VI. Asrama Waru
Masih draf, jangan dibaca dulu. Di posting hanya untuk setoran event.
***
Deva dan Dwipa adalah dua pesulap muda yang penuh semangat dan sedang memulai petualangan mereka di Asrama Waru, sebuah tempat yang terkenal sebagai akademi sulap paling prestisius di kota mereka. Sebagai pionir baru di asrama itu, tugas pertama mereka adalah membersihkan dan mempersiapkan tempat tersebut sebelum siswa lain datang.
Kedua teman itu memasuki bangunan tua dengan penuh semangat. Mereka mengenakan topi dan jubah mereka yang khas, mempersiapkan alat-alat sulap mereka. Deva membawa sekotak kartu, sementara Dwipa membawa sebuah topi tinggi yang biasa ia gunakan dalam atraksi sulapnya.
Mereka segera memulai pekerjaan mereka, membersihkan debu dan kotoran yang menumpuk di lantai dan meja. Tidak lama kemudian, mereka memutuskan untuk membersihkan area panggung utama di dalam ruangan. Mereka tahu bahwa panggung itulah tempat dimana pesulap-pesulap terkenal di masa lalu telah menunjukkan keahlian mereka.
Saat mereka membersihkan panggung, Dwipa memperhatikan sesuatu yang mencurigakan di sudut panggung. Dia menghampiri tempat tersebut dan menggeser tirai merah yang terselip di sana. Dan yang mereka temukan adalah pemandangan yang mengejutkan.
Sebuah mayat tergeletak di atas panggung. Tubuhnya terkena panah di bagian dada, dan darah segar mengalir dari luka tersebut. Kedua teman itu terkejut dan tidak dapat mengalihkan pandangan dari pemandangan mengerikan di hadapan mereka.
Meski Deva sudah memastikan akan faktas mengenai hal ini, ia tetap dibuat dengan rasa mual yang menjalar di perutnya. Lantas ia berpaling ke arah Dwipa. "Sudah kubilang, kan, ada kematian tersembunyi di panggung sulap saat pertama kali kita masuk!"
Diam-diam Dwipa membenarkan pernyataan lelaki itu. Ia menyadari bahwa ini adalah lebih dari sekadar insiden biasa. Ada sesuatu yang sangat salah di Asrama Waru. Mereka melihat darah mengering di sekitar mayat dan memperhatikan bahwa tidak ada tanda-tanda perjuangan di panggung. Semuanya terlihat seperti sebuah atraksi sulap yang gagal.
Tanpa membuang waktu, Deva menghubungi azamat kedisplinan dan memberi tahu mereka tentang penemuan tersebut. Azamat tiba dengan cepat, dan panggung menjadi tempat penyelidikan yang sibuk. Mereka mengamati mayat dengan seksama dan mengumpulkan bukti-bukti yang ada di sekitar panggung.
Beberapa hari kemudian, salah satu azamat kedisiplinan dan keamanan memberitahu Deva dan Dwipa bahwa mayat tersebut adalah seorang superior. Dia adalah salah satu pesulap paling berbakat dan dihormati di akademi sulap karena kemisteriusannya. Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan bahwa Anonim adalah pesulap yang sedang mempersiapkan sebuah atraksi yang belum pernah dilihat sebelumnya untuk pertujukan terakhir sebelum ia lulus dari sini. Sayangnya, atraksi tersebut berakhir tragis saat panah yang seharusnya berlalu di atas dadanya untuk memberikan efek sulap, malah mengenai dirinya.
Deva dan Dwipa duduk di ruang tengah Asrama Waru, berkumpul dengan para azamat, orang-orang yang telah lama tinggal di asrama tersebut. Mereka memaparkan temuan mereka tentang mayat Anonim yang ditemukan di panggung. Mereka menceritakan secara detail tentang kondisi mayat dan kejanggalan yang mereka temui.
Namun, reaksi dari para azamat terasa aneh. Mereka hanya melihat satu sama lain dengan pandangan yang bingung dan tidak percaya. Salah satu azamat, bernama Tama berkata dengan nada sinis, "Kalian pasti terlalu lelah setelah membersihkan asrama, hingga mulai melihat halusinasi." Komentar Tama itu membuat semua orang tertawa dan menganggap cerita Deva dan Dwipa sebagai lelucon belaka.
Deva dan Dwipa merasa kesal dan frustrasi. Mereka tahu apa yang mereka lihat dan temui di panggung. Namun, tidak ada yang mempercayai mereka. Pada saat itu, Dwipa, yang sebelumnya menjadi teman bersih-bersih Deva, tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan menghindari tatapan Deva.
"Hey, Dwipa, kamu tahu apa yang aku lihat di panggung. Mengapa kamu tidak mengakui bahwa kamu juga melihatnya?" tanya Deva dengan nada yang sedikit marah.
