06
Suara gebrakan di meja hampir menggema di ruangan, deru nafas kesal keluar dari gadis bersurai panjang yang kini tengah kesulitan mengatur emosinya.
Dengan urat-urat kekesalan yang muncul di kening sang gadis, dia menatap kesal kearah laki-laki tinggi berkacamata yang duduk santai di bangkunya. Tanpa memperdulikan emosi yang dikeluarkan oleh adik tirinya tersebut.
"Sialan! Sudah ku bilang berapa kali jangan biarkan sampah bekas mu menumpuk!" Seru (Name) sambil menunjuk kearah bungkus mie instan di wastafel.
"Dasar jorok! Kau itu sudah dewasa! Bersih-bersih dikit kek! Mentang-mentang didiemin malah diem!"
Wajar saja jika (Name) marah, dia paling tidak suka melihat tempat atau sesuatu yang kotor. Hal itu hanya akan mengganggunya.
"Jangan repotkan aku dan kak Anri dengan sampah mu!" Serunya lagi sebelum mengumpulkan sampah bekas mie instan di wastafel dan memasukkannya ke plastik lalu mengikatnya kuat-kuat.
Padahal baru sepuluh menit yang lalu dia memuji sang kakak, tapi menit berikutnya dia bisa dibuat emosi seperti ini.
"Awas kalau aku melihat masih ada sampah yang tersisa disini, akan ku patahkan kacamata mu yang ga seberapa itu." Ancam (Name) memandang lurus kearah lawan bicara yang tak lain dan tak bukan adalah kakaknya.
Sedangkan Ego sendiri masih duduk tenang tanpa berniat membalas semua ucapan (Name).
Mendengus kasar, (Name) melempar plastik sampah di tangannya ke tempat sampah lalu berjalan keluar dari ruangan itu dengan emosi yang masih menggebu-gebu.
"Dasar adudu, udah gede masih jorok aja sih."
Dia berjalan di lorong gedung blue lock seorang diri, berniat pergi ke ruang makan untuk mengambil minum dan meredakan emosinya sedikit.
Rencananya sih gitu, tapi siapa yang tau kan?
Ketika (Name) sampai di ruang makan dan berjalan masuk, dari ujung matanya dia melihat kearah Kuon yang sedang berbicara dengan tiga orang dari tim V.
Tapi dia tak memperdulikan hal itu dan memilih untuk mengambil segelas air agar bisa kembali ke kamarnya. Namun perkataan Kuon yang tak sengaja terdengar berhasil menarik perhatian (Name).
Dimana laki-laki bersurai coklat itu sedang menawarkan diri untuk bekerja sama dengan tim lain.
Mendengus geli, (Name) berjalan perlahan menghampiri Kuon yang masih duduk di depan tiga laki-laki dari tim V.
"Woi sipit."
Panggilan dari (Name) sukses membuat Kuon dan tiga laki-laki lain disana kompak menoleh kearahnya.
"Tingkah mu di lapangan tadi boleh juga, terimakasih sudah menambah hiburan disini." Dia terkekeh geli sendiri sebelum lanjut berbicara, namun kali ini dengan nada yang lebih serius... Namun juga mengejek.
"Sejujurnya aku paling benci dengan tipe yang seperti mu di pertandingan apapun itu, orang yang rela melakukan apapun bahkan merendahkan dirinya sendiri..."
Mendengus geli, (Name) melirik tiga laki-laki dari tim V. Dia menyadari dia sudah bertemu dengan dua diantara mereka. Si pemuda bersurai Ungu dan putih yang tak sengaja ia temui kemarin. Pandangan nya kembali kearah Kuon lagi.
"Yah... Tapi kalau kau tidak melakukan hal konyol seperti tadi, pertandingannya tidak akan seru... Kau beruntung kali ini..."
Tanpa dirinya sadari, segala perkataan yang keluar dari mulut (Name) terdengar sedikit menarik untuk di dengar. Bagaimana tidak? (Name) berbicara bahasa Jepang namun memakai logat Korea karena dia masih harus beradaptasi kembali di lingkungan lamanya.
Ditambah wangi coklat yang kuat dari gadis ini membuat siapapun yang berdiri di dekatnya menjadi gagal fokus.
"Tunggu, kau... Siapa?" Pemuda bersurai keunguan disana tiba-tiba mengajak (Name) berbicara, mengabaikan segala ucapan Kuon sebelumnya. Dia mulai penasaran pada (Name) sejak pertemuan tak sengaja mereka sebelumnya.
"Bukan siapa-siapa, aku tidak terlalu berarti disini." Jawab (Name) singkat yang tentunya tidak dapat dipercaya.
Selain menjadi satu-satunya gadis yang ada di tempat ini, kenapa kehadiran (Name) selalu menarik perhatian? Meskipun ketika ia sedang diam dan tak melakukan apapun.
