5 - The Mannequin

Manekin

.

.


Para member BTS melewati malam dengan gelak tawa yang meriah, meski sedikit diwarnai kemuraman wajah Hoseok yang sepertinya masih tidak bisa melupakan tikus besar yang merampas pagi cerianya. Setelah pulang dari kantor agensi bersama Namjoon dan Yoongi, dia memutuskan untuk memburu tikus itu lagi, dengan menggeledah seluruh sudut ruangan sampai memindahkan perabot besar seperti kulkas dan lemari―tetapi tetap saja hasilnya nihil. Tikusnya tidak ketemu, dan tubuhnya jadi bau debu.

Sementara Seokjin yang sudah terlalu lelah menghadapi keluhan tak berbukti Hoseok, pada akhirnya memutuskan untuk menggelar makan malam mewah untuk melupakan penat sejenak, sekaligus sebagai pesta akhir sebelum hari-hari mereka disibukkan dengan tur konser terakhir dan segala macam persiapan comeback.

Dan, sekarang, ketujuh member sudah mulai pulih dari tekanan yang beberapa waktu ini melanda. Duduk mengitari meja makan persegi yang berada di tengah-tengah dapur, tawa mereka santer terdengar hingga luar, tak menutup kemungkinan telinga tetangga yang mendengar kikik geli serta teriakan-teriakan konyol dari balik jendela.

Jimin yang mendapatkan kembali percaya dirinya setelah mengalami perbincangan dengan Jungkook telah menghabiskan separuh mangkuk sundae, dan menjadi yang paling keras tertawa mendengar komentar Taehyung tentang phobia Hoseok. Taehyung bilang, untuk pria dewasa seumurnya, mental Hoseok setingkat dengan gadis remaja yang baru lulus SMP.

Sementara Hoseok yang duduk di depannya langsung sebal saat mendengar kekehan Jimin yang begitu merendahkan. Bibirnya tertarik ke bawah ketika dia menyela.

“Hei, Jim,” katanya dengan tajam, “Berhenti tertawa. Tidak ingat kemarin kau hampir pingsan di ruang latihan karena mengira penjahat itu akan menculikmu?”

Kedua mata bulan sabit Jimin tiba-tiba luruh. Pipinya langsung memerah dan emosinya sedikit tersentil. Dengan mencebik, ia menjawab sarkas. “Ya, memang aku penakut,” katanya, “tapi semua orang tahu kalau stalker gila masih lebih layak untuk ditakuti daripada seekor tikus.”

Semua tertawa mendengarnya, tetapi Hoseok yang sudah berang dan berencana melempar serbet ke muka Jimin harus urung sebab Namjoon tiba-tiba berdiri dari kursinya, hendak mengalihkan pembicaraan sekaligus menghentikan percikan amarah Hoseok yang siap meledak. “Sudah hentikan kalian berdua. Kini giliranku bicara,” selanya dengan nada penting yang dibuat-buat.

Masih terdengar gumam kekehan dari para member, namun Namjoon tidak memedulikannya.

“Besok Hyung-nim bersama staf teknis acara akan memberikan pengarahan tentang konser terakhir kita,” kata Namjoon, memandang sekeliling meja makan dengan tatapan kebapakan,. “Selepas pengarahan, kita juga akan berdiskusi jadwal persiapan photoshoot dan proses shooting untuk comeback. Karena sepertinya akan makan waktu seharian penuh, jadi sebaiknya malam ini kita langsung tidur. Hyung-nim akan menjemput kita jam enam pagi.”

Gelak tawa mereda, tetapi segera disusul desahan kecewa yang keluar dari mulut Jungkook. Jelas merugi karena rencana begadang main game-nya harus ditunda. “Ah, enggak asyik,” erangnya, yang membuat Taehyung di sebelahnya juga membalas keluhan Jungkook dengan decakan persetujuan, sebab baru sore tadi keduanya berjanji akan bermain bersama.

“Bang PD-nim bilang kepadaku, beliau sempat cekcok dengan unit acara soal ini,” imbuh Namjoon, tak menggubris cebikan mulut Jungkook di seberang meja. “Katanya, properti yang dijadwal akan selesai tengah bulan ini malah tertunda.”