Dwipa berusaha menjaga ketenangan, "Deva, aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Mungkin kamu terlalu lelah dan membuat cerita semata."
Deva merasa semakin kesal dan bingung dengan sikap Dwipa. Bagaimana mungkin teman baiknya itu menyangkal apa yang mereka lihat bersama? Namun, dia memutuskan untuk tidak bertengkar dengan Dwipa di depan semua orang.
Malam itu, Deva memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut kejadian tersebut sendiri. Dia kembali ke panggung dan mencari tahu ada bukti apa pun yang dapat menegaskan temuan mereka. Namun, ketika ia tiba di sana, kejutan yang lebih besar menunggunya.
Panggung itu kosong. Tidak ada mayat, tidak ada darah, tidak ada jejak atraksi sulap yang gagal. Semuanya kembali seperti semula, seolah-olah tidak pernah ada kejadian aneh di sana. Deva merasa bingung dan hampir tidak bisa memercayai mata dan ingatannya sendiri.
Keesokan paginya, Deva dan Dwipa kembali berkumpul bersama para azamat. Deva berusaha keras untuk tetap tenang dan menjelaskan apa yang dia temui di panggung kemarin malam. Namun, para azamat hanya menggelengkan kepala dan tidak menganggapnya serius.
Deva merasa frustasi. Dia merasa seolah-olah semua orang bersekongkol untuk menyembunyikan sesuatu darinya. Tidak ada yang percaya pada kejadian yang dialaminya, bahkan teman dekatnya, Dwipa, yang bersamanya saat menemukan mayat tersebut, tidak mau mengakuinya.
Dalam keputusasaannya, Deva memutuskan untuk melanjutkan penyelidikan sendiri.
Deva, yang masih bingung dengan kejadian aneh yang terjadi di Asrama Waru, memutuskan untuk mempelajari lebih dalam tentang sulap dan trik-trik sulap yang bisa digunakan untuk menyembunyikan bangkai seseorang. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh para azamat, dan dia bertekad untuk mengungkap kebenaran di balik semua ini.
Deva menghabiskan berjam-jam di perpustakaan, menyelami buku-buku kuno tentang sulap dan trik visual. Dia mempelajari tentang ilusi optik, rahasia jebakan pintu rahasia, dan trik-trik penyamaran lainnya. Deva mencatat setiap detail yang mungkin membantu dalam menyelidiki kejadian yang terjadi di panggung Asrama Waru.
Pada suatu hari, ketika Deva sedang mempelajari papirus kuno yang mengungkapkan trik penyamaran dengan jebakan pintu, matanya terpaku pada satu paragraf yang menarik perhatiannya. Papirus tersebut berisi aturan rahasia yang berbunyi, "Informasi rahasia yang kamu ketahui, tidak boleh dibocorkan kepada siapa pun. Pelanggaran terhadap aturan ini akan berakibat fatal bagi nyawa yang bersangkutan."
Deva merinding saat membaca paragraf itu. Dia merasa ada kaitan langsung dengan kejadian di asrama. Ia menyadari bahwa dia adalah satu-satunya orang yang memberi tahu orang lain tentang temuan mereka di panggung. Hal ini membuatnya merasa nyawa mereka berdua. Oleh sebab itu Dwipa memutuskan untuk tidak berbicara.
Ketakutan melanda Deva, tetapi dia juga merasa semakin bersemangat untuk mengungkap kebenaran. Dia memutuskan untuk berhati-hati dan tidak memercayai siapa pun selain dirinya sendiri. Deva menyadari bahwa dia harus melindungi dirinya sendiri dan berusaha untuk menghentikan ancaman yang mengintai.
Deva menyusun rencana untuk melacak jejak dan mencari tahu lebih lanjut tentang akademi tersebut. Dia melakukan pengintaian secara diam-diam, memperhatikan gerak-gerik para azamat dan mencoba menghubungkan titik-titik yang ada. Dia juga melakukan riset tentang sejarah asrama, mencari tahu apakah ada kejadian atau legenda yang terkait dengan kematian misterius yang terjadi di sana.
Melalui penelitiannya, Deva menemukan kisah lama tentang seorang pesulap yang dulu tinggal di asrama itu. Pesulap tersebut kabarnya memiliki ilmu hitam yang kuat dan mampu menyembunyikan jejak-jejak kejahatannya. Kisah itu menyebutkan bahwa pesulap tersebut menulis mantra di sebuah papirus yang digunakan untuk menjaga keberadaan bangkainya agar tetap tersembunyi.
Deva terkejut saat menemukan kisah itu. Dia merasa bahwa dia semakin dekat dengan kebenaran. Namun, dia juga menyadari bahwa waktu semakin berjalan dan nyawanya mungkin berada dalam bahaya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top