This Problem
"aku memang sudah mengetahuinya. Bahkan Guanlin tengah tertidur. "Lambai Seonho dengan suara berbisik halus hampir sama sekali tak terdengar jika Haechan dan Jeongin tidak membesarkan volume laptopnya.
Haechan mengetuk dagunya dengan bingung lalu menatap Jeongin yang tengah mengetik sesuatu di handphonenya dengan nyaman. "Lalu apa yang kau khawatir kan sih? Kau bahkan terlihat nyaman sekali dengan handphone mu. "Jeongin melirik.
"Duuh? Ini dari Hyunjin, jika aku tidak menjawabnya dia akan ngambek hingga beberapa Minggu kemudian. "Haechan merotasikan matanya. "Dasar budak cinta. "
"Berisik! "
"Hey! Sudahlah! Jadi balik ke inti permasalahannya! Apa yang perasaan mu bingungkan? "Lerai satu - satunya lelaki dengan sifat sabar di sana.
"Aku akan mematikan Video Callnya jika kau tak kunjun membuka mulut mu yang sudah tidak berbehel itu sialan! "
"Language Lee! "Sindir Seonho membuat sang pelaku menutup mulutnya dengan kedua tangan lentiknya.
"Aku hanya entahlah. Aku rasa nanti atau mungkin satu malam lagi akan ada suatu hal yang besar. "Ucap Jeongin dengan menggebu - gebu.
"Sungguh firasat mu itu selalu menyebalkan! "Cibir Haechan kesal membuat Jeongin menghentak kan tanganya di atas kasur dengan kesal.
"Terserah kau saja! "Ucapnya kesal lalu melambai sebelum menutup video call itu. Meninggalkan Seonho yang menghela nafas lelah dan juga Haechan yang menjulur kan lidahnya kesal ke arah Jeongin yang sudah menutup video callnya.
"Sudahlah. Tetap akur! Aku akan membuat makan malam buat Guanlin. Jadi aku akan menutup nya. Bubay!! "Pamit Seonho seraya melambai lucu ke arah layar sebelum mematikannya. Membuat Haechan kembali menatap layar utama desktop nya. Menatap pantulan di belakangnya dan menoleh saat melihat Mark sudah bersandar di daun pintu dengan rambut basah dan juga baju berwarna merah besar dan celana pendek.
"Aku sudah menyiapkan makan. Aku akan segera pergi ke kampus. "Haechan menganguk lalu merentangkan kedua tangannya. Membuat Mark berjalan maju dan menubrukan tubuh besarnya dengan tubuh pendek Haechan.
"Yes hubby! Bye~ "Mark terkekeh singkat lalu mengecup lama dahi yang tertutupi poni pirang itu dan melambaikan tanganya. Pergi ke kamar sebelah untuk mengganti pakaiannya. Meninggalkan Haechan yang semakin lama sudah melunturkan senyumannya. Memikirkan keras ucapan Jeongin. Firasat Jeongin itu terlalu akurat.
"Semoga kali ini tidak benar..."Bisik Haechan
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Eungh~ ada apa? "Seonho terjungkal saat mendengar suara serak basah yang berat di belakangnya. Hampir menjatuhkan laptop berharga nya. Ia menyengir lalu menatap kebelakang. Menatap Guanlin yang masih betah mengusap matanya dan menatap Seonho dengan linglung.
"Aku baru saja mendengar suara Jeongin dan Haechan. Ada apa? Apakah Haechan dan Mark sudah pulang? "Tanyanya beruntun membuat Seonho tersenyum dan menaruh laptopnya secara perlahan sebelum dengan pelan mendekat ke arah Guanlin dan membuat pria tinggi itu memeluk tubuh mungil nan rapuh itu ke dalam pelukan erat nan dalam di depan dada bidangnya.
"Tidak. Aku baru saja melakukan video call dengan mereka berdua. Apa kau sudah lapar? Aku baru saja akan membuatkan ku makan malam. "Seonho melirik ke arah pria yang masih betah memeluknya. Bertanya - tanya apakah kekasihnya ini kembali tidur atau apa.
"Say... Eumph!- "Seonho berjingkat terkejut tak dapat bergerak saat di depannya sudah terdapat wajah tampan sang kekasih yang baru saja bangun tidur dengan tangan besar yang mencekal tengkuknya. Membuat pipinya menghangat. Guanlin melepas ciumannya dan menatap dalam mata milik kekasih manisnya yang sekarang tengah menunduk malu.
