Pengakhiran | EPILOH
Jika harimu berbalut nestapa. Mungkin saja matimu berbalut cinta. Jika harimu penuh dengan luka. Mungkin saja matimu penuh dengan bahagia. Tiada manusia yang selalu hidup bahagia ataupun mati dengan segala derita. Di atas tawa selalu ada tangis. Juga sebaliknya.
🍑
Publikasi 17 Agustus 2024
★★★☆☆☆★★★
Tak ada yang pernah tau bagaimana dunia berakhir dan dimualai. Nareika hanya bisa tersenyum ketika Nanggala mencium keningnya untuk yang pertama dan terakhir, lalu melambaikan tangan untuk pergi terbang kembali ke Sydney.
Di balik punggungnya, berdiri Jindra yang tersenyum dengan hangat. Nareika berjalan ke arahnya lalu memegangi pergelangan tangan pria itu.
“Kakak, aku harap Kak Nanggala pulang dengan selamat,” katanya dengan antusias.
“Emm, dia akan pulang dengan selamat dan bahagia.”
“Kalau gitu ayo pulang, Kakak janji akan menemani aku mengerjakan PR!” katanya masih antusias.
Jindra mengacak-acak rambut Nareika yang mulai jabrik. “Ayo, adik kecilku nggak boleh tinggal kelas atau aku akan malu seumur hidup!” candanya membuat Nareika tertawa.
Aku mungkin egois karena lebih memilih pria yang baru kukenal dan menyebalkan ini. Tapi, aku sungguh ingin hidup di sampingnya. Aku ingin mencari hari bahagia itu bersamanya, juga Jetha dan Khay sebagai teman pertamaku di SMA.
Kak Nanggala, maafkan aku karena menolakmu. Padahal kamu benar-benar berjuang untukku. Tapi, aku ingin bersama Jindra. Orang yang membuatku percaya kalau mati itu mengerikan. Aku ingin bersama Jindra, aku ingin bersama dia. Malaikat tanpa sayap yang memelukku di tengah dunia yang menghujamiku dengan segala luka.
Kak Nanggala, aku menyayangi Jindra. Maaf, jika aku membencimu, tapi aku juga menyayangimu sangat, bahkan akan selalu berharap suatu hari nanti bisa berenang bersama lagi. Kakak, aku akan bahagia walau tanpamu dan Kakak juga akan bahagia tanpa aku.
Papa, maaf aku menjadi penyebab rasa sakitmu dan perpisahanmu dengan Mama. Aku berharap semoga Papa melihat aku bahagia kini, aku akan jadi dewasa dan akan terus mencari kebahagiaan yang membuatku lupa betapa menyakitkannya hari-hari ketika aku hidup tanpa. Papa, aku memaafkanmu. Jadi, tolong maafkan aku karena telah menjadi Nareika kecil yang mungkin nggak berharga di matamu. Aku tetap menyayangi dirimu, lebih dari yang Papa tau.
“Rei?” panggil Jindra, remaja laki-laki itu menoleh sambil tersenyum.
“Apa?”
“Kemarilah!” Jindra berucap dengan lembut. “Nah, dari kakakmu. Aku sambil jalan.”
Nareika membuka kertas biru yang terlipat tersebut. Sedang Jindra sudah melangkah keluar dari kawasan bandara yang cukup ramai.
Hai, Rei?
Adik gua yang nyebelin. Sorry, gua selalu bikin lo mewek. Gua sayang sama lo. Maaf karena nggak bisa jagain lo. Maaf karena mimpi lo jadi perenang gaya punggung terbaik harus pupus. Maaf juga karena gua nggak pernah bisa nemenin lo main gitar.
Rei, maafin Papa, ya. Kata Briman, tukang kebun di vilanya Papa, sebelum Papa meninggal dia bilang, “Man, anakku dua, aku menyayanginya. Apalagi Nareika, makanya kuberi dia nama Kalengga di belakang namanya. Selama ini, aku selalu keras padanya. Tapi aku sayang padanya. Man, mungkin anakku nggak bakal maafin aku sebagai papanya. Man, tapi anakku berhati lembut. Dia bahkan punya senyum yang hangat. Man, aku gagal jadi papa yang baik untuknya. Aku mendoakan dia berjumpa dengan mamanya di surga. Jika suatu hari nanti aku mati, tolong bilang pada Tuhan untuk memberikannya satu orang yang akan menjaganya sampai dia juga mati dalam keadaan bahagia.”
Papa sayang Rei, Kak Gala juga. Kita sayang Rei cuma memang kita egois dan itu akan jadi doaa yang kita tanggung sampai mati.
Rei, Kak Gala berdoa supaya lo bahagia.
Gua tau kok kalau lo nggak bakal ikut. Nugi bilang, lo udah bisa ketawa lepas di dekat teman-teman lo. Jadi, nggak masalah kalau lo nggak ikut. Gua sayang Rei.
Nanggala.
Air mata Nareika bercucuran basahi kertas. Namun, ia juga tersenyum ketika Jindra berdiri di depan langkahnya. Nareika berlari padanya, lalu menyematkan tangannya di sela jemari Jindra.
“Ayo, pulang!” serunya. Jindra mengangguk pelan.
Mangkara, mustahil rasanya kamu reinkarnasi. Aku sama seperti menentang Tuhan. Tapi melihat Nareika aku seperti melihatmu dewasa. Mangkara, kakak bahagia. Semoga kamu pun.
•SELESAI•
note:
Nah, sudah tamat, ceritanya singkat aja. Karena memang dibuat waktu itu khusus untuk diriku sendiri yang sedang merajuk pada Tuhan kenapa hidupku benaran menyedihkan. Ternyata, tanpa sadar ada orang-orang yang masih memberikan bahunya untukku dan menjadi sandaran.
Cerita ini aku dedikasikan untuk kalian yang benar-benar kesepian. Semoga ragam kalimatnya bisa membuatmu sedikit lebih hangat.
⚠️Cerita ini hanya dipublikasikan di akun Jejakava. Dan tidak ada di PF lainnya⚠️
Cerita ini murni karya Jejakava, jika ada orang-orang yang mencomotnya kuharap kalian sadar betapa susahnya mencari dan menulis satu per satu kata. Jadi, tolong kita saling hargai.
Karena jujur aja itu jadi satu ketakutkan bagi kami penulis kecil ini, apalagi jika dilakukan oleh penulis besar. Itu benar-benar menakutkan. Tapi setiap tulisan punya jiwanya. Kebenaran dari jiwa setiap tulisan itu hanya bisa dibaca dengan hati.
Jadi, teruslah berkarya dengan dan untuk serta dari dirimu sendiri.
Tertanda,
Jejakava.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top