02

"Tapi, ingat ini baik-baik. Aku menyetujui ajakan mu hanya karena aku suka melihat orang-orang berada di titik terendah mereka, tidak lebih. Jadi, jangan libatkan aku dengan segala urusan sepakbola mu itu." Ucap (Name), sebelum berbalik membelakangi Ego. Dia berniat pergi dari sana untuk sekedar mencari makan siang diluar.

"Eh? (Name)?"

Tapi sayangnya, niat (Name) lagi-lagi harus menghilang ketika perempuan lain masuk kedalam ruangan tempat dia berada.

"Ah! Kak Anri!" Tanpa perlu pikir panjang, (Name) berlari kearah perempuan bernama Anri Teieri itu dan memeluknya.

"Uwah- kau sudah besar ya." Ucap Anri, memeluk (Name) balik.

"Lama tak bertemu, kak! Aku kangen banget!"

Terlalu asik dengan dunia mereka sendiri. (Name) dan Anri sampai melupakan eksistensi lain disana.

Ego terdiam melihat keakraban kedua gadis itu. Ah, tidak. Sebenarnya disini yang (Name) anggap sebagai kakak sungguhan tuh siapa?

"Oh iya. Aku bawa hadiah untuk kakak." (Name) melepas pelukannya. Dia berjalan senang kearah tas yang dibawa dan mengeluarkan sesuatu dari sana.

"Ini, coklat special yang ku buat sendiri." Masih dengan senyum yang terukir di wajahnya. (Name) menyodorkan sekotak coklat yang sudah dibungkus rapih, lengkap dengan pita berwarna kebiruan sebagai hiasan pada Anri.

Yang tentunya diterima dengan senang hati oleh Anri.

"Wah, terimakasih."

"Hehe, sama-sama."

Mereka berdua memang sudah lama saling kenal. (Name) bertemu Anri saat dia masih kecil dulu. Sejak pertemuan pertama mereka, (Name) sudah melihat Anri sebagai sosok yang keren. Makanya, sampai sekarang dia sangat mengagumi Anri.

Sudah selesai dengan Anri, (Name) melirik Ego yang masih setia diam ditempatnya berdiri.

"Kalau aku tak ada disini, berarti aku sedang mencari makan atau sekedar berkeliling. Jadi, jangan memanggil ku." Sebelum keluar dari ruangan itu, (Name) menjulurkan lidah kearah Ego, sengaja meledek.

Anri tertawa maklum. Ternyata sikap (Name) tidak terlalu berubah sejak dia mengenalnya. Maaf Anri, sebenernya (Name) ramah kaya gitu di depan mu doang.

Dia tersenyum sambil melihat coklat pemberian (Name) tadi. Gadis itu benar-benar sudah menjadi apa yang dia inginkan.

Sudah lama sekali Anri tau kalau (Name) sangat menyukai coklat lebih dari apapun. Dan sekarang dia bisa melakukan hal yang disukai dengan bebas. Rasanya Anri juga ikut senang.

"(Name)-chan masih seperti dulu, ya."

"Justru dia yang seperti itu yang merepotkan ku." Balas Ego.

🌸🌸🌸

Mengingat dirinya belum makan apa-apa sejak sampai di Jepang, (Name) berencana pergi ke tempat makan langganan dimana dia selalu kunjungi ketika masih tinggal di Jepang. Itung-itung sekalian bernostalgia setelah tinggal cukup lama di Korea.

"Haa... Aku mau makan Jajangmyeon. Di Jepang ada yang jual tidak ya?"

Berjalan seorang diri di lorong yang panjang nan sunyi rasanya tidak enak. Makanya (Name) berjalan dengan cepat agar bisa segera keluar dari sini.

"Hei."

"Gyaaaaa!"

Sialnya, seseorang yang tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang sukses membuat (Name) terkejut bukan main.

Dan jika (Name) terkejut, reflek nya sangat tidak normal. Contohnya seperti sekarang, dimana laki-laki bersurai merah panjang itu dibanting kedepan oleh (Name).

