04

"Ahh... Tunggu, langit itu warnanya apa..." Gumam gadis bersurai hitam menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong.

Perhatiannya langsung tertuju pada Ego, tentu tanpa pikir panjang (Name) menghampiri sang kakak.

"Hah? Hari ini pun ada pertandingan lagi?" Ujar (Name) tak percaya ketika Ego memberitahunya kalau tim Z dan tim Y sebentar sudah bertanding.

"Kau benar-benar menekan mereka ya, kak. Lama-lama aku sendiri yang takut orang-orang itu jadi gila." (Name) menarik kursi dan duduk di sebelah Ego. Tadinya dia berencana pergi keluar untuk sekedar jalan-jalan, tapi karena pemberitahuan mendadak ini dia harus mengurungkan niatnya.

"Tapi yaudahlah, aku lumayan penasaran." Dengan santainya dia bersandar dan menaikkan dua kakinya keatas meja.

Alasan kenapa (Name) rela menghabiskan waktu menonton pertandingan bola padahal dia tidak mengerti sama sekali tentang bola, adalah karena (Name) sudah tau pertandingan disini berbeda.

"Melihat mereka berjuang mempertahankan mimpi dengan susah payah, membuat ku kagum." Ucap (Name).

"Kalau kau tidak bisa lagi membuat coklat, apa yang akan kau lakukan (Name)-san?" Tanya Anri sedikit penasaran.

"Um... Tidak bisa bikin coklat lagi, ya?" (Name) mengadah memikirkan jawaban dari pertanyaan Anri.

Kalau boleh jujur hal seperti itu tidak akan terlalu berpengaruh padanya. Karena (Name) masih memiliki beberapa bakat di bidang lain.

"Sepertinya aku akan kembali ke Taekwondo."

Benar juga, Anri sempat lupa kalau (Name) adalah si jenius bela diri.

"Tapi jadi apapun tak masalah, aku tidak terlalu perduli dengan itu. Asalkan masih bisa hidup ya sudah." Lanjutnya santai.

Sikap masa bodonya sangat mirip dengan Ego, Anri ragu kalau kedua orang ini adalah saudara tiri. Mereka memiliki sifat yang sama persis.

(Name) mengambil minuman milik Ego dan meminumnya, dia hampir tersedak setelah satu tenggakan.

"Wleck- tidak enak."

Dia yang bertindak seenaknya, tapi dia juga yang marah pada sang kakak.

"Kenapa kau bisa meminum ini setiap hari? Kalau aku pasti sudah mati."

Fokusnya kembali tertuju pada layar di depan. Ah... Ini terlalu terang, kepalanya akan pusing dengan cepat.

"Oh, ada juga pemain seperti itu?" (Name) menunjuk pada satu pemain tim Y yang keduanya matanya terhalang oleh rambut.

(Name) jadi heran sendiri, masa dengan rambut begitu dia betah bermain bola dan berlari kesana kesini? Selain mengurangi jarak pandang, bukankah rambut itu malah akan menusuk matanya?

"Siapa namanya tadi? Ikki Niko?"

Dan (Name) juga tau kalau pertahanan tim Y bisa dibilang kuat, karena setiap serangan yang diberikan oleh Tim Z selalu dihadang. Entah siapa yang menyerang, mereka akan selalu berhasil menghentikannya.

"Kalau kau mau mengalahkan tim Y, kau harus menghancurkan inti permainan mereka terlebih dulu, yaitu Ikki Niko... Benar?" Ia melirik sang kakak di sampingnya. Tapi tentu saja Ego tetap diam tak menjawab. Meski begitu, perkataan (Name) memang benar.

"Ga seru, gampang sekali tertebak. Membosankan."

"Kau bisa langsung mengetahuinya, (Name)-chan?" Tanya Anri yang ternyata kagum dengan kemampuan analisis (Name).

"Tentu, orang bodoh pun pasti langsung tau dalam sekali lihat." Jawab (Name).

"Bagaimana bisa?"

"Yah... Habisnya dia mencurigakan sih, kaya wibu."

Setelah tim Y berhasil mendapatkan satu point, kedua tim diberikan istirahat sebelum kembali bermain. Sedangkan (Name) bertopang dagu bosan. Ayolah, apa tidak ada yang bisa benar-benar membuatnya bersemangat disini? Dia kan butuh hiburan.

"Oh, seri." Celetuknya melihat laki-laki bersurai putih dengan gradasi hitam berhasil mencetak gol.

Tapi, antusiasnya tadi tak bertahan lama karena (Name) kembali menghela nafas panjang.

Pertandingannya ini hanya diberi waktu 45 menit, waktu yang cukup singkat kalau (Name) boleh berbicara jujur.

"Kalah deh, kalah... Tim Z akan kalah kalau begini." Dia menatap datar kearah layar yang menunjukkan tim Y menggunakan taktik terakhir mereka.

"Hum?" Seringai (Name) mulai terlihat ketika dia menyadari beberapa pemain tim Z panik, takut akan kekalahan telak.

