08

"Tidak tidak, menurut ku lebih baik-"

"Aku tau, tapi lebih bagus-"

Entah sudah berapa lama keduanya asik berbicara tentang bisnis. Meskipun awalnya pemuda bersurai ungu yang memperkenalkan dirinya sebagai Mikage Reo ini meminta (Name) menjelaskan tentang dirinya. Namun kenapa arah pembicaraan mereka berdua lama-lama malah beralih ke hal-hal yang berbau bisnis?

Bukan tentang cinta ataupun sepakbola, melainkan peluang usaha (slebew). Keduanya memiliki jiwa-jiwa cuan yang kuat.

Setelah Reo mengetahui (Name) memiliki toko yang ia bangun sendiri, ketertarikannya pada sang gadis semakin meningkat.

Nagi yang duduk di sebelah (Name) sampai bosan sendiri mendengar percakapan dua orang ini. Udah bosan tambah bosan. Selain tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, Nagi juga lumayan kesal Reo terus-terusan mengajak (Name) berbicara.

"Ngomong-ngomong seru juga mengobrol denganmu, tidak kusangka aku bisa membicarakan hal ini di blue lock." Ujar (Name) sebelum mengambil gelas air di dekatnya dan meminumnya.

"Aku juga, dan sekarang aku tau kalau ternyata kau memiliki aroma coklat karena kau chocolatier." Balas Reo tertawa singkat.

Ketika (Name) lanjut mengobrol dengan Reo, dia bisa merasakan ujung lengan bajunya ditarik-tarik oleh seseorang. Ketika menoleh, dia disuguhi oleh Nagi yang sudah menyodorkan telapak tangannya seolah meminta sesuatu.

"Kau punya coklat lagi?"

Awalnya (Name) bingung. Tapi begitu dia mendengar pertanyaan Nagi, (Name) mengangguk dan merogoh sebungkus coklat dari sling bag yang ia taruh di pahanya. Dia mengeluarkan sebungkus coklat kecil berbentuk segitiga yang sudah terbungkus rapih lalu menaruhnya di telapak tangan Nagi.

Melirik Reo yang ikut penasaran, (Name) mengambil sebungkus lagi dan menaruhnya di meja sebelum mendorong coklat itu kearah Reo.

"Kalau kau mau, cobalah."

Reo mengambil coklat itu dari meja dan begitu bungkusnya terbuka, wanginya sangat lembut. Dia memasukan coklat itu ke mulutnya, membiarkan rasa manis dengan sedikit rasa asam yang berasal dari lemon menjalar di dalam mulut.

Rasa coklatnya berbeda dari coklat yang selama ini pernah dia makan, dan Reo tau itu. Rasanya mau dimakan sebanyak apapun tidak akan membuat mual.

"Enak, sekarang aku percaya kau memiliki toko coklat." Ujar Reo yang masih mengunyah.

"Tentu saja enak, coklat ku mahal loh." Balas (Name).

"Kalau kau masih tidak percaya, kau bisa datang sendiri ke toko ku di Korea. Ku kasih diskon kalau kau memborong satu toko." Lanjutnya lagi lalu bertopang dagu.

Baru ingin mengatakan sesuatu, handphone (Name) yang ada diatas meja berbunyi menandakan ada panggilan masuk. Sang empunya mengambil handphonenya lalu melihat nama kontak yang ada dilayar, alisnya mengerut ketika (Name) mengetahui siapa yang menelponnya.

Dengan malas, dia mengangkat panggilan itu.

"Ya, apa?"

"Dimana kau? Cepat kesini, ada yang harus kau lakukan." Balas suara laki-laki dari sebrang sana.

"Gamau ah. Nanti saja, aku lagi malas bergerak." (Name) bersandar pada bangku di belakangnya. Tangan kiri diatas meja sedangkan tangan kanan memegang telepon genggam.

"Sudah ya, aku lagi gamau bertemu denganmu. Bye kakak jelek." (Name) menutup panggilannya secara sepihak lalu kembali menaruh handphonenya di dalam tas.

Reo yang daritadi diam-diam mendengarkan, lama-lama penasaran dengan sosok yang (Name) panggil "kakak". Gadis ini bukan anak tunggal?

Menyadari tatapan Reo padanya, (Name) menghela nafas pendek.

"Tadi kakak ku, si Ego." Jelasnya singkat. Membuat iris keunguan laki-laki di hadapannya sedikit melebar karena terkejut.

"Eh, Ego? Maksudmu Jinpachi Ego? Dia kakak mu?" Tanya Reo yang dijawab anggukan oleh (Name).

Terdiam sebentar, pandangan Reo sedikit terangkat kearah poni (Name). Dan seolah menyadari sesuatu, dia tertawa. Membuat sang gadis bingung kenapa dia tiba-tiba tertawa.

"Jadi itu alasannya kalian memiliki gaya poni yang sama."

(Name) mengerutkan keningnya, mencoba memproses perkataan Reo. Namun ketika dia menyadari apa yang Reo maksud, (Name) terkekeh pelan.

"Heh, sialan kau."

Baru menyadari sesuatu, Reo berhenti tertawa dan menatap (Name) lagi dengan pandangan penasaran.

"Tapi marga kalian berbeda ya."

"Iyalah, aku anak pungut." Jawab sang gadis enteng.

"Eh?"

Ingin mengatakan sesuatu lagi, Reo harus menutup mulutnya kembali ketika melihat (Name) yang risih ketika Nagi bersandar di punggungnya.

"Nagi, menyingkir dari punggung ku atau ku gebuk." Ujarnya pada si pelaku yang menyenderkan tubuh tingginya pada punggung (Name).

