somebody called 'muse'
--oOo--
Warning: canon x oc, joker game modern & college au.
Joker Game by Koji Yanagi
Story by Akabane Yu
Swanscollab by Swanrovstte_11
happy reading, my dear readers!
--oOo--
Gadis bermahkota kehitaman itu mengerang pelan sesampainya di foodcourt kampus yang hampir dipenuhi dengan mahasiswa dari berbagai jurusan bahkan fakultas. Akabane Yu, nama gadis yang kini meneguk air dari tumbler miliknya di hadapan pria dengan potongan poni yang sedikit acak-acakan dan cepak. Usai mengusap bekas air dari sudut bibirnya, pandangan jengah dia layangkan pada si pria yang terus bersiul dan melambaikan tangan dengan 'ramah', mengundang beberapa gadis di meja sebelah untuk melirik ke arah bangku mereka.
"Berhenti menggoda mereka, Kaminaga. Mereka juga tidak tertarik padamu, tuh," ledek Yu dengan tawa yang tertahan kepada lawan bicaranya saat ini.
Pria bernama Izawa Kaminaga di hadapannya menoleh kemudian melipat tangannya di depan dada, menyunggingkan seringai memuakkan--setidaknya bagi Yu. Sang gadis memutar bola matanya dengan perasaan jengkel, seolah sudah malas dengan tingkah playboy sahabatnya.
"Ayolah, Yu-chan, jangan memadamkan semangatku. Aku juga ingin punya pacar seperti yang lain, kau tahu? Aku bertaruh, salah satu dari mereka akan datang meminta nomorku setelah ini."
Kibasan tangan menjadi respon Yu untuk perkataan Kaminaga yang penuh dengan kepercayaan diri. Jika boleh jujur, gadis itu juga sudah bosan dengan tingkah genit si pria. Namun, perkataan Kaminaga terbukti benar usai mereka berbincang ringan dan salah satu dari gadis yang sempat digoda Kaminaga datang untuk meminta nomor pria itu.
"Oh, tentu saja aku akan memberikannya. Hubungi aku nanti, ya. Tenang saja, gadis ini cuma temanku, kok," ujar pria bermarga Izawa itu pada gadis di sebelahnya dengan jemari gesit mengetikkan nomornya pada ponsel si gadis.
Yu melirik kedua insan itu dengan tatapan skeptis sebelum kemudian mengembuskan napas, sudah angkat tangan dengan kelakuan Kaminaga. Tanpa menghiraukan kedua orang yang kini sibuk bertukar nomor dan bercengkerama di hadapannya, Yu mengeluarkan sebuah buku sketsa dari tas selempang miliknya. Tangannya meraih kotak pensil kain berisi beberapa pensil dan alat gambar miliknya yang kemudian diserakkan begitu saja di permukaan meja.
"Mengerjakan sketsa rutinmu lagi?"
Kaminaga sudah memindahkan kursinya ke sebelah sahabatnya seusai berbincang dengan gadis yang meminta nomornya tadi. Yu melirik pria itu sejenak sebelum membalas dengan anggukan pelan sambil mengambil salah satu pensil andalannya. Iris hitam keabu-abuan milik si gadis mengamati sekeliling, seolah sedang mencermati setiap benda bahkan orang yang dilewati matanya, memilah objek mana yang akan dia tuangkan dalam bentuk sketsa di bukunya.
"Hah … Jadi anak seni itu merepotkan, ya? Satu bulan penuh harus menyetorkan sketsa dari objek di sekitar. Jika tidak sesuai … whop! Sketsanya akan dibuang, bahkan dirobek," celetuk Kaminaga selagi sahabatnya sibuk mencari objek gambar di sekitar mereka.
"Ya mau bagaimana lagi, ini sudah risiko yang kuambil saat aku memilih dan diterima di jurusan ini tahu."
Yu memutar bola matanya sebelum kembali menatap sekelilingnya. Pandangan gadis itu terhenti pada sosok pria dengan setelan kemeja putih dan celana kain berwarna cokelat yang sedang berbicara dengan pria paruh baya di meja yang agak jauh dari mereka.
"Hei, hei, Kaminaga," panggil Yu sambil menarik-narik lengan kemeja Kaminaga tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari pria yang dilihat tadi. "Kau 'kan kenal banyak orang. Apa kau tahu dia siapa?"