"Kenapa lama sekali untuk kalian menunjukkan ekspresi seperti itu?" Tanyanya pada diri sendiri. Dia masih bertopang dagu, bedanya kali ini sambil memasang senyum puas.

Ketika Niko akan satu lawan satu dengan kiper dari tim Z, bukannya menendang dia malah mengoper pada rekan timnya, Okawa.

Tapi, hal yang membuat (Name) tertarik bukanlah disana. Melainkan ketika tiba-tiba Isagi menahan serangan Okawa dengan mengambil bola yang sedang dia giring.

"Hahahaha! Itu dia! Kerja bagus, Isagi." Seru (Name) senang. Akhirnya, ada sesuatu yang membuatnya bersemangat.

Senyumnya melebar melihat serangan balik dari tim Z, yang dimana permainan diakhiri oleh tendangan Isagi menembus gawang lawan.

Dengan skor 1-2, tim Z berhasil memenangkan pertandingan itu.

"Ahhh~ itu dia yang ku suka. Sial, aku semakin menyukai ini sekarang."

Melihat Isagi menghampiri Niko yang jatuh terduduk tak mempercayai keadaan, seringai (Name) semakin menjadi, kedua pipinya dihias oleh semburat merah, jantungnya berdegup kencang.

"Benar, Isagi. Rasanya pasti menyenangkan setelah berhasil menghancurkan impian seseorang, kan?"

Itulah, keputusasaan yang (Name) cari disini.

Dan saat itu, bukan hanya (Name) yang menampilkan seringai lebar, melainkan Ego juga. Kedua kakak beradik tak sedarah kompak memasang senyum lebar yang terlihat menyeramkan dimata orang awam. Dasar dua bersaudara kelainan.

"Kak Anri, besok tim Z ada waktu senggang kan untuk sebentar?" Tanya (Name) menoleh pada si pemilik nama.

"Eh? Kurasa... Iya, kenapa?"

"Bagus, ada sesuatu yang ingin kulakukan."

🌸🌸🌸

Dan benar saja, besoknya (Name) menemui Isagi dan kawan-kawan yang sedang berlatih.

Dia melirik laki-laki bersurai merah yang berdiri di daun pintu, anak ini tidak ikut berlatih dengan yang lain dan malah menonton dari jauh.

"Kau tidak ikut?" Tanya (Name), membuat pemuda itu terkejut karena kehadirannya secara tiba-tiba. Chigiri tidak menyadari ada (Name) disebelahnya. Dan tunggu, memangnya sejak kapan (Name) ada disini?

"Ini untukmu." (Name) meletakkan satu coklat yang sudah ia bungkus diatas telapak tangan pemuda itu dan menatapnya datar.

"Rasanya enak kok, cobalah."

Percaya diri sekali. Tapi, memang begitulah (Name). Dia tersenyum tipis sebelum melangkah pergi.

"Kalau kau mau lagi, kau bisa datang padaku kapan saja... Chigiri."

Lagi-lagi, senyum yang (Name) tunjukkan penuh tanda tanya. Apa maksudnya?

Menyadari keberadaan (Name), Bachira menghentikan kegiatannya dan berbalik berlari kearah (Name) dengan senyum lebar di wajahnya.

"Kau disini!?"

Seruan Bachira mengalihkan perhatian orang-orang yang ikut menoleh kearah satu-satunya perempuan disana.

"Ya, dan aku punya sesuatu untuk kalian."

Satu kalimat ampuh yang mampu menimbulkan tanda tanya di kepala para laki-laki itu.

"Ini, aku baru saja membuat coklat. Makanlah kalau kalian mau, kalau tidak mau buang saja." (Name) menyodorkan kantung kecil berwarna biru yang di dalamnya terdapat beberapa butir coklat.

"Oh! Coklat!?" Ujar laki-laki botak disana.

"Uwah, ternyata kau masih suka membuat coklat sampai sekarang." Ucap Bachira.

"Ehh... Kau bisa membuat coklat mu sendiri?" Tanya laki-laki yang mempunyai surai putih begradasi hitam.

"Aku Chocolatier." Jelas (Name) singkat.

Mereka mengambil jatah mereka masing-masing dan menatap kagum hadiah pemberian (Name). Ternyata di tengah-tengah perjuangan sulit yang mereka alami, mereka masih bisa merasakan sesuatu yang manis seperti ini. Diberi langsung dari gadis yang tak kalah manis pula, sungguh keberuntungan double.

"Uwooh! Apa ini!? Bagus sekali!" Seru laki-laki botak yang sama.

Coklatnya berbentuk bulat, berwarna merah gelap, dan memiliki gambar hati di tengahnya.

"Rasanya sayang jika dimakan begitu saja."

"Sial... Aku ingin sekali memotret ini tapi tidak bisa karena handphone ku disita."

"Aku boleh menyimpan nya saja tidak? Ini coklat pertama ku yang dikasih oleh seorang gadis."

(Name) mendengus geli mendapat reaksi yang menurutnya lucu.

"Kalian terlalu berlebihan, aku bisa membuatkan coklat lagi... Kalau kalian berhasil menghiburku tentunya." Ucap (Name). Perhatiannya teralihkan oleh rambut orang-orang disana. (Name) baru sadar ada beberapa yang warna rambutnya lumayan unik.