Semuanya terjadi begitu cepat. Laki-laki itu terkapar di lantai dengan mata yang terbuka lebar karena harus memproses apa yang baru saja terjadi.

"A-ah! Maaf sobat! Kau mengagetkan ku sih!" (Name) membungkuk selagi meminta maaf.

Manik mata ungunya bertemu dengan manik mata merah muda sang lawan bicara.

"Maaf ya. Tulang mu ada yang patah?" (Name) mengulurkan tangan kanannya, berniat membantu laki-laki itu untuk bangun.

Tapi, seolah melupakan kejadian barusan. Pemuda itu malah menatap (Name) lekat.

Mata berwarna keunguan layaknya permata, surai panjang berwarna senada yang terlihat halus, bibir ranum yang diberi sedikit lipbalm, wangi coklat yang lembut, dan raut wajah khawatirnya berhasil menghipnotis pemuda ini.

Tak mendapat jawaban yang diinginkan, (Name) melambaikan tangannya pelan tepat didepan wajah pemuda itu.

"Halo, masih hidup ga?"

Tersadar dari lamunannya, pemuda itu berdiri. Dia kira bantingan tadi bukanlah apa-apa setelah mengetahui pelakunya adalah seorang perempuan. Tapi ternyata perkiraannya salah. Pundak kanannya lumayan sakit.

"Sakit ya? Ada yang sakit ga? Pasti sakit kan?" Tanya (Name) lagi karena khawatir.

"Tidak, aku tidak apa-apa."

Daripada itu, dia lebih penasaran pada satu hal. Kenapa ia baru melihat (Name) sekarang? Apa gadis ini orang baru? Ah, tidak. Memangnya di Blue lock ada pemain perempuan?

"Sekali lagi maaf banget ya." (Name) membungkuk untuk yang kesekian kalinya. Yang membuat pemuda itu merasa tidak nyaman karena (Name) terus-terusan meminta maaf.

"Kau tidak perlu sampai segitunya, kok. Aku baik-baik saja."

(Name) menghela nafas lega. Terlalu sibuk meminta maaf, dia baru menyadari penampilan dari orang yang ia banting tadi.

"Wah, ternyata disini juga ada perempuan?"

"Eh? Aku la-" Perkataannya terpotong oleh genggaman tangan (Name).

"Salam kenal. Aku senang ternyata bukan aku satu-satunya perempuan disini. Kita akur-akur ya." Dengan senang (Name) menjabat tangan laki-laki di depannya.

"Oh, kalau boleh tau siapa namamu?"

Awalnya dia ragu menjawab pertanyaan (Name). Alasannya sudah jelas. Gadis ini... Sedikit aneh.

"Mata mu bagus, aku suka. Jadi, siapa nama mu?" Tanya (Name) lagi. Pujian yang dia selipkan tadi bukanlah sekedar basa-basi. (Name) memang suka warna dan bentuk mata laki-laki itu.

"Chigiri Hyoma, dan aku laki-laki."

"E-eh...? Ma-maaf... Lagi." Wajar saja jika (Name) menganggap orang ini perempuan. Habisnya dari tampangnya saja sudah menipu sih.

Namun, mendadak (Name) terdiam untuk sesaat seolah dia baru saja menyadari sesuatu. Wajahnya menunjukkan senyum.

"Chigiri, ternyata kau juga tak kalah menarik ya." Ucapan (Name) kali ini berhasil membuat Chigiri bingung. Apalagi senyum mencurigakan yang (Name) tunjukkan semakin membuat Chigiri was-was.

"Keputusasaan mu bahkan jauh lebih besar dibanding Isagi." Perlahan (Name) mendekat, dia mempertipis jarak antar mereka. Kini bibirnya berada di samping telinga Chigiri.

Mendengar nama rekannya disebut, Chigiri reflek mendorong tubuh (Name) menjauh. Apa-apaan lagi itu? Bahkan dia mengenal Isagi?

"Tujuan mu datang kesini, seperti berbeda dari orang-orang... Benar?"

Sorot matanya berubah, (Name) memasang senyum tipis karena tau ucapannya tadi tepat sasaran.