Namjoon baru hendak melanjutkan ketika melihat mulut Seokjin di seberang meja sudah membuka, kentara ingin menyela dan bertanya. “Dengan menyesal,” kata Namjoon, menekankan bahwa dia tak mau omongannya diinterupsi, “aku harus mengatakan juga kalau keterlambatan persiapan comeback kali ini bukan hanya disebabkan oleh pihak properti, tetapi sayangnya―seperti kata Bang PD-nim―kita mengalami sedikit gangguan tak terduga karena masalah kemarin.”

Hoseok yang cukup tahu diri untuk tidak meneruskan kemarahannya kepada Jimin menghela napas berat.

“Pengusutan pada kasus pembobolan itu mengacaukan jadwal kita,” kata Hoseok, selagi mengusak rambut di bagian belakang kepalanya dengan frustasi. “Kita kehilangan jadwal penting untuk latihan, rekaman, rapat, serta harus kembali menenangkan diri setelah dihadang oleh ancaman mengerikan itu.”

Jimin merasa bersalah. Dia adalah yang paling terbebani akibat kasus pembobolan di malam itu, yang berarti dirinya merupakan salah satu alasan tak terelakkan mengapa agensinya mengalami kerugian waktu yang parah seperti ini.

“Benar sekali. Si keparat itu …,” tukas Yoongi, disambut sentakan napas berat dan decakan sebal dari yang lain, “Kudengar banyak staf di agensi yang sudah tahu masalah ini, tapi aku tidak tahu apakah rumor sudah menyebar sampai ke telinga para traini―bisa gawat kalau mereka tahu… tinggal tunggu waktu sampai media meledak, lalu setiap aktivitas kita jadi bahan para wartawan yang mengendus berita seperti anjing kelaparan. Tak menutup kemungkinan para penggemar akan semakin gencar membuntuti kita karena khawatir… dan akhirnya, proyek comeback yang selama ini mati-matian kita tutupi akan terbongkar.”

Seperti disihir, ruangan mendadak sunyi ketika Yoongi menuturkan hal itu. Kengerian melingkupi meja makan. Semua mata menatap Yoongi dengan sorot kepuasan yang suram. Kesukesesan comeback adalah tujuan mereka saat ini, tak boleh ada pihak lain yang seenaknya mengendus aktivitas mereka tanpa ijin, sekalipun itu kerabat terdekat atau keluarga. Jelas, rumor tentang insiden pembobolan itu akan menjadi penghambat nomor satu dalam rencana comeback mereka.

“Tetapi,” celetuk Seokjin di tengah-tengah keheningan. “Seandainya berita insiden itu menyebar, kita tetap harus menyikapinya seakan-akan peristiwa itu tak pernah terjadi.”

“Kurasa di sinilah kita harus waspada,” timpal Taehyung yang duduk di meja paling ujung dengan mulut penuh roti selai. “Masih ada konser terakhir sebelum kita menyibukkan diri untuk persiapan comeback. Selama waktu yang tersisa ini, kita bisa meyakinkan publik―lewat Vlive, fancafe, atau twitter... upload segala hal yang menyenangkan, buat mereka percaya kalau kita baik-baik saja. Siapa yang masih bisa cekikikan senang saat rumahnya baru saja dibobol, bukan? Jadi menurutku, sekalipun berita itu muncul, media tak akan mengambil serius.”

Semua member terdiam menatap Taehyung, berpikir gagasan yang diberikannya cukup memuaskan hati, meskipun tidak bisa dipungkiri apabila sebetulnya penyangkalan bahwa mereka baik-baik saja kurang tepat. Tetapi, adakah hal lebih baik yang bisa dilakukan selain berpura-pura semuanya baik-baik saja? Dunia mereka telah dihimpit oleh risiko menjadi artis dan mereka tidak boleh membiarkan publik melihat ketragisan apa yang mereka alami.