"Kenapa rambut kalian warna-warni seperti anak ayam begitu? Dasar anime." Ujarnya asal.

"E-eh? Anime?" Beo Isagi yang bingung dengan perkataan (Name). Setiap perkataan yang keluar dari mulut (Name) kenapa sulit sekali dipahami.

"Iya, aku manhwa." Karena berbicara dengan Isagi, (Name) jadi teringat satu hal. Dia menunjukkan seringai kecil dan berjalan mendekat kearah laki-laki itu.

"Bagaimana, Isagi? Sekarang kau sudah mengerti, kan? Perasaan puas yang menjalar di tubuh mu ketika berhasil mengalahkan seseorang yang lebih hebat darimu." Telunjuknya berada di dada lawan bicara.

"Semua itu menyenangkan, bukan?"

Isagi tertegun untuk sesaat. Dia tidak tau maksud dari senyuman (Name), tapi sudah jelas dia tau satu hal.

Kalau (Name) adalah orang yang berbahaya.

Jalan pikirannya yang tidak bisa ditebak, mengatakan hal yang ada dikepalanya tanpa pikir dua kali, dan ekspresi yang tak jauh berbeda dari Ego.

Dia tidak perduli tim mana yang akan kalah, dan apa yang akan terjadi pada mereka, yang (Name) inginkan disini hanya melihat orang-orang kehilangan harapan bahkan impian mereka di panggungnya.

Rasanya seolah (Name) adalah perwujudan dari egois itu sendiri.

"Kau sudah memberikan keputusasaan mu pada orang lain, makanya aku memberi kalian hadiah." (Name) menepuk pundak Isagi singkat sebelum berniat pergi dari sana.

"Kalau begitu sampai nanti, semoga kalian beruntung di pertandingan selanjutnya." Dia melambai singkat lalu berjalan menjauh dari sana.

Sayangnya, dengan cepat Bachira menahan lengan sang gadis dan membuatnya tetap berada disana.

"Kalau kau senggang, lebih baik temani aku latihan." Pinta Bachira.

"Tidak mau, aku sibuk." Tolak (Name) mentah-mentah. Tapi dia sudah tau sifat Bachira. Bocah ini seperti anak kecil yang jika kemauannya tidak dituruti, dia akan terus melakukan hal yang mengganggu (Name).

"Ayolah, sebentar saja. Lagipula sudah lama kan kau tidak menemani ku latihan seperti ini."

Memang benar, terakhir kali (Name) menemani bahkan melihat Bachira latihan bola ya saat SMP.

"Kau sekarang punya banyak teman, sialan. Sekarang lepaskan tanganku."

"Gamau."

Rasanya perempatan imajiner sudah muncul di dahi (Name) sekarang. Melihat Bachira selalu berhasil memancing emosinya membuat (Name) harus ekstra menahan sabar.

"Gae saekki..."

Ah, itu dia. Umpatan bahasa Korea (Name) akan keluar jika kesabaran gadis ini sudah berada diambang batas.

Mendengar perkataan yang keluar dari mulut (Name), Kunigami dan Isagi kompak memiringkan kepala mereka bingung. Oh, bahasa asing!

"Hahahahaha! Logat Korea mu lucu deh! Lagi lagi!" Seru Bachira senang. Bachira sayang, itu (Name) lagi ngomong kasar plis.

"Kau..." Sabar (Name) sabar, orang sabar jodohnya kaya Yukimiya Kenyu.

(Name) menghela nafas lelah. Ini percuma, melawan Bachira hanya akan menguras tenaganya.

"Oh! Enak!"

Seruan seseorang mengalihkan perhatian (Name). Dia menoleh pada laki-laki bersurai kecoklatan yang tersenyum setelah memakan coklat pemberian (Name).

"Kau benar, rasanya sangat manis tapi tidak membuat mual." Balas lelaki bersurai putih gradasi hitam itu.

"Minggir! Aku mau lagi!"

"Semuanya sudah dapat bagian mereka, Raichi."

Sebelah alis (Name) terangkat, jadi coklat seadanya yang dia bikin secara mendadak seenak itu ya? Kalau begitu bagaimana jika (Name) memberi coklat yang biasa dia bikin dengan niat untuk jualan?

"Reaksi kalian berlebihan, aku kan sudah pernah memberi kalian coklat sebelumnya." Perkataan (Name) sontak membuat tim Z terdiam. Gadis ini tidak salah bicara tuh?

"Apa maksud mu? Ini pertama kalinya kau memberi kami coklat." Jelas laki-laki berwajah sangar.

"Loh?" (Name) menoleh kearah Isagi dan Kunigami, tapi kedua orang itu malah mengalihkan wajah mereka kearah lain.

Ah, begitu rupanya. (Name) mengerti sekarang. Dua orang itu menghabiskan coklat pemberian (Name) tempo hari di kantin. Pantas saja (Name) merasa aneh dengan reaksi orang-orang ini.

"Dasar..."






Tbc

❣️Buabye

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top