatlah bagus untuk kau lakukan. "
"Saran yang mana? Kau belum memberiku satu pun saran yang dapat ku lakukan. "Sarkas pemuda Huang tersebut, membuat Jeongin merotasikan matanya malas.
"Karena kau tidak mau. Bagaimana kau bisa menuruti saran ku? "
Renjun meringis setelah mendengar sarkasme yang di keluarkan oleh pemuda manis tersebut. Ia memilih untuk kembali merenung sebelum Jeongin menatapnya dengan berbinar - binar.
"Jangan menatap ku seperti itu Yang Jeongin, kau membuatku takut. Hanya jelaskan saja secara gamblang sekarang. "Jeongin tersenyum lebar, menampakkan cacat indahnya dan mencondongkan diri ke arah yang lebih tua.
Renjun menaikkan kedua alisnya penasaran. Jeongin mendengus kesal lalu menangkup dagu miliknya dengan kedua tangan yang ia tumpu di atas buku tebal.
"itu...-"
"-...apa itu? "
"aish! Aku belum menyelesaikan kata - kata ku! Jangan menyela saat aku berbicara dong! "Renjun terkekeh saat melihat Jeongin merajuk dengan bibir bagian bawahnya yang ia majukan beberapa centi.
Jeongin menghela nafasnya sebelum kembali merubah ekspresinya menjadi serius. "aku menangkap ide bagus cemerlang yang gila di dalam pikiran ku. "jawabnya santai. Renjun membulatkan mulutnya lalu menaikkan sebelah alisnya,
"Lalu? "
"dan ini untuk solusi dari masalah mu! "Renjun menelengkan kepalanya tak mengerti membuat Jeongin menggeser sedikit duduknya.
"aku menyarankan jika... bagaimana kalau kau berkencan saja? "
"Kau sudah bodoh ya? "Pemuda bersurai coklat itu kembali mengerucut kan bibirnya lucu. Menatap ke seberang lelaki pirang yang memandangnya kesal.
"Kasar sekali sih. Kan aku hanya membantu mu. "Renjun kembali menetralisir ekspresinya sebelum bersedekap dada dan menatap Jeongin dengan serius.
"Ini ide yang gila."
"sudah ku bilang bukan jika idenya gila! Bagaimana sih? "Jeongin menepuk - nepuk pelan kepala Renjun jengkel.
Lelaki Huang itu menepis pelan tangan Jeongin, ia menggelengkan kepalanya dan kembali menatap temannya itu, "ini tidak akan berhasil. "
Jeongin menggelengkan kepalanya, jemarinya melambai dengan lentik di udara. Ia mendecak berkali - kali dengan suara yang menjengkelkan. "tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Huang Renjun. "
"Untuk hal ini pengecualian, Yang Jeongin. "Balas Renjun, meniru nada milik temannya itu dengan kedua tangan yang membentuk sebuah kutip.
"kau sudah berani mengutip kata - kata ku ya?"
"Iya, karena kau ngotot sekali dengan ide gila mu itu."
"Terserah kau saja, tetapi menurut ku ini akan berhasil. "Renjun menatap kosong ke arah buku tebal yang dipinjam oleh pemuda Yang di depannya.
"Aku melakukannya hanya untuk menghindari Jeno dan Jaemin bukan? Itu kejam sekali, lho! "
"Aku kan tak memaksa mu untuk menjalin sebuah hubungan dengan orang yang tak kau sukai. Yang ku maksud, carilah orang yang kau sukai. Sekali dayung dua pulau terlewati. Selain bisa menghindari 2J, kau juga bisa mendapatkan cinta mu "Penjelasan panjang lebar dari Yang Jeongin membuat Renjun kembali menimang - nimang.
Ia mengurut pangkal hidungnya frustasi. Jeongin dengan lembut mengulurkan tangannya dan menaruhnya di bahu Renjun dan mengusapnya pelan.
Ia sadar jika sahabatnya itu memiliki jiwa polos yang berlebihan. Tetapi jika begini caranya. Kasihan juga Jaemin dan Jeno. Ia bukan ingin mencampuri urusan hidup Renjun. Tetapi dia tahu. Harus ada yang mengalah jika tidak mau ada yang terasakiti di sini. Secara fisik maupun mental.
Dan tentu saja itu bukan Renjun. Tetapi kedua sahabat jangkungnyalah yang harus berkorban. Dan Jeongin bertaruh. Kedua J itu pasti akan menerimanya perlahan - lahan.
"sudah ya, Renjun. Jangan terlalu kau pikirkan. Kau bisa sakit jika terus memikirkan itu "Renjun melirik pemuda bersurai coklat itu.
