๐ŸŒน02. Ikatan di atas Kertas ๐ŸŒน

๐‘ด๐’‚๐’๐’†๐’Ž ๐’•๐’†๐’Ž๐’‚๐’๐’”, ๐‘น๐’‚๐’Š๐’ ๐’ƒ๐’‚๐’๐’Š๐’Œ ๐’๐’‚๐’ˆ๐’Š ๐’…๐’๐’๐’ˆ ...
๐’…๐’Š๐’•๐’†๐’Ž๐’†๐’๐’Š๐’ ๐‘ด๐’‚๐’” ๐‘จ๐’“๐’†๐’” ๐’…๐’–๐’๐’– ๐’š๐’‚ ๐’Ž๐’‚๐’๐’†๐’Ž ๐’Š๐’๐’Š. ๐‘บ๐’†๐’Ž๐’๐’ˆ๐’‚ ๐’”๐’š๐’–๐’Œ๐’‚๐’‚๐’Œ๐’Œ, ๐’”๐’†๐’‘๐’†๐’“๐’•๐’Š ๐’”๐’š๐’–๐’Œ๐’‚๐’Œ๐’๐’š๐’‚ ๐’‚๐’Œ๐’–๐’‰๐’‰ ๐’”๐’‚๐’Ž๐’‚ ๐’Œ๐’‚๐’Ž๐’–๐’–๐’‰ ... ๐’Š๐’š๐’‚ ๐’Œ๐’‚๐’Ž๐’–๐’–๐’‰๐’‰

#๐’†๐’‚๐’‚๐’Œ๐’Œ ... #๐’‚๐’๐’‚๐’Š
๐Ÿฅฐ๐Ÿฅฐ

"Jadi akhirnya istriku ingat pulang? Ke mana aja 4 hari ngilang nggak ingat sama anak?" suara ketus Ramon menyambut Venus yang baru saja memasuki pintu rumahnya.

Venus meletakkan tas ranselnya di lantai. "Istri yang mana? Nggak ingat udah mulangin aku 3 kali ke rumah orang tuaku?" Venus langsung menjawab pertanyaan Ramon tanpa rasa takut.

"Jadi kamu sudah nggak ada hormat-hormatnya kepada suamimu?"

"Cukup, ya, Mas. Meskipun kita serumah tapi kita punya tempat masing masing. Aku sama anak-anak dan kamu di atas garasi sama adekmu. Kurasa semuanya udah jelas dan nggak perlu diungkit-ungkit lagi. Kita bukan suami istri."

"Kita masih suami istri secara hukum." Ramon tidak terima.

"Mas sudah, kita sama-sama tahu kalau keberadaan kita di rumah ini hanya untuk anak-anak. Ikatan kita hanyalah ikatan di atas kertas yang nggak bisa diperbaiki. Lakuin aja lah apa yang kamu mau dan nggak usah meributkan hal yang nggak penting." Venus berlalu ke kamarnya setelah menjinjing kembali tasnya.

Venus pulang ke rumahnya setelah 4 hari berpisah dengan anak-anaknya. Kerinduan di hatinya terpuaskan saat dia bisa memeluk Nora dan Krista. Nora si sulung yang berpikiran kritis dan banyak bicara sementara Krista lebih pendiam. Keduanya sama-sama pintar sehingga Venus merasa harus memberikan pendidikan di sekolah yang menurutnya bagus. Menurut Venus sekolah dengan pembatasan jumlah siswa dalam kelas adalah yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Venus mendengar suara gawainya ketika sedang menunggui kedua buah hatinya makan.

"Dik, aku sudah sampai di Lahat. Maaf baru mengabari karena tadi langsung meninjau lokasi tambang. Sudah kangen kamu."

Venus tersenyum mendapati pesan dari Ares. Ini adalah Ares yang berbeda baginya. Sebelumnya Ares tidak pernah begitu, tetapi Venus bersyukur dengan perubahan itu. Setidaknya dia mengetahui kabar suaminya itu dan tidak bertanya-tanya dalam hati apa yang dia lakukan nun jauh di sana.