Seonho memegang kedua pipinya yang memerah, bahkan sekarang Guanlin masih bertelanjang dada. Ia menutup matanya erat - erat hingga suara kekehan Guanlin terdengar dengan kedua tangannya yang mulai meraih untuk menggenggam tangan mungil itu.
"Tidak. Aku ingin menghabiskan waktu untuk memeluk mu saja. Aku kedinginan. "Seonho mendorong menjauh dada bidang itu saat wajah tampan kekasihnya mendekat.
"Kalau begitu pakai baju mu! "
"Tidak mau! "Tolak Guanlin dan memeluk kekasihnya dengan erat membuat Seonho hampir saja pingsan dalam keadaan menggemaskan di pelukan Guanlin.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jaemin mencuci tanganya dan mengibaskan pelan sebelum kembali duduk di meja VIP yang di pesan oleh Jeno di sebuah restoran Italia yang terkenal dengan harganya yang fantastis. Renjun yang masih senang bersenda gurau dengan Jeno tersenyum saat melihat Jaemin sudah kembali dari kamar mandi.
"Jadi karena semua sudah berkumpul. Apa yang ingin kalian katakan pada ku, heum? "Tanya Renjun dengan mata berbinar. Surai hitamnya bersinar di bawah kemilau lampu menyilaukan membuat kedua pria jangkung di sana sedikit ragu. Tak yakin akan melihat kembali pemandangan manis di depan mereka itu.
"Eeh? Mengapa tidak ada yang menjawab? Apa kalian sedang malu - malu??? Apa kalian merasa canggung dengan ku karena sudah lama tak bertemu ya? "Tanya Renjun dengan binar mata yang mulai meredup membuat kedua sahabat jangkung nya itu mengibaskan kedua tangan mereka.
"Tidak bukan begitu. "
"Kami... Hanya sedang mengulur waktu karena merindukan ini. "Lanjut Jeno membuat Jaemin meliriknya dan mengangguk menbetulkan perkataan Jeno. Tak sepenuhnya berbohong bukan?
"Eh? Memangnya sangat bahaya ya hingga kalian sampai mengulur waktu segala? "Jaemin dan Jeno meringis bersamaan. Tepat sasaran.
"Baiklah... Kami akan berbicara... Tapi kumohon jangan ada reaksi yang berlebihan. "Ucap Jeno dengan nada sedih membuat Renjun menganguk meskipun tak yakin.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Winwin melirik ke arah pria cantik kesayanganmya yang sudah duduk dengan manis di sampingnya. Pria cantik yang sudah menjadi tunangan nya satu tahun yang lalu, terbukti dengan adanya cincin berbentuk sederhana yang melingkupi jari manis lentiknya yang tengah ia genggam membuat Winwin hampir saya berteriak seraya melompat girang jika mengingat nya. Ia berhutan budi sangat banyak dengan Sana dan juga Jihoon untuk meluluhkan hati milik Kun yang susah sekali untuk di dapatkan.
Sungai Han dengan dahan dan juga daun berwarna coklat sudah mulai berguguran. Mengotori Surai lembut coklat milik Kun membuat Winwin dengan sigap meraih satu daun itu, membuat lelaki di sampingnya itu menatap dengan senyum cantik. Winwin hampir saja berdebar dengan wajah memerah membuat Kun terkekeh dan mencubit kedua pipi milik kekasih tingginya itu.
"Dasar gila. Apa yang kau ambil di atas rambut ku hmm? "
Yaah... Meskipun kata - katanya masih kasar.
"A-aku hanya mengambil daun yang jatuh di atas rambut mu. "Tunjuk Winwin dengan wajah memerah membuat Kun gemas.
"Jadi bagaimana dengan adik manis mu? "Winwin menoleh lalu menatap Kun yang tak lagi menatapnya. Menatap genangan air sungai yang memantulkan bulan berselimut awan abu - abu.
"Huang Renjun maksud mu? Ah~ dia semakin cerdas dan pintar. Semakin manis dan cantik. Dan semakin dewasa juga. "Kun terkekeh lalu menggoyang kan kedua kakinya di atas tanah yang berselimut daun dan juga dahan yang runtuh dari rumahnya.
"Mereka akan terus berkembang. Tak lagi seperti dulu. Dan aku merindukan sosok yang selalu menangis di pelukan ku itu. "Ucap Kun mengingat kembali Renjun saat menangis di dadanya.
"Yah... Seperti itu namanya kehidupan. "Kun mendongak lalu tersenyum.
"Aku berharap dia selalu bahagia. "Ucap Kun dengan senyuman cantiknya terus menatap sang kekasih.