Ayolah, Chigiri bahkan belum mengetahui nama gadis ini. Tapi kenapa dia seolah-olah tau hal yang Chigiri coba sembunyikan dari orang lain?

"Aku Yeon (Name). Mulai sekarang kita berteman ya, Chigiri."

Suasana menegangkan itu rusak saat suara perut (Name) berbunyi. Wajah si pelaku perlahan memerah malu. Rasanya dia mau mati saja.

"A-anu... Maaf..."

Entah pergi kemana sosok menyeramkan (Name) tadi. Sekarang dia terlihat seperti gadis bodoh biasa.

"Kalau begitu sampai jumpa!" Tak kuat menahan malu, (Name) berlari secepat yang dia bisa pergi menjauh dari Chigiri.

'Malu banget bangsaaaaaatt!! Aku tidak akan menunjukkan wajah di depan Chigiri lagi!'

Meninggalkan tanda tanya besar di kepala pemuda yang masih menatap punggung (Name) yang perlahan menghilang.

Mulai dari marga sang gadis yang tak seperti orang Jepang kebanyakan, sifatnya yang bisa berubah dalam waktu singkat, dan ucapannya yang membuat tidak nyaman.

Ketika (Name) ingin melangkahkan kaki keluar, handphone di kantung roknya berbunyi, menandakan ada pesan masuk dari seseorang.

Dia mengambil handphonenya dan melihat pesan yang masuk lewat notifikasi di layar.

"Loh, serius?" Tanyanya bingung ketika tau ternyata Anri lah orang yang mengirimnya pesan. Anri memberitahu (Name) kalau jatah sarapan, makan siang, bahkan malamnya sudah disediakan di ruang makan gedung itu.

Tunggu, bukankah ini artinya... Dia bisa dapat makan secara gratis? Jadi, (Name) tidak perlu berpikir dua kali tentang ini.

"Kak Anri baik banget, jadi makin cinta." Ucapnya senang sebelum berjalan menuju ruang makan. Tapi, langkahnya langsung terhenti ketika (Name) mengingat dia belum tau seluruh denah gedung ini.

Yah... Akhirnya dia perlu memakan waktu cukup lama menemukan tempat yang dicari. Dan begitu (Name) menemukan ruang makan dan membuka pintu di depannya, seluruh tubuhnya langsung kaku mengetahui ternyata disana ada banyak orang.

Dia menutup pintu secara paksa dan menelfon nomor seseorang di handphonenya.

"Kak Anri! Maksud kakak apa aku harus makan dengan laki-laki asing itu!" Seru (Name) panik. Ini sih lebih seperti kantin sekolah.

"Hehe, maaf (Name)-chan, tapi kakak mu yang mengusulkan hal seperti ini."

Tangan kanannya mengepal setelah tau bahwa Ego lah dalang dibalik hal ini. Ego pasti sengaja melakukan ini untuk mengerjainya, ya... Pasti.

"Ah, sudah dulu ya (Name)-chan, aku harus pergi. Selamat makan!"

Panggilan ditutup secara sepihak, membuat (Name) mencengkram handphonenya kuat-kuat.

"Ghaa- baka- ah, tunggu... Aku lupa kata umpatan bahasa Jepang." Tapi hal itu tidak menghentikannya untuk berteriak melampiaskan kekesalan. (Name) mengeluarkan umpatan dalam bahasa Korea.

"Aish, Shibal... Neomu shibal... Shibaloma... Gae saekki! Shibal saekkiya!"

Sudahlah, marah-marah tidak akan mengisi perutnya yang kosong. Jadi, setelah menghembuskan nafas panjang untuk meredakan amarahnya, (Name) kembali membuka pintu dan masuk ke ruang makan.

Sebisa mungkin mengabaikan beberapa tatapan yang tertuju kearahnya. Dia berjalan dengan ekspresi datar sambil mengambil jatah makan siangnya dan duduk di bangku yang kosong dan jauh dari keramaian.

'Harga diri ku kayaknya rendah banget, demi dapet makanan gratis aku harus menyatu dengan orang-orang disini...'