“Seokjin-hyung dan Taehyung-ie benar. Kita hanya perlu bersikap seperti biasa―” kata Yoongi, cepat-cepat mencairkan kemuraman suasana, sementara dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku celana ketika melihat apa yang tengah dilakukan Jungkook, “―ah tidak,” katanya, berpikir-pikir. “Sedikit berlebihan boleh juga. Kita bisa berbagi hal-hal seru dalam aktivitas kita. Kumulai dengan meng-upload foto Jungkook yang sedang ngupil… tak sabar lihat reaksi para penggemar.”

Hyung! Oh, sialan!” Jungkook berteriak murka, selagi jari telunjuknya cepat-cepat dicabut dari lubang hidungnya. Pemuda itu segera bangkit dari kursi dan melempar diri ke arah Yoongi, hendak merebut ponselnya. “Jangan sebar foto aibku, Hyung!”

Yoongi hanya terkekeh dan memasang tampang bodoh. Sementara mereka berdua saling berebut, malam pada saat itu kembali penuh dengan ledakan tawa dari para member yang menonton komedi gratis antara Jungkook dan Yoongi.

-oOo-

Rasanya, baru saja Jimin membaringkan tubuhnya di atas kasur untuk istirahat, ketika Seokjin tahu-tahu muncul di dalam kamar sambil mengguncang tubuhnya.

“Jim, ayo bangun. Cuci muka dan sarapan, sebentar lagi kita berangkat.”

Jimin menyeret dirinya untuk duduk dan mencari-cari ponsel untuk mengecek jam, sementara Seokjin beringsut ke kasur di sebelahnya, membangunkan Jungkook yang bergumam-gumam tak jelas dalam tidurnya. Lalu di kaki tempat tidur, dia melihat sosok berantakan muncul dari balik selimut yang kusut. Ternyata itu adalah Hoseok yang jatuh dari kasur sebab semalam Jungkook brutal sekali mengganggu tidurnya.

Mereka bertiga keluar dari kamar, turun ke bawah dan mendapati semua member yang tampaknya masih terlalu ngantuk untuk beraktivitas. Sebagian bersandar di sofa sambil menggelung tubuhnya seperti anak kucing, dengan mata sipit dan pipi bengkak dan masih belum sepenuhnya sadar. Hanya Seokjin dan Namjoon yang sudah kelihatan rapi sekali dan siap untuk pergi.

Seokjin memberikan dua potong roti bakar dan telur mata sapi di masing-masing piring yang tertata di meja, lalu segera menyuruh mereka untuk makan dan bersiap. Raut wajahnya kentara jengkel, karena dari enam member yang ada di depannya, hanya Namjoon dan Jimin yang patuh untuk ambil bagian di kursi meja makan.

“Sialan, aku tidak dibayar untuk mengurus bedebah pemalas seperti kalian!” cibirnya, menatap tajam pada Jungkook yang menyandarkan kepalanya pada bahu Taehyung dan mulai mendengkur. “Ayo cepat selesaikan sarapannya! Hyung-nim baru saja meneleponku dan bilang Mijin Noona sudah dalam perjalanan menjemput kita.”

Jimin yang sibuk mengunyah rotinya tahu-tahu menyahut, “Kita dijemput Mijin Noona?”

“Kebetulan Noona harus mengambil sesuatu di dekat sini. Sekalian menjemput kita, katanya,” jawab Jin, lalu mulai menghampiri para member yang bergelung malas di atas sofa dan mulai memukul mereka satu persatu, “Cepat mandi, keparat bau busuk!”

Pukul enam lebih lima, denting bel dibunyikan. Namjoon berlari ke depan untuk membukakan pintu. Selang beberapa saat, Mijin masuk dengan alis berkerut samar, sementara matanya sibuk menyapu seluruh penjuru ruangan. Wanita itu mengintai ruang tamu luas yang berseberangan dengan dapur, seakan-akan dorm itu adalah tempat penyimpanan obat-obatan ilegal dan dia adalah seorang penyelidik yang bertugas mengungkap konspirasi penjualan barang gelap.

Noona,” kata Namjoon, mendadak membuat Mijin terguncang karena kaget, “Kenapa pagi ini masam sekali?”