Winwin ikut tersenyum dan mengusap Surai lembut itu. "jika kau mendoakanya seperti itu. Aku lebih menginginkan dia lebih bahagia dari yang kau do'akan. "Ucap Winwin lalu mengecup bibir Kun lembut.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Plaak...
Jaemin menoleh ke samping saat secara tiba - tiba rasa panas mendera pipinya. Tangan besarnya terangkat untuk mengusap sisi pipinya yang memerah lalu menatap kedepan. Menatap manik obsidian yang telah berurai air mata. Jeno berdiri di antara keduanya. Lengannya akan meraih milik Renjun sebelum di tepisnya dengan kasar. Ia menatap tajam ke arah Jeno. Kali ini Renjun benar - benar marah. Tak pernah sebelumnya dirinya dan Jeno melihat wajah Renjun yang tampak marah.
Binar mata yang selalu menunjukkan tatapan teduh ataupun lembut itu berubah tajam dengan dihiasinya air mata.
"Bodoh! Jadi kalian membawa ku kesini hanya untuk menceritakan apa yang membuat hubungan persahabatan kita merenggang begitu? Kalian mempertaruhkan hubungan persahabatan kita hanya untuk sebuah cinta? Kalian bodoh atau gimana, hah? "Kekeh Renjun dengan tangan yang berusaha menghapus air mata yang terus menerus jatuh.
Jaemin mengusap pipi nya tanpa mau mengelak sedikit pun perkataan Renjun yang sayangnya benar. Jeno berjalan maju, mencoba untuk meraih lengan itu dan hanya mendapatkan tepisan kembali.
"Jang... Jangan mendekat! Aku akan pergi. Terimakasih atas ajakan kalian. Beruntung kalian memesan ruangan VIP. Jadi kalian tak perlu malu kepada orang lain yang melihat ku menangis seperti ini. "Mulutnya kembali terbuka namun tak mengeluarkan suara, dan tanpa kata - kata lagi berlari keluar meninggalkan Jeno dan Jaemin yang diam membeku.
"Aku sudah bilang kan kalau ini ide yang buruk! "Bisik Jeno kearah Jaemin lalu berlari meninggalkan Jaemin sendiri di dalam ruangan besar nan mewah itu.
Surainya ia remat lalu ikut mengejar Renjun dan Jeno yang tampaknya sudah jauh meninggalkanya.
Kaki jenjangnya mulai berlari saat menemukan sosok lelaki dengan Surai hitam legam. Lenganya meraih pundak sempit lelaki itu dan memutarnya.
"Ah... Jaemin? Ada apa dengan wajah mu? "Jaemin melepas tangannya dan menaruhnya di tengkuk. Mengusapnya canggung.
Seonho yang mendapatkan reaksi tak semestinya itu mulai menunduk dan menatap manik Jaemin yang tampak kebingungan. "Apakah rencana mu dan Jeno gagal? "Jaemin mendongak dan kembali menunduk, mengangguk tanpa mau menatap Seonho.
Pemuda bersurai hitam itu segera meraih lengan Jaemin dan menariknya pelan. "Semestinya akun menunggu Jeongin di sini. Tetapi aku akan memberikan kabar kepadanya. Pasti dia akan mengerti. "Seonho menarik lengan Jaemin dan menariknya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jeno Lee!!! "Lelaki jangkung itu memilih untuk menoleh dan menatap ke arah lelaki dengan Surai coklat dan juga dimple yang muncul saat dirinya tersenyum.
"Bagaimana dengan rencana mu dan juga Jaemin? "Jeno mengusap tengkuknya canggung lalu menatap ragu ke arah Jeongin yang tampaknya masih menunggu sebuah jawaban dari temannya itu. "Gagal. "Jawabnya singkat membuat Jeongin membelakkan matanya.
"Apa!? Bagaimana bisa!? Apa yang terjadi! "Tanyanya beruntun membuat Jeno menghela nafas panjang nan berat. Dirinya menatap pemuda manis di depannya itu tepat pada manik coklatnya, tatapan kecewa tampak melekat ditunjukkan oleh manik coklat gelap itu.
"Maafkan aku. Ceritanya sangat panjang. Kalau bisa bantu aku mencari Renjun dulu. "Jeongin merusak tatanan Surai coklatnya itu dengan perasaan tak menentu. "Apa? Kemana perginya dia? "Tanya Jeongin yang di jawab oleh gelengan dari lelaki di depanya sebelum Jeongin menghembuskan nafasnya agar tak terlalu gegabah dan panik, agar ia tidak kembali terserang panic attack.
