1. When your first meet, isn't our first meet

Panasnya terik matahari seolah tak menghentikan semangat kaum muda-mudi. Di lapangan dengan hamparan yang luas, sedikit jauh dari gedung-gedung besar nan tinggi, di sanalah para Mahasiswa berdiri.

Tenda-tenda kecil yang tersusun rapi di pinggir jalan, menjejerkan makanan-makanan yang menggiurkan tatkala dipandang. Namun, tak sepenuhnya atensi mereka terpusat di sana, masih banyak yang disibukan, bergerumul sana-sini.

Satu pekan lebih telah mereka lalui di tahun ajaran baru, semester baru, dan tentunya, berinteraksi dengan relasi baru. Masa pengenalan lingkungan pada pesrta didik telah usai, kini saatnya mereka bersantai, mengistirahatkan pikiran sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.

Senar gitar dipetik, menarik atensi dan minat orang sekitar untuk berlari menghampiri. Ketukan pada drum yang perlahan, menjadi cepat, ritmenya yang indah seolah membangkitkan semangat.

Ramai...

Satu kata yang tak ia sukai. Mahasiswa tahun ketiga itu berjalan dengan langkah yang gontai, jika saja lengannya tak digenggem oleh sang kawan, ia mungkin telah berbalik meninggalkan titik keramaian, bukan berjalan ke arah yang tak ia inginkan.

Lagu pertama selesai dimainkan, berganti ke lagu berikutnya. Pemuda itu menghela nafas, sekarang ia sudah berada di tengah kerumunan. Terjebak. Tak bisa mundur, apa lagi keluar dari tempatnya. Hanya mencoba untuk menerima kondisi, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, berdiri dengan tumpuan kaki kanan, sedangkan kaki kirinya di majukan sedikit ke depan, diketuk-ketuk ke tanah, menyelaraskan dengan ritme musik yang mengalun indah.

Lumayan.

Pemuda bersurai pirang itu tahu band ini, lagunya yang saat ini dimainkan termasuk dalam daftar putar yang sering disetelnya pada aplikasi musik ponsel. Terlalu sering, hingga ia mulai merasa bosan.

Tempo musik yang menghentak-hentak semakin membuat para pendengar bersemangat. Bahkan gadis di hadapannya sampai melompat-lompat, hingga tubuhnya perlahan mundur, menubruk dada pemuda di belakangnya.

Gadis itu lantas membalikkan tubuh, ia menunduk, meminta maaf. "S-sumimasen, Senpai!"

Padahal, saat itu kondisi sekitarnya sangat bising. Tetapi pemuda itu dapat mendengar dengan jelas suara lirih sang gadis.

Pemuda itu mengangguk singkat, surainya yang panjang terurai membuatnya sulit untuk meniti rupa wajah sang hawa.

Sebelum gadis itu membalikkan tubuh, pemuda itu dengan cepat memusatkan atensinya ke tanda pengenal yang terlampir di dadanya. Meski hanya beberapa hal yang ia dapat, pemuda itu menganggukan kepala, mencoba mencatat dengan baik di ingatannya.

Nama...

... ID 0052. Jurusan...

...Sosiologi.

.

.

.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top