"ya. Terimakasih. Tetapi, aku harus melakukan apa sekarang? "tanyanya. Jeongin mengusap surai pirang sahabatnya itu pelan.
"Jika kau berkenan, lakukanlah saran ku. Jika tidak, juga tak masalah. "jawabnya seraya tersenyum meneduhkan. Renjun menusuk - nusuk dimple milik Jeongin dengan gerakan lambat.
Jeongin menatap tepat ke arah manik bulat yang penuh dengan kerumitan pikiran Renjun. Ia dapat membaca apa yang sedang Renjun pikirkan. Terdapat keraguan yang sangat besar terkumpul di sana. Membuat sang empu bingung akan melakukan hal apa yang pantas bagi masa depan dirinya dan kedua sahabatnya.
"aku hanya memberi saran lho, Renjun! Jika kau tidak mau tidak apa - apa. Aku tidak memaksa mu dan itu hak mu! "ucapnya. Renjun menyengir kosong. Ia menghembuskan nafasnya perlahan lalu mulai menatap sahabatnya itu.
"baiklah... aku akan menuruti saran mu! "
"kalau begitu, sekarang apa? "lanjutnya mengukir senyum miring yang tak cocok di wajah manisnya dengan dimple yang nampak.
"bagaimana jika aku sarankan kau bersama Lami? Kau cocok dengannya! "usul Jeongin seraya tersenyum aneh.
Renjun membulatkan matanya dan mendengus.
"aku tahu sekarang jika kau sama - sama gilanya dengan Haechan! "
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bel bertanda pulang sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Tetapi hawa dari suatu keramaian menulikan telinga para murid untuk mendengar bel yang paling di tunggu - tunggu itu.
Memang sudah ada beberapa yang mengangkat kaki meninggalkan gedung sekolah. Tetapi ada juga beberapa yang berlarian dengan celotehan penasaran yang menyebar di seluruh lorong ke suatu tempat.
"Ada apa sih di luar? Ramai sekali. Tertarik untuk melihat? "ajak Jeno membuat Jaemin yang sibuk membereskan bukunya menatap lelaki bersurai hitam dengan mulut terbuka lebar.
"Malas sebenarnya. Tetapi kita kan sedang menunggu Renjun. Kita pergi bersama Renjun saja. "
"Kita sudah menunggunya sedari tadi, taruh saja tas kita di sini. Renjun akan mengerti jika kita belum pulang. "Pemuda Na itu menatap ragu, namun tetap mengangguk dan menaruh tas hitamnya di atas meja.
"Baik sekali. Ayo kalau begitu! "Jaemin mengangguk samar, tersenyum dengan tipis untuk mengikuti Jeno yang sudah berjalan terlebih dahulu di hadapannya.
"baiklah kalau begitu..."
.
.
.
.
.
"Kali ini ada apa? "Jeno melirik kesamping, menatap sahabat jangkungnya yang mulai kesal akibat tak mengerti dengan keramaian yang di timbulkan oleh seseorang ini.
Keduanya mulai mengedarkan pandangannya, menatap satu - satu murid di sana sebelum mendapatkan dua siluet yang sangat mereka kenali.
"Mark hyung! Haechan! "Kedua lelaki jangkung itu berjalan mendekat, menatap ke arah sepasang kekasih yang tengah saling melempar pandangan.
"Kalian belum pulang? Apa tidak ada latihan? "Haechan menyapa terlebih dahulu, berjalan mendekat untuk mendengarkan perkataan samar yang di keluarkan Jeno maupun Jaemin.
"Keramaian ini yang menghambat ku pulang. "Sepasang kekasih itu hanya tersenyum.
"Ada apa memangnya di depan sana? "tanya Jeno lalu menatap tepat di manik bulat milik Haechan.
"Tertarik untuk melihatnya sendiri? "saran Mark ragu.
Sadar akan gelagat aneh yang dikeluarkan oleh sepasang kekasih itu. Jeno maupun Jaemin bergegas menyerobot untuk melihat.
"aku yakin ada yang tidak beres. "gumam Jeno.
Kedua laki - laki jangkung itu tiba tepat di hadapan hal yang membuat seluruh sekolah heboh.
Kedua sosok itu diam mematung. Pikiran - pikiran tak logis milik mereka hilang entah kemana. Sosok yang sedang berada di hapan mereka yang membuat mereka diam.
Teriakan - teriakan kagum dan terkejut yang bercampur menjadi satu hanya menjadi angin lewat bagi telinga mereka.
"Renjun? "
To be countinued.....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top