VII. Lembar Papirus

Masih draf, jangan dibaca dulu. Di posting hanya untuk setoran event.

***

Hari-hari berlalu di Asrama Waru, dan peristiwa tentang superior yang meninggal saat atraksi terus terkubur begitu saja. Deva mencoba untuk fokus pada pelajaran dalam aliran sulap escapology yang telah ia putuskan. Mereka memulai pelajaran pertama, sebuah kelas bahasa lawas yang disebut Mesir Koptik.

Master yang mengajar Kelas Mesir Koptik adalah seorang wanita paruh baya yang merupakan seorang sastrawan. Ia bahkan sudah menerbitkan berbagai jenis prosa, puisi dan buku-buku paduan seni minipu penoton dalam sulap. Bahkan, alih-alih nama sulapnya yang hidup, ia lebih dikenal dengan nama penanya. Yaitu, Swakarya. Agak terlihat maskulin memang, untuk seorang wanita yang justru terlihat feminim sepertinya.

Swakarya kini mulai mulai menjelaskan asa muasal bahasa tersebut, "Satu hak yang perlu kalian ketahui tentang Mesir Koptik atau Met.Remenkīmi, dia bukan sekedar bahasa lawas. Tapi bahasa pertama yang ada di dunia.

Seperti yang sudah kalian ketahui saat awal masuk, bahasa ini digunakan dalam tulisan-tulisan kuno di lembar papirus yang menjadi sumber pengetahuan utama dalam ilmu sulap. Koptik memudahkan para pesulap untuk memahami dan mempelajari lembar papirus yang berisi trik-trik sulap dan mantra yang digunakan dalam atraksi mereka."

Swakarya beralih menuju papan tulis, kemudian mulai membuat pola pada tulisan Koptik. "Nah, Koptik adalah bahasa yang termasuk dalam golonga afro-asia," tutur guru tersebut setelah selesai membuat daftar huruf tulisan itu.

"Setelah kuperhatikan lebih detail, ternyata tulisannya hampir mirip huruf latin dalam bentuk yang lebih rumit," sahut Inka. Gadis kecil itu memang cukup tertarik dengan berbagai jenis bahasa. Selain Mandarin yang merupakan bahasa ibunya, ia juga sudah mempelajari bahasa lainnya. Keingintahuannya yang lebih itu dipicu oleh orang tuanya yang merupakan seorang pelancong.

Perkataan Inka menjadi akhir sesi penjelasan. Kemudian, para murid diperkenankan melihat berbagai majalah dinding. Di sana terdapat banyak papirus yang ditempel di dinding. Dengan  sering melihat bahasa Koptik di sini, Swakarya berharap para pionir menjadi lebih akrab dengan bahasa tersebut.

Mereka belajar tentang huruf-huruf dan tata bahasa Runne, serta arti dari berbagai mantra yang tercatat dalam papirus kuno. Deva menemukan keajaiban di balik kata-kata dan simbol-simbol yang dipelajari dalam kelas tersebut. Ia semakin terpesona dengan kerumitan dan kedalaman ilmu sulap yang terkandung.

Ia pun membaca tulisan pada buku lawas tersebut yang berisi; Ilmu sihir sudah cukup tua dikenal bumi,  kaitannya yang erat dengan hal gaib menjadi penyebab tidak sembarang orang dapat melakukannya. Dibuatlah jenis baru dari sihir, yaitu sulap.

Ketika selesai membawa, Deva mendapati suatu kesimpulan, "Sulap bukan sihir, tapi buku ini menyatakan bahwa sihir dan sulap saling berkaitan ...."

Deva tidak bisa mengabaikan intuisinya. Ia membawa Dwipa ke samping dan berbicara dengan hati-hati, "Dwipa, aku percaya bahwa ada sesuatu yang disembunyikan di asrama ini. Petunjuk dalam papirus ini mengarah ke lokasi tertentu di dalam bangunan. Apa kamu juga merasa ada sesuatu yang tidak beres?"