Wanita itu menggeleng. “Aku hanya khawatir kalau sesuatu yang buruk terjadi lagi di dorm ini,” katanya pelan, sembari sekali lagi memperhatikan meja dapur yang berantakan dan penuh sampah plastik. “Kalian ini tujuh laki-laki dewasa yang cerobohnya minta ampun, jorok pula,” cibirnya ketika memicingkan mata menangkap barisan semut keluar dari bungkus coklat batang.

“Itu ulah Yoongi Hyung semalam!” tepis Namjoon yang langsung menghampiri meja makan dan menyambar sejumlah plastik berserakan lalu menuangkannya dalam tempat sampah di sudut konter. Yoongi yang duduk di sofa dekat televisi tak mau berkomentar apa-apa dan memilih menyibukkan diri bermain ponsel.

Noona tidak perlu cemas soal kemanan kami,” kata Seokjin, mengingatkan Mijin pada inspeksinya. “Semua pintu masuk sudah dilengkapi sistem pengamanan. Alarm akan bunyi keras kalau ada seseorang yang berusaha masuk tanpa password.”

Mijin mengangkat alisnya, lalu tersenyum. “Usaha yang bagus,” katanya, “Kukira kalian akan sama membangkangnya seperti sapi-sapi yang pemalas.”

Mereka kemudian memutuskan untuk cepat berangkat. Semua melewati pintu dan memasuki mobil van berwarna hitam yang terparkir di depan pagar dorm. Mijin mengecek wajah-wajah yang duduk di bangku belakang sekali lagi sebelum menyalakan mesin mobil dan melaju pergi dari kawasan itu.

“Apa Sejin-hyung ada urusan sehingga tidak bisa menjemput kami pagi ini?” tanya Seokjin ketika mereka semua berada di tengah-tengah perjalanan.

Mijin masih memfokuskan pandangannya ke depan. “Tidak juga,” katanya. “Sejin-ssi sudah berada di ruang latihan sejak pukul lima pagi. Dia sedang membahas susunan acara bersama staf di sana. Sementara aku ada perlu dengan salah satu art director… harus mengambil rancangan gambar untuk keperluan promosi kalian di apartemennya, jadi kutawarkan diri untuk sekalian menjemput kalian.”

Kemudian, Mijin membelokkan mobilnya ke sebuah jalanan melandai turun yang biasanya tidak dilewati, dan menepikan mobilnya di tepi dekat pertokoan kecil yang bersebrangan dengan sebuah gedung apartemen. Dia menoleh ke jok belakang dan menumbukkan fokusnya pada wajah para member satu persatu.

“Aku minta kalian untuk menunggu di dalam mobil sebentar saja. Ada sesuatu yang harus kuurus di dalam sana,” katanya sambil menunjuk bangunan apartemen di balik kaca mobil, lalu berpaling pada Seokjin dan berkata, “Seokjin-aa, aku boleh minta kepercayaanmu untuk mengawasi mereka, kan?”

Seokjin mengangguk singkat, kemudian Mijin beringsut turun dari mobil.

Selewat beberapa saat setelah Mijin pergi, Seokjin mengintip suasana sepi di luar lewat jendela mobil yang tertutup, sementara yang lain sibuk dengan urusannya masing-masing. Taehyung tengah beradu bermain game ponsel bersama Jungkook yang duduk di sampingnya. Namjoon membaca buku, dan di bahunya ada kepala Jimin yang terkulai sementara anak itu membaca komik di aplikasi ponsel. Di dekat jendela bangku tengah ada Yoongi yang tidak memiliki aktivitas lain selain tidur. Sementara Hoseok yang duduk di samping bangku pengemudi menggerakkan kepalanya sesuai irama lagu yang didengar melalui earphone.

Menit pertama yang berlalu hening di dalam mobil tahu-tahu terpecah oleh suara Seokjin yang membangunkan atensi para member. Dia menyipitkan mata memperhatikan titik entah di luar mobil, seraya bergumam, “Hei, apa aku cuma salah lihat?”

Taehyung yang duduk di sebelahnya adalah yang pertama merapat ke jendela setelah mendengar Seokjin.