Iris kecokelatan milik Kaminaga mengikuti ke mana arah tatapan si gadis tertuju. Kerutan halus muncul di kening Kaminaga, alisnya nyaris bertaut, dan bibirnya mengerucut sedikit, seolah sedang mencari-cari nama pria yang dimaksud Yu di dalam memorinya.
"Oh! Dia, ya? Namanya Katsuhiko Miyoshi dari jurusan Hubungan Internasional. Kudengar dia punya hubungan yang cukup dekat dengan beberapa dosen seni karena sense of art yang dia punya lumayan tinggi," tutur Kaminaga sambil melirik Yu yang tidak henti-hentinya menatap pria bermarga Katsuhiko yang dimaksud dari tadi.
Bibir Kaminaga melengkung ke salah satu sisi atas bibirnya, membentuk seringai usil. Siku pria itu menyenggol bahu sobat gadisnya dengan raut muka yang sangat menyebalkan jika Yu mampu mengalihkan pandangannya dari Miyoshi.
"Kenapa? Tumben sekali. Tidak biasanya kau menanyakan soal pria kepadaku. Suka, ya?"
Demi apapun, saat Yu menoleh dan menemukan Kaminaga sibuk menaik-turunkan alisnya hanya untuk menggodanya, gadis itu sudah siap melayangkan pukulan pada rahang sobat karibnya. Namun, hal itu hanya terjadi dalam benaknya karena Yu lebih memilih tidak mengacuhkan Kaminaga.
"Berisik. Aku hanya berpikir dia cocok menjadi objek gambarku, begitu saja kok," timpal Yu seraya menggenggam pensilnya untuk kemudian menggambar sketsa wajah pria bernama Katsuhiko Miyoshi di meja seberang yang agak jauh dari mereka.
Guratan demi guratan garis tercipta dari pensil dalam genggaman. Bola mata bergerak dari gambar sketsa ke sosok figur pria tampan di seberang sana secara bergantian. Kaminaga yang tidak ingin memancing amarah sahabatnya yang sedang berkonsentrasi hanya melirik lewat bahu si gadis sambil menyesap kopi dalam paper cup miliknya.
Jantung gadis itu berpacu dengan detik jam tangan yang dia pakai. Siapa yang menyangka memandang dan mengambil orang tampan sebagai objek gambarnya akan memantik adrenalin dalam diri untuk menciptakan suatu karya yang diekspektasikan akan menjadi begitu indah. Cantik sepertinya, batin Yu meraung dalam hati.
Yu berusaha keras menangkap setiap sudut dan figur pria yang ada di seberang mejanya. Mata bulat tapi memiliki tatapan yang tegas dan tajam, bulu mata yang lentik menaunginya, hidung mancung, bibir yang terus bergerak membentuk garis apik nan manis saat terkatup, dagu yang lancip, dan rambut yang ditata begitu rapi hingga mengekspos hampir keseluruhan dahinya. Tampan. Hanya itu kata-kata yang dapat Yu pikirkan walaupun keelokan Miyoshi tidak bisa dia gambarkan hanya dengan kata-kata kosong.
'Ah, apa ini yang dinamakan 'menemukan muse'?'
Yu mengingat kembali saat dosen kesenian menugaskan mahasiswanya untuk melatih kemampuan dasar mereka dalam membuat sketsa pertama kali. Dia dan teman-temannya dibebaskan untuk mengambil objek yang ingin digambar, baik itu benda mati maupun makhluk hidup. Beliau adalah dosen yang cukup tegas sehingga membuat beliau merasa terkesan merupakan hal yang cukup sulit dilakukan. Berkali-kali dosen tersebut merobek atau pun membuang sketsa yang dikumpulkan beberapa mahasiswa dengan alasan 'tidak memiliki jiwa' atau 'tidak memiliki emosi'.
Kala itu, Yu sudah pernah mengalami beberapa sketsanya dirobek tepat di depan matanya. Yang dapat gadis itu lakukan hanya menangis dan mencurahkan kesedihannya pada si sobat setia, Izawa Kaminaga. Namun, dalam lubuk hatinya, Yu juga merasa cukup bersalah karena dia sendiri juga mengerjakan sketsanya dengan asal-asalan. Asal mengambil objek, menggambarnya dengan ogah-ogahan tanpa menyalurkan empati dan perasaannya di dalam gambar yang dia buat.