"Nggak papa, Res. Tumben mengabari, biasanya langsung lupa kalau sudah jauh begini."

Venus mengirimkan pesan itu, mencoba mencari tahu jawaban Ares. Dia tidak berharap banyak Ares akan menjawab pesannya karena bisa saja yang Ares lakukan tadi adalah sebuah kekhilafan. Lagipula Venus tahu sekali bahwa Ares adalah pria sibuk yang tidak akan mau berkirim pesan untuk waktu yang lama.

Pintu depan rumahnya terbuka, Venus melirik anak-anaknya yang sudah berlari ke depan dan menghambur ke pelukan Hani. Hani adalah teman baik Venus yang telah sukses membantunya pergi untuk menikah dengan Ares. Venus bangkit dari duduknya dan memeluk Hani sekilas dan saling mencium pipi.

"Apa kabar, pengantin baru?" tanya Hani dalam bisikan yang mampu membuat Venus tersenyum.

"Harus, ya, nanya seperti itu?" Venus balik bertanya. Hani tergelak dan masuk seraya menuntun Nora dan Krista hingga ke ruang tengah. Kedua anak Venus kembali makan sementara Hani duduk di dekat Venus setelah mengelus kepala Nora dan Krista.

Venus dapat melihat kedekatan kedua anaknya pada Hani. Anak-anak yang biasanya begitu susah dekat dengan orang lain, tetapi Hani mampu mendekati mereka berdua sejak pertemuan pertama. Hanya bermodal sebuah cerita, Hani memikat hati Nora dan Krista hingga keduanya memiliki kedekatan yang sudah seperti keluarga.

Masih jelas terekam jelas dalam ingatan Venus hari ketika dia pergi dari kota ini ke Surabaya untuk menikah. Setelah melewati perdebatan yang cukup panjang, Ares menetapkan hari pernikahan mereka sementara Venus pusing tujuh keliling mencari cara supaya bisa pergi. Suatu kebetulan yang cukup menguntungkan, orang tua Ramon datang dan mengatakan akan menginap selama seminggu.

Hani datang ke rumah dengan alasan menjemputnya karena ada acara di Surabaya. Entah karena kenal dekat dengan Hani atau karena alasan lain, mertuanya mengizinkannya pergi tanpa bertanya banyak hal. Sambil menunggunya, Hani terlibat percakapan dengan ibu Ramon yang masih bisa didengar baik oleh Venus dari dalam kamarnya.

"Ada acara apa di Surabaya, Mbak Hani?" tanya ibu Ramon.

"Hanya zumba party, Bu. Dua hari dan kebetulan saya diundang ke sana," jawab Hani kalem.

"Yang instruktur kan Mbak Hani, kenapa Venus ikut juga?" Ibu Ramon masih penasaran.

"Saya kebetulan punya tiket untuk acara itu dan tidak ada yang pakai, Bu. Kebetulan Venus suka zumba jadi ya saya berikan untuknya."

"Berapa hari acaranya, Mbak Hani?"

"Hanya sehari, Bu. Tapi sebelumnya kami mau jalan dulu. Biasalah anak muda," jelas Hani.

"Ya sudah, saya titip jagain Venus, ya, Mbak. Dia itu sudah lama nggak pernah keluar," pinta ibu Ramon.

"Iya, Bu."

Percakapan antara Hani dan ibu mertua Venus terhenti ketika Venus keluar dari kamarnya. Dia memberitahu mertuanya kalau semua makanan anak-anaknya ada di kulkas lengkap dengan cemilan mereka. Setelah berpamitan pada kedua anaknya, Venus pergi berboncengan dengan Hani membawa satu tas ransel berukuran sedang.

Sesampainya di rumah Hani ada Wahyu, teman Ares yang sudah menunggu. Tanpa masuk ke rumah Hani,Venus langsung pergi ke Surabaya bersama Wahyu. Tidak ada kata yang bisa Venus ucapkan selain terima kasih kepada temannya itu. Hani hanya tersenyum dan mengatakan supaya dia bahagia.