Tanpa (Name) sadari, tatapan yang awalnya tertuju ke wajahnya kini berpindah sedikit lebih kebawah. Lebih tepatnya kearah jatah makan milik (Name).

Apa-apaan itu? Ada gadis asing yang belum pernah terlihat sebelumnya tiba-tiba datang dan mendapat steak, salad, leci tea, bahkan potongan buah? Ketidakadilan macam apa itu! Ini kan bukan restoran!

Sedangkan (Name) sendiri menatap makanan miliknya. Dari banyaknya makanan enak, fokusnya tertuju pada sayuran yang ditaruh di mangkuk kecil.

Gawat, dia paling benci sayuran. Kenapa Ego tetap menaruh ini di nampannya?

"Ck, kakak sial."

Baru mendapat satu suap, (Name) dikejutkan oleh suara seseorang yang memanggil namanya dengan semangat disusul dengan derap langkah kaki yang mendekat.

"(Nameeeee)!"

"Ghuok-"

Diterjang oleh pelukan secara tiba-tiba dari arah samping membuat (Name) kaget bukan main. Ayolah, dia lagi santai makan. Bahkan dia sampai kehilangan keseimbangan dan nyaris terjatuh dari tempat duduknya.

Bukannya meminta maaf, si pelaku malah semakin memeluk (Name) erat dan bergelantungan di tubuh sang gadis layaknya koala.

"Hei bajingan! Maksudmu ap-" Emosinya tiba-tiba menghilang ketika melihat wajah pelaku. Suara tawa menganggu, gaya rambut yang unik dengan sedikit gradasi kuning di bagian dalamnya, serta tingkah yang menyebalkan ini...

"Loh... Meguru?"

Si pemuda tertawa senang karena ternyata (Name) masih mengingatnya, dan yang lebih penting dia tidak salah orang.

"Uwah! Sekarang kau wangi coklat! Aku semakin suka!" Tanpa rasa bersalah, dia menggesekkan pipinya di pipi (Name) gemas.

"Me-nying-kir." Pinta (Name) penuh penekanan disetiap kata. Tapi tentu saja tidak digubris oleh Bachira. Makanya (Name) mendorong wajah Bachira menjauh darinya.

"Kau selalu muncul dan menghilang secara tiba-tiba, ya." Ucap Bachira.

Dan tentu saja tingkah Bachira mengundang rasa penasaran teman-temannya. Mereka menghampiri Bachira yang masih nemplok di (Name).

"Bachira...? Kau mengenalnya?"

Si pemilik nama mengangguk semangat, tak memperdulikan hawa-hawa di sekeliling (Name) sudah tak mengenakan.

"Dia teman dekat ku saat SMP, namanya (Name)." Balas Bachira polos.

Merasa dia harus melakukan sesuatu, (Name) menghela nafas panjang. Padahal dia sudah sebisa mungkin untuk tidak memancing keributan, tapi ternyata sama saja.

"Yeon (Name), salam kenal." Ucap (Name) memperkenalkan diri secara singkat. Dia menyadari ada dua laki-laki yang sudah ia kenal, tapi dia memilih untuk diam.

Siapa sangka gadis yang lima menit sebelumnya menjadi pusat perhatian ternyata adalah kenalan Bachira? Terlalu diluar nalar. Mereka tidak pernah mengira Bachira memiliki teman perempuan secantik ini.

"Serius Bachira!? Dia teman mu!?"

"Yeon... Marga yang ane- unik."

(Name) masih sibuk mencoba melepaskan diri dari Bachira. Bayangkan, kalian di tempeli oleh laki-laki yang lebih tinggi dari kalian. Apa tidak emosi.

"Kau merusak rambut ku! Sialan!" Seru (Name) yang emosinya hampir melewati batas.

Teringat sesuatu, (Name) melirik beberapa laki-laki yang ada di depannya.

"Mulai sekarang kalian akan sering melihat ku disini, karena kedatangan ku memang untuk melihat kalian..." Perkataan (Name) terhenti, dia kembali memasang senyum tipis yang tak bisa diartikan.

"Melihat kami?" Beo Bachira.

"Ya, melihat kalian depresi."







Tbc

❣️Buabye

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top