Dia heran, kenapa Nagi terus-terusan bersandar padanya sih? Perbedaan tubuh mereka yang terlampau jauh membuat (Name) terasa seperti ditimpa oleh singa.

Namun tak mendapat respon, (Name) berbalik sebelum mendorong Nagi menjauh darinya secara paksa menggunakan kedua tangan.

"Minggir, kau berat."

Melihat pemandangan di depannya, Reo berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri Nagi sebelum menaruh tangan kanannya diatas kepala sang pemuda bersurai putih tersebut.

"Ayo, Nagi. Kita tak bisa berlama-lama disini." Ujar Reo.

"Merepotkan." Balas Nagi singkat, enggan bergerak dari tempatnya duduk.

Merasa tak ada lagi yang harus di lakukan disini, (Name) ikut berdiri dan hendak pergi. Tadinya sih begitu.

"Kalau begitu aku-" Perkataannya terpotong ketika (Name) melihat Nagi berdiri dan menyadari tinggi badan sang pemuda yang jauh lebih tinggi darinya.

"Anj... Kau suka nyemilin tiang bendera ya?"

Wajar (Name) agak shock, tinggi badannya saja hanya sebatas dada bawah Nagi. Selama ini dia hanya melihat Nagi ketika pemuda itu digendong oleh Reo, jadi sebelumnya dia tidak terlalu memperdulikan hal itu.

"Kenapa kau bisa menggendong si albino ini? Dia bahkan lebih tinggi darimu" Dia beralih pada Reo.

"Sudah terbiasa... Kurasa?" Jawab si pemuda yang ditanya.

Lalu, perhatian (Name) teralih pada Nagi lagi yang sudah berada di punggung Reo.

"Dan kau, punya kaki kenapa ga jalan sendiri?"

"Malas, lelah." Jawab Nagi singkat.

"Orang-orang gila."

🌸🌸🌸

Pergi dari ruang makan dan berpisah dengan Nagi, Reo. (Name) awalnya berniat kembali menemui Ego karena teringat perkataan sang kakak di telepon. Namun ternyata niat awalnya harus tertunda untuk sementara ketika (Name) tak sengaja melihat Kunigami yang baru saja keluar dari salah satu ruangan di kejauhan.

Melihat Kunigami yang tak memakai atasan dan tubuhnya dipenuhi oleh keringat, (Name) mengangkat sebelah alisnya bingung. Masa sih, malam-malam begini masih latihan? Seorang diri pula.

Tadinya dia tidak ingin ambil pusing, lagipula hal itu bukan urusannya juga. Namun tanpa dia sadari, Kunigami juga menyadari keberadaan (Name) yang tak terlalu jauh darinya.

Ketika dia ingin pergi kearah yang berlawanan, panggilan dari Kunigami membuat (Name) berhenti melangkah dan kembali berbalik kearah sang pemuda bersurai orange itu.

"Kau... Sedang apa disini?" Tanya Kunigami sambil berjalan menghampiri (Name).

"Tak sengaja lewat. Kau sendiri? Kenapa malam-malam begini keringetan begitu?" Tanya (Name) balik.

"Aku baru selesai lati-" Perkataan Kunigami terpotong ketika dia menyadari sesuatu, Kunigami buru-buru memakai pakaian atasannya ketika teringat dia berdiri di hadapan (Name) bertelanjang dada.

"Maaf."

(Name) memiringkan kepala bingung. Kenapa Kunigami tiba-tiba meminta maaf? (Name) tidak merasa ada yang salah disini. Tanpa Kunigami ketahui kalau (Name) sudah terbiasa melihat pemandangan laki-laki yang bertelanjang dada alias pamer perut. Dia harus berterima kasih pada kenalannya di Korea.

"Maaf untuk apa?"

Menggelengkan kepala pelan, Kunigami mencoba mengalihkan pembicaraan dan menghindari pertanyaan (Name). Ia mengalihkan pandangan kearah lain untuk mencari topik baru untuk dibicarakan.

"Ah, itu... Kau... Coklat! Ya, ya... Coklat..."

"Coklat? Kenapa? Kau mau?"

Kunigami mengangguk cepat, karena dia tidak terpikirkan alasan lain.

"Ingin makan yang manis setelah latihan? Aku juga sama seperti mu dulu." Ujar (Name) selagi merogoh sebungkus coklat dari dalam sling bag yang dibawa dan menyodorkan nya pada Kunigami. Coklat yang sama seperti yang dia beri pada Nagi dan Reo sebelumnya.

"Oh? Latihan? Kau pernah menjalani latihan macam apa?" Balas Kunigami setelah mengambil coklat dari tangan (Name).

"Aku mantan atlit Taekwondo."

Kedua iris mata Kunigami langsung melebar tak percaya. Gadis yang sekarang berdiri di depannya pernah terlibat dengan hal berbau bela diri?

Dengan ragu dia menatap (Name) dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah tak mempercayai ucapannya barusan. Dan tentu (Name) menyadari hal itu.

"Aku ga bohong, mau sparing kah?" Tanya (Name) asal ceplos.

"Yah... Tidak, tidak perlu..."

Bagaimanapun, Kunigami masih sulit menerima informasi baru dari (Name). Gadis yang berpenampilan serba anggun ini ternyata lebih berbahaya dari yang ia duga. Gadis yang penuh kejutan.

Sedangkan (Name) mengembalikan tatapan Kunigami padanya, sekarang dia yang menatap Kunigami dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan seolah mengerti sesuatu, dia mengangguk singkat pada dirinya sendiri.

"Tubuh mu bagus, mau join Taekwondo?"

"He?"








Tbc

❣️Buabye

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top