"Kalau begitu ayo kita bergegas pergi mencari si Huang itu sebelum terlambat. "Ucapnya diangguki oleh Jeno dan mengikuti pria jangkung itu dari belakang. Jeongin kembali menghempaskan nafasnya secara kasar.
"Seonho... Maafkan aku. Dan semoga Renjun baik - baik saja Tuhan... " Ucap Jeongin dari dalam hati dengan kaki yang terus mengejar langkah panjang Jeno.
Keduanya terus mencari - cari hingga tanpa sengaja Jeongin tertabrak seseorang hingga dirinya dan juga orang itu terpental jatuh.
"Jeongin! "
"Seonho! "
Keempatnya menoleh ke arah satu sama lain membuat Seonho yang sedari tadi menahan tangis mulai meledakkan tangisnya meskipun tak begitu keras di pelukan Jeongin.
"Ai...Aien! Ren-renjun hilang! "Isaknya di ceruk leher Jeongin membuat lelaki bersurai coklat itu memeluk dan mengusap punggung yang sudah bergetar hebat. Membuang dirinya yang juga terlihat akan menangis dan mendongak ke arah Jaemin dan Jeno yang masih berdiri menatap kedua yang terduduk di trotoar dengan keadaan saling berpelukan.
"Kalian pergilah terlebih dahulu! Aku akan menenangkan Seonho terlebih dahulu. Pergilah! "Suruh Jeongin yang langsung di angguki oleh kedua lelaki bersahabat di depannya itu.
Keduanya memilih untuk berjalan terlebih dahulu seraya melihat Jeongin yang tengah memapah Seonho dengan kaki yang bergemetar dan juga wajah yang beruraikan air mata. Biarkan keduanya di hajar habis - habisan oleh kedua kekasih dari Jeongin dan Seonho. Yang terpenting adalah, mencari Renjun yang keberadaannya masih tidak di ketahui dimana.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Renjun menggosokkan kedua tanganya lalu meniupnya dan menempelkanya dia kedua pipinya yang sudah pucat dan memerah. Bibirnya bergetar dan membiru, tanda jika dirinya terlalu lama berada di luar dan berkeliaran tidak jelas di tempat yang ramai dan ia tidak tahu keberadaanya sendiri. Kepalanya menoleh kesana dan kemari, mencoba menganalisis tempat dimana ia berada.
"Huh... Aku saja tak tahu dimana aku berada. "Bisiknya lalu kembali menatap tanganya. Adegan tadi masih terekam berulang kali di otaknya.
"Kami harap tidak ada reaksi berlebihan. "Ucap Jaemin kembali mengulangi kata - kata milik Jeno.
"Jadi aku dan juga Jeno akan berbicara yang sesungguhnya terjadi mengapa hubungan kita beberapa tahun yang lalu hancur lembur. "
"Jujur... Kita merasa bersalah atas apa yang kita perbuat dulu. Dengan... Yah... Memperebutkan mu untuk menjadi salah satu kekasih dari kita. Dan ya... Pada akhirnya itu berjalan dengan sangat tidak lancar karena ternyata mempertaruhkan hubungan persahabatan dengan urusan cinta. "
"Aku tau kau akan membenci ku saat mendengar ini... Tetapi.... Kami memilih untuk tidak pernah menganggap hubungan persahabatan kita agar dapat memiliki mu. "
Renjun menatap ke arah keduanya dengan tatapan kosong. Jadi selama ini mereka tak pernah bersahabat begitu? Jadi hanya dirinya saja yang menganggap jika mereka bertiga adalah sahabat sedangkan Jeno dan Jaemin tidak?
"Jadi kalian hanya menganggap ku sebagai sesuatu yang harus di perebutkan hingga bahkan hubungan persahabatan kita tak pernah ada di pikiran kalian.... Haha... Ternyata aku munafik sekali ya... "
Dan setelah itu ia menampar Jaemin yang akan mengelak perkataannya. Renjun memeluk tangan kirinya dan menangis di sana dengan kepala yang sudah berdenyut sakit, menandakan jika dirinya terlalu banyak menangis.
Renjun terus menangis tanpa melihat ke arah sekelilingnya hingga tangan kirinya memutuskan untuk merogoh sisi jaketnya sebelum beberapa suara yang ia kenal memanggil namanya secara bersamaan. Dirinya menoleh ke arah kiri dan melotot saat melihat sebuah truck dengan lampu kuning yang terpancar ke arah dirinya, menyuruhnya untuk segera menyingkir.
"RENJUN! "
CKIITT....
BRRAAKKK...
To be continued.......
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top