“Coba lihat gang kecil di dekat apartemen itu,” kata Seokjin sambil menekankan jemari telunjuknya ke salah satu titik di permukaan kaca. Taehyung mengikuti kemana jari itu menujuk.

Kecuali yang dilihatnya adalah salah, di dalam gang yang cukup suram oleh lingkup bayangan gedung apartemen, ada seorang perempuan duduk meringkuk di sisi tiang listrik di dalam gang yang membuat jantung Taeyung seperti jatuh ke perut ketika melihatnya. Yang membuatnya merasa terguncang bukan hanya penampilan lusuh perempuaan itu yang menggenakan dress selutut di tengah cuaca dingin begini, melainkan tatapannya yang mengarah pada mereka, kentara sedang menyeringai di balik rambut-rambut panjang yang terjurai menutup sebagian besar wajahnya.

“Apa dia sedang tersenyum sambil mengawasi kita?” tanya Seokjin dengan nada takut.

Tanpa disadari member yang lain sudah berkumpul di depan kaca mobil, dengan raut penasaran saling berebut melihat sosok yang dimaksud Seokjin. Taehyung berdecak kesal ketika kepala Jungkook menyinggung pipinya dengan kasar, membuat wajahnya terlempar ke belakang dan hampir menonjok hidung Seokjin.

“Hati-hati, Kook!”

Yoongi yang tertidur di pulas terbangun dengan kaget karena mendengar keributan para member.

“Itu manusia, 'kan?” tanya Hoseok, lebih kepada dirinya sendiri.

“Mana mungkin ada hantu di pagi hari begini!” sahut Jungkook, lalu beringsut mendekat sampai pipinya menempel di kaca, menyelidiki lebih jauh sosok yang dia lihat.

Sosok perempuan yang berjongkok di tepi gang itu hanya berjarak kira-kira tujuh meter dari tempat mobil mereka parkir.  Disembunyikan oleh bayang-bayang gedung tinggi yang memblok kilau cahaya pagi hari itu, dia lebih terlihat seperti makhluk aneh daripada manusia―saking kurusnya, ketika membungkuk badannya seperti lidi yang dibengkokkan, dan kepalanya … menghadap tepat ke depan, mengawasi mobil mereka, seakan-akan matanya bisa menembus melewati kaca jendela mobil yang gelap.

Dan, tiba-tiba saja Jungkook jadi ragu dengan ucapannya sendiri.

“Itu manusia bukan, sih?” tanyanya pelan.

“Dia punya kaki, kau lihatlah!” jawab Yoongi yang ikut mengawasi dengan perasaan tidak minat―atau begitulah mulanya, sampai ketika Yoongi mulai memperhatikan secara teliti dan menyadari bahwa sosok yang memandang mereka benar-benar tak bergerak seperti patung, detik berikutnya, dia sudah mulai merasa ngeri sebab senyum lebar yang terpatri di wajah gadis itu bahkan tak mengendur sedikitpun.

“Memangnya dia bisa melihat kita?” tanya Namjoon ketika menyadari bahwa kaca mobil mereka seharusnya tidak bisa tembus terlihat oleh orang yang berada di luar. Tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan Namjoon sebab situasi ini terlalu ganjil untuk diterima. Apabila objek pengawasannya bukanlah orang-orang yang berada di dalam mobil, apakah itu berarti dia berniat hendak mencuri mobil ini? Ataukah ada alasan lain yang cukup memungkinkan untuk menjelaskan tatapan mengerikan perempuan itu? Namjoon terlalu tenggelam dalam pemikirannya sampai kemudian menyadari bahwa orang di sampingnya sama sekali tak berbicara atau bergerak. Ketika berpaling ke samping, dia mendapati Jimin yang sudah mulai berkeringat di sekujur tubuhnya. Matanya melotot dan bibirnya bergetar seolah dia sedang kedinginan.