Ada suatu waktu di mana seorang artist mendapatkan atau menemukan inspirasi yang begitu besar yang membuat adrenalinnya terpacu ketika memikirkan dan memandang suatu objek tertentu. Objek yang menjadi sumber inspirasi dari ide kreatif para pelukis dan pengerja seni lainnya. Namun, di beberapa hari usai penilaian mingguan dari sang dosen, Yu belum juga mencicipi perasaan menggebu-gebu dalam pengerjaan sketsa miliknya.
Hingga hari ini pun tiba, tepat di mana Yu mendapati pandangan matanya terhenti pada sosok rupawan Katsuhiko Miyoshi yang datang ke fakultas kesenian untuk berbincang dengan salah satu dosen seni di sini. Hati gadis itu seolah ditarik, matanya seakan dipaksa memandang, batinnya bagai diminta mendambakan paras elok seorang Katsuhiko Miyoshi. Di titik itu, Akabane Yu menyadari bahwa dirinya menemukan muse yang selama ini dia cari-cari dalam sosok Katsuhiko Miyoshi.
Kaminaga melihat betapa gigih sahabatnya dalam membuat sketsa wajah Miyoshi. Berkali-kali ia menahan tawa saat mendengar geraman Yu tatkala beberapa orang sibuk berlalu-lalang di depan mereka, menutupi pandangan gadis itu pada objek gambarnya. Lucu sekali, pikir Kaminaga. Ini adalah kali pertama pria itu menyaksikan bagaimana mata sahabatnya berkobar karena ambisi pada seorang pria yang bahkan belum pernah berkenalan dengannya.
'Yah, walaupun hanya sebatas objek gambar, siapa tahu sahabatku ini melepas masa lajangnya di kesempatan ini, 'kan?' batin Kaminaga sambil mendengkus geli dengan pikirannya sendiri.
Si gadis sudah tidak lagi memandang paras Miyoshi dan sibuk melakukan tahap akhir pada karyanya. Guratan kasar dari pensil masih asyik menari di atas kertas, menambahkan beberapa detail arsiran untuk menambah volume dan menegaskan gambarnya.
"Ah, tidakkah kurang sopan menjadikan seseorang sebagai objek seni tanpa meminta izin terlebih dulu? Aku sampai merinding karena merasa ditatap terus menerus dari samping. Kau tidak khawatir dipanggil maniak, ya?"
Suara halus tapi menyimpan bisa menyapa gendang telinga Yu. Sedari tadi dia tidak menyadari bahwa Kaminaga sudah menepuk bahunya berkali-kali untuk memberikan kode bahwa Katsuhiko Miyoshi berjalan ke arah meja mereka berdua. Salah satu alis Yu naik ke atas sebelum kemudian rona merah muncul di wajahnya. Oh, sial. Sepertinya gadis itu tertangkap basah menggambar wajah orang tanpa izin.
"Maafkan aku."
Hanya permintaan maaf yang dapat Yu ucapkan tanpa bertele-tele lebih jauh. Pasalnya, mau mengelak bagaimana lagi jika sudah ketahuan seperti ini. Gadis itu menghela napas pelan dan hendak membereskan kembali alat gambarnya yang berserakan serta buku sketsanya. Namun, belum sempat buku itu tertutup, jemari Miyoshi sudah lebih dulu menahan lembarannya untuk tetap terbuka.
Netra kecokelatan milik pria itu menatap lurus seolah menilai karya yang dihasilkan oleh Yu. Si gadis sendiri sudah berkeringat dingin karena dia belum siap dengan kritik pedas yang akan dilontarkan oleh pria yang katanya memiliki indra perasa estetika yang tinggi ini.
Di luar dugaan, Miyoshi menyunggingkan seringai remeh, tapi sorot matanya memandang sketsa yang Yu buat dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi. Hingga bibir tipisnya kembali terbuka, mengeluarkan kata-kata yang membuat si gadis tersenyum canggung.
"Hee, tidak buruk juga bagaimana kau menggambar wajahku dari sudut ini. Kumaafkan kelakuanmu kali ini karena aku terlihat tampan di sini. Lain kali, mintalah izin lebih dulu karena sepertinya aku akan dengan senang hati menerima tawaran sebagai objek gambarmu."
Sial, sebenarnya pria itu lebih baik diam daripada membuka mulutnya hanya untuk melontarkan ucapan narsis lainnya.
--oOo--
おわり
Words count: 1519 words.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top