Mulai dari penampilan dimana dia selalu memakai dress berenda selutut berwarna gelap yang terlihat anggun, rambut hitam panjangnya yang di ikat dua menggunakan kunciran putih berbulu, serta nada dan cara bicaranya yang tak biasa.
"Kau tidak perlu tau tentang ku."
Dan setelah berkata seperti itu, (Name) melangkah pergi dari sana dengan segelas air di tangannya. Tapi baru mendapat beberapa langkah, lagi-lagi suara yang familiar memasuki pendengarannya dan membuat (Name) menghela nafas kasar.
Dengan malas, dia menoleh ke sumber suara dan mendapati Bachira melambaikan tangan kearahnya dan berlari menghampiri (Name).
"Jangan lar-" Ucapan (Name) bahkan belum selesai ketika Bachira sudah melompat dan menerjangnya dengan pelukan. Seperti yang biasa dia lakukan pada (Name) dulu. Untungnya (Name) bisa menahan keseimbangan.
"Berhenti melakukan ini setiap menemui ku, bangs-"
Sepertinya hari ini memang kesabaran (Name) benar-benar di uji. Buktinya bukannya mendengarkan perkataan (Name), Bachira malah memeluk gadis ini erat sambil mengusap pipinya di pipi (Name).
"Udah kek! sial!" (Name) mencoba mendorong wajah Bachira menjauh meski usahanya sia-sia.
"Kau wangi coklat, enak. Boleh ku gigit?" Tanya Bachira.
"Boleh..." Jawab (Name) yang tiba-tiba memasang senyum ramah. Meski perkataan selanjutnya sangat berbanding terbalik dengan senyum yang ia tunjukkan.
"Boleh ku patahkan leher kau."
Sang pelaku terkekeh pelan sebelum akhirnya melepas pelukan pada (Name) dan mundur sedikit.
"Apa yang kau lakukan disini? Ingin makan bersama kami lagi?"
(Name) menggeleng pelan sebelum menjawab pertanyaan Bachira.
"Pede banget, aku cuman ngambil air."
(Name) melirik kearah rombongan tim Z untuk sesaat sebelum berbalik dan berjalan menjauh dari sana. Tidak mau memperdulikan apa yang akan terjadi selanjutnya disini.
"Tunggu dulu dong, memangnya siapa yang mengijinkan mu pergi?" Ujar Bachira lalu menahan kerah baju belakang (Name) agar gadis itu berhenti melangkah. Dan tentu usahanya untuk membuat (Name) tetap tinggal sukses.
(Name) menghela nafas kasar sebelum melirik Bachira dari ujung matanya.
"Apa perduli ku? Sekarang lepas atau ku gebug."
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Bachira menyeret (Name) agar ikut gabung dengan timnya meskipun (Name) tidak berniat makan sekalipun.
Karena ulah Bachira, kini (Name) duduk diantara Bachira dan Chigiri dengan wajah tertekuk kesal.
"Kau memang minta dijadikan samsak ya? Dasar setan kuning." Geram (Name) pada Bachira. Tak menyadari dirinya dari tadi di tatap oleh pemuda bersurai merah muda yang duduk di sebelah kirinya. Ekspresinya seperti sedang memikirkan sesuatu ketika dia melihat wajah sang gadis.
"(Name), kalau aku boleh bertanya, dari kemarin kau sakit? Wajah mu selalu pucat." Tanya Isagi. Dia duduk di sebrang (Name) sambil mengunyah jatah makanannya.
Belum sempat (Name) menjawab, Bachira sudah terlebih dulu membuka mulut dan menjawab pertanyaan Isagi.
"Tidak, (Name) memang seperti ini sejak dulu. Wajahnya seolah terlihat pucat seperti mayat."
Berkat ucapannya, Bachira mendapat cubitan di pinggang dari (Name) yang tak terima.
"Siapa yang kau panggil mayat?"
"Aw! Maaf maaf!"
Akhirnya, setelah lama diam memperhatikan, Chigiri memutuskan untuk berbicara pada (Name) dengan suara yang sangat pelan karena tidak ingin di dengar oleh orang lain disana.
"Kau bilang aku bisa meminta coklat padamu kapan saja?"
Merasa seseorang berbicara padanya, (Name) melirik Chigiri sebelum mengangguk sebagai jawaban.
"Kenapa? Sekarang kau akan mengambil kesempatan itu, huh?" Balasnya lalu memasang senyum tipis.
"Kenapa tidak? Kau yang menawarkannya padaku."
(Name) bertopang dagu ke meja sebelum menatap Chigiri sambil memiringkan kepalanya sedikit dan masih memasang senyum tipis yang sama.
"Padahal aku hanya basa-basi, coklat ku mahal loh."
"Oh? Kurasa itu malah membuatnya jauh lebih menarik."
Tbc
❣️Buabye
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top