Venus menarik napas panjang, pergi ke dapur dan mengambil segelas air putih untuk Hani. Temannya yang hanya meminta air putih dalam setiap kunjungannya dan tidak pernah mau makan apa pun meski Venus menawarkan apa yang ada di rumah.

"Ven ...," Hani memukul pelan lengan Venus. "Ngelamunin apa, sih, dari tadi dipanggilin nggak nyaut?" tanya Hani. "Ingat yang kemarin malam, ya?"

Venus tersenyum malu mendengar pertanyaan Hani. "Nggak usah mikir macam-macam," ujarnya.

Hani mendekat pada Venus."Aku nggak mikir macam-macam, kali, Ven. Pikiranku cuma semacam."

Venus mencubit gemas lengan Hani. "Kebiasaan kamu itu, sukanya godain aku," omel Venus.

Hani mengaduh kesakitan sembari mengelus lengannya. "Sakit, Ven. Mentang-mentang abis nikah, sekarang mulai kade erte sama aku," keluh Hani cengengesan.

"Jangan mulai, Han. Kebiasaanmu godain orang itu, loh, kenapa nggak bisa ilang?"

"Kalau nggak rame ya bukan aku, kali, Ven," kata Hani Santai.

Venus tertawa pelan dan meraih gawainya yang berbunyi. Dia melihat siapa yang mengirim pesan untuknya. Senyumnya tersungging membaca pesan yang baru saja dia terima. Hatinya berbunga dan sempat melirik kedua anaknya yang masih menikmati makannya.

"Jangan mengungkit yang sudah-sudah, Dik. Aku sedang berusaha memperbaiki diri dan lebih memperhatikanmu. Nggak ingin kejadian lama terulang lagi. Jangan telat makan, ya. Jaga dirimu baik-baik."

Sebuah tepukan di bahu menyadarkan Venus dari lamunan. "Ciye ... yang di-chat suami," goda Hani.

"Sudah, deh. Nggak usah godain aku terus." Venus menggerutu dan segera menutup mulut saat Ramon masuk rumah dan langsung ke ruang tengah.

Ramon berjalan pelan-pelan dan meletakkan kantong plastik berisi beberapa bungkusan dan kerupuk. "Loh, ada Mbak Hani. Sudah lama, Mbak?" Ramon menyapa Hani dengan senyum terkembang ramah.

Hani membalas senyum Ramon dan bergeser lebih dekat pada Venus supaya Ramon duduk tidak terlalu dekat dengannya. "Sudah tadi, Mas. Sampean (kamu) dari mana?" tanya Hani tak kalah ramahnya.

"Ini, loh, Mbak, beli rujak. Mau nyuruh Venus juga pasti nggak mau. Apalagi habis jalan-jalan dan masakin anaknya, alasannya pasti capek," ujar Ramon tanpa sungkan.

Hani merasa tidak enak. "Halah, Mas, nyuruh aku kan sama saja, tadi aku sekalian lewat tukang rujak itu, kenapa nggak chat aku aja?" Hani mencoba mencairkan suasana.

"Nggak tau kalau mau ke sini, sih. Lagian Mbak Hani nggak bilang-bilang kalau mau ke sini."

"Walaupun ke sini tetep nggak pantes kalau kamu minta tolong dia, Mas," sela Venus.

"Kamu kok bilang gitu, sudah ambilkan piring di belakang, kita makan bareng-bareng," titah Ramon yang langsung dikerjakan oleh Venus.

Bertiga mereka makan rujak yang dibeli oleh Ramon. Sesekali Ramon bercerita tentang pekerjaannya yang hanya didiamkan oleh Venus. Bukannya tidak menghormati Ramon, tetapi sejujurnya Venus tidak mengerti tentang pekerjaan yang dilakukan oleh papa anak-anaknya itu. Hani yang terus mengalihkan pembicaraan membuat Venus sadar dan mengerti kalau temannya itu tahu lebih banyak dari yang dia ceritakan.

Hubungan apa kea gitu tuh. Ikut syedih bacanya. Hyukk komen pliss ๐Ÿฅฐ๐Ÿฅฐ

Love, Rainโค

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top