Dwipa terlihat ragud and malas mencampuri urusan itu ah ya karena mereka seasrama. "Deva, aku tak tahu apa-apa. Aku tidak bisa memercayai apa yang kamu katakan. Mungkin ini hanya khayalanmu saja."

Deva merasa kecewa dengan reaksi Dwipa, tetapi dia tetap memutuskan untuk mencari tahu sendiri. Dia mengikuti petunjuk dalam papirus tersebut dan memasuki lorong gelap yang membawa ke sebuah ruangan rahasia yang tersembunyi di dalam asrama. Baru sekaranglah Deva menyadari bahwa ia sempat ruangan itu di dalam peta lokasi, tetapi tak ada perincian yang jelas mengenai tempat tersebut di dalam legenda.

Ruangan itu gelap dan berdebu, seperti tidak pernah disentuh dalam waktu yang lama. Di tengah ruangan, Deva menemukan sebuah meja kecil yang tertutup oleh kain lapuk. Ketika Deva mengangkat kain tersebut, dia terkejut melihat tumpukan papirus kuno yang menggambarkan berbagai trik sulap yang sangat langka dan berbahaya.

Namun, kejutan terbesar bagi Deva adalah ketika ia melihat satu papirus yang menampilkan wajahnya sendiri dan pesan yang mengatakan, "Jika kamu membocorkan rahasia ini, kamu akan menjadi target berikutnya."

Lagi ... kalimat yang sudah diprediksi olehnya. Deva merasa bulu kuduknya merinding saat melihat papirus itu. Dia merasa seperti ada yang selalu mengawasinya, menyaksikan setiap langkah yang dia ambil. Pesan itu memicu kekhawatiran dalam dirinya. Siapa yang bisa mengetahui keberadaannya dan mengancamnya? Mengapa dia menjadi sasaran selanjutnya?

Tanpa berpikir panjang, Deva memutuskan untuk menyembunyikan papirus tersebut di balik bajunya dan bergegas keluar dari ruangan rahasia itu. Dia mencoba untuk mengatasi kecemasan dan mengumpulkan fakta yang telah dia temukan. Apa yang ada di asrama ini yang begitu berharga sehingga perlu disembunyikan dengan begitu hati-hati.

Mencari tahu informasi mungkin dapat mengungkapkan kebenaran, tetapi seiring berjalan waktu ia menjadi semakin terasing. Ditambah lagi  ia sudah kendung terlibat dalam segala misteri, membuatnya tidak bisa memutuskan untuk berhenti begitu saja.

Akan tetapi, krena terlalu berpikir kritis membuat semua orang di asrama terlihat mencurigakan baginya, termasuk Dwipa--teman seasramanya. Dia merasa terjebak dalam jaring kecurigaan dan rahasia yang mencekam. Deva memutuskan untuk mencari seseorang yang bisa dia percaya dan yang mungkin memiliki informasi yang dapat membantunya.

Terlebih, akan sangat ragu jika membawa Jun ikut terlibat dalam masalah ini. Kepolosan dirinya seolah menjadi pedang bermata dua. Namun, tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu mengenai pria pertama yang ia temui dalam akademi sulap ini. Pria itu terlihat menyebalkan, tetapi tampaknya dia mengetahui banyak rahasia.

"Aku Deva. Aku membutuhkan bantuan darimu. Keluarlah, aku tahu kamu ada di sini," ujar Deva tiba-tiba. Meski ia sama sekali tak melihat keberadaan seseorang dalam ruangan rahasia ini.

Dalam beberapa saat, tidak ada sahutan hingga ia menjadi jenuh dan hendak memutuskan untuk pergi. Namun, tepat saat keluar pintu, ada pitingan yang kuat pada lengannya, dan menahannya untuk pergi. "Tunggu! Dari mana kamu tahu jika aku ada di sini?"

Deva tersenyum puas, lantas berbalik ke arahnya. "Mudah saja. Secara tak langsung kamu memberitahu keberadaanmu kepadaku."

Pria itu mengangguk takzim. "Ternyata begitu," gumamnya pelan.