“Hei, Jim, kau baik-baik saja, ‘kan?” Namjoon menyentuh bahu Jimin hati-hati, lalu Jimin langsung tersentak luar biasa karena tepukan ringannya. Jimin melirik lelaki di sebelahnya itu, dan dalam sekejap Namjoon tahu ada yang tak beres dengannya. Jelas sekali, dia sedang ketakutan, dan alasannya tentu tak akan lepas dari ancaman pesan berdarah yang baru beberapa waktu lalu dia lihat di kamar mandi dorm. Yah, kecuali untuk rasa takut akan seseorang yang bisa merenggutmu kapan saja, Jimin tak akan berpikir dua kali untuk lari keluar dari mobil itu sekarang juga.

“Lebih baik kita tidak usah melihatnya lagi,” kata Taehyung, rupanya menyadari aura tegang yang merayap di bangku belakang. Dia menyikut pelan rusuk Seokjin dan menarik sejumput rambut Jungkook agar berhenti mengawasi sosok di balik jendela itu. “Ayolah, sepertinya perempuan itu gila! Lihat saja penampilannya yang aneh seperti itu,” imbuhnya.

Namjoon mau tak mau mengiyakan pendapat Taehyung, walau di dalam hatinya entah mengapa perasaan mengganjal itu masih tetap ada. Dia sadar bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk berspekulasi mengenai segala bentuk ketidakwajaran tentang sosok itu. Panik barangkali menyerang Jimin, sebab anak itu tampak ketakutan sekali, dan seharusnya Namjoon bisa bersikap lebih bijak untuk tidak memperparah situasi. “Ah, itu membuatku ngeri saja,” katanya, mencoba mencairkan suasana tegang di dalam mobil. “Orang itu kelewat menyeramkan, kukira tadi dia hantu yang―”

“PEREMPUAN ITU KEMARI!”

Pekikan Hoseok dari bangku depan membuat yang lain tersentak kaget. Taaehyung dan Seokjin yang berada paling dekat dengan jendela merapat untuk memastikan, dan kedua mata mereka langsung membola memberitahukan kebenarannya.

“Ce―cepat kunci pintunya!” perintah Yoongi pada siapapun yang dekat dengan pintu mobil. Semua member bergerak cepat untuk mengunci automatik dari dalam. Jimin yang kelabakan melihat situasi tampak sangat terguncang, hingga Namjoon yang duduk di tengah langsung dengan sigap mengambil alih tugasnya.

Sosok itu telah berdiri tegak dan melangkahkan kakinya menuju jalanan yang disinari jejak cahaya, dan ketika tungkai kurusnya menginjak aspal di tengah sinar keemasan itu, para member bergidik ngeri melihat kulit pucat-nyaris-kelabu yang seakan-akan terbalut ketat di daging tubuhnya. Dress selutut yang dipakainya tidak berwana putih bersih seperti seharusnya, seakan-akan waktu telah memakan dan memuntahkan kembali dress sejenis namun dengan sisa-sisa warna kuning gading yang mengerikan. Rambutnya terjurai lepek melebihi leher, dengan kontras warna belulang di wajahnya, dia tampak menyerupai manekin hidup dengan wajah jelek.

Pada mulanya dia berjalan dengan langkah berat, seakan melempar satu langkah saja terasa amat menyiksa di tubuhnya. Akan tetapi, semakin dekat dengan mobil, perempuan itu berjalan semakin cepat dan hampir berlari. Keadaan berubah kacau. Para member menjerit ketakutan sebab mereka menyamakan dirinya seperti korban yang terjebak di dalam mobil dan menunggu ajal disantap zombie. Seokjin megap-megap meminta pertolongan, Jimin gemetaran sampai wajahnya pucat pasi, lalu Hoseok sepertinya mau pingsan saat itu juga.

Dan, tepat ketika jarak perempuan itu hanya tinggal satu meter dari kaca jendela depan mobil, Mijin tahu-tahu muncul dari sisi jalan dan meraih tangan perempuan itu, menariknya dalam pelukan persahabatan erat yang begitu ganjil, serta mendorong sebagian member untuk bertindak sama tidak percayanya seperti apa yang mereka alami ketika melihat sosok itu untuk pertama kalinya.[]















a/n

Hello, vote and comments would be very, extremely, truly, honestly appreciated

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top