Saat hari pertama, pria itu membuat pertemuan mereka seolah kebetulan. Lalu,  saat Deva pergi ke atraksi pertujukan superior, ia pun datang menghampiri Deva. Seolah pria itu selalu datang di saat Deva membutuhkan, dan selalu menjual informasi. Deva pun menjadi menyadari bahwa selama ini ia diawasi oleh pria itu.

Sementara itu, tentu pria itu sudah dapat menyimpulkan tujuan Deva mencarinya, mengingat ia sudah mengawasinya sejak lama. Hingga kejadian yang tak diinginkan pionir itu pun terjadi. Ia pun berdehem pelan, seraya menatap Deva dengan memicing. "Deva, apa yang kamu temukan sangatlah berbahaya. Ada rahasia yang disembunyikan dalam asrama ini, dan tampaknya ada yang tidak ingin rahasia itu terbongkar. Kita harus berhati-hati."

Deva merasa lega mengetahui bahwa Surya mempercayainya dan menganggap serius kekhawatirannya. Surya menjelaskan bahwa ada sekelompok pesulap jahat yang pernah tinggal di asrama ini, mereka menggunakan ilmu hitam dan mengorbankan nyawa orang lain untuk mendapatkan kekuatan.

Deva mengangguk canggung. Keringat dingin kian membasahi tubuhnya. "Y-ya, aku tahu. Karena itulah aku membutuhkan bantuanmu." Ia mengacak rambut frustasi. "Aku terlibat terlalu jauh, dan bahkan mengetahui rahasi yang belum pernah kucurigai sebelumnya."

Raut wajah pria itu yang bisanya tampak jeanaka, kini berubah menjadi serius. "Aku paham kekhwatiranmu." Ia mengembuskan napas kasar seraya menelengkan kepala. "Baiklah, bagaimana kalau kita semacam bekerjasama?"

Deva tak menyangka ajuannya akan diterima semudah ini. Hingga membuat dia agak sedikit ragu. "A-apa ini serius?"

Pria itu terkekeh seraya menepuk pundak Deva. "Gak usah sungkan. Akhir-akhir ini aku memang merasa agak bosan, dan kejadian yang  menimpamu tampaknya menghiburku dari kebosanan."

Deva lantas mengumpat. "Sialan! Itu berarti kamu menyukaiku dalam masalah."

"Ayolah, ha ha. Aku hanya bercanda. Jadi, apa rencanamu untuk ini?" Tanya pria itu sembari bersedekap.

"Terlebih dahulu, beritahu aku lebih banyak mengenai para penguasa," ungkap Deva yang membuat pria itu semakin yakin, bahwa pionir ini adalah sosok yang menarik.

Pria itu tampak menerawang. Seolah mengumpulkan memori-memori lama yang sempat ia lupakan dahulu. "Sebetulnya, gelar penguasa adalah mitos yang beredar di akademi ini. Agar akademi ini semakin dicap buruk oleh masyarakat."

Deva sempat agak kecewa ketika mengetahui hal itu, tetapi kata-kata selanjutnya dari pria itu menimbulkan sepercik harapan baginya. "Tapi entah bagaimana, aku pernah menemukannya di kitab terlarang pada bab yang berjudul 'Taktik'. Mereka ada penguasa bayangan, jadi tepatnya memang tidak ada yang mengetahui secara pasti identitas mereka."

Deva tampak manggut-manggut. Akan sulit menyelidiki mengenai hal itu. Dan sekarang semakin banyak misteri yang masukd akan daftarnya. Namun, jauh di balik itu semua, ia merasa amat terhormat mendapatkan bantuan lelaki itu.

"Baiklah karena aku sudah berbagai rahasia denganmu, jadi bolehkah aku mengetahui namamu?"

Pria itu tersenyum sungging. "Milan," ujarnya seraya mengulurkan tangan ke arah Deva.

Tatkala Deva menyambut uluran tangan itu, secara tak langsung haknitu menjadi bentuk formalitas bahwa tim kecil mereka telah terbentuk. Mereka bekerja di bawah radar, menyelidiki jejak keberadaan kelompok pesulap jahat yang mengancam nyawa mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top