24 - The Portal

Jalan Masuk

.

.

.

Rasanya hampir tidak mungkin bila Taehyung telah berhasil sampai ke titik ini.

Dia tak menyangkal perasaan aneh yang bergelayut dibenaknya selama perjalanan berlangsung. Berkali-kali bertanya kepada dirinya apakah yang dilakukannya ini adalah suatu keputusan yang benar ataukah hanya kenekatan yang terlampau bodoh, atau barangkali keduanya. Sebab Taehyung juga tak mengerti mengapa dia melakukannya. Seakan-akan semua tindakannya berdasar naluri, tanpa sedikitpun rencana, karena dia benci melihat betapa lambatnya kepolisian dalam memecahkan masalah, sementara nyawa Jimin bergantung pada setiap detik yang mereka kerahkan untuk menetapkan sebuah pilihan.

Yangju telah di depan mata. Malam itu, Taehyung tengah berdiri beberapa meter dari sebuah pagar kawat raksasa yang berkilau oleh cahaya bulan. Sejenak dia bergeming, berpikir tentang berbagai cara yang bisa dilakukannya untuk menyelinap ke tempat di balik pagar. Memanjat adalah ide buruk, sebab bagian atas pagar itu dipenuhi oleh kawat-kawat panjang yang tajam. Jalan satu-satunya adalah mencari celah yang terbuka di antara pagar atau pintu gerbang yang barangkali gerendelnya bisa dirusaknya menggunakan batu.

Kegelisahan yang besar menggerogoti benaknya bagai serangga yang memangsa bangkai. Kendati malam tampak gelap gulita, tetapi angin dan lumpur sebanyak apapun tak membuat Taehyung urung diri untuk maju dan mencari jalan masuk. Dia susuri rerumputan dan ilalang tinggi yang basah, lewati plang peringatan berkarat yang tergantung hampir copot di salah satu sisi pagar. Kerikil bergemeletuk di bawah kakinya. Suhu dingin membuatnya mengkerut dalam gigil.

Pada kegelapan yang mengancam di depan matanya, Taehyung mendadak berpikir, apakah malam ini hidupnya akan habis dilalap oleh binatang liar, atau mati bersimbah darah di tangan penjahat. Ketakutan itu berusaha melawannya sehingga keberanian yang dia munculkan jauh-jauh menit sebelum ini tampak begitu konyol. Akankah dirinya berhasil menemukan Jimin? Dia tidak sempat memikirkan tentang perlawanan, sebab benaknya sudah dibutakan oleh amarah. Meski demikian, jauh di dalam hatinya, Taehyung yakin pihak kepolisian yang berada di dorm akan bergerak cepat mengepung wilayah ini, karena dia telah memaparkan alasan tentang kepergiannya lewat pesan yang dikirimnya kepada manajer Sejin.

Setelah beberapa saat, Taehyung berhenti berjalan. Dia bersandar di permukaan pagar dan menengadah memandang langit, berusaha memutuskan apa yang hendak dia lakukan saat tak kunjung menemukan celah untuk menyelinap masuk. Suara gesekan sayap jangkrik dan tiupan angin dingin yang berhembus melalui lubang-lubang kawat serasa menekannya dari berbagai sisi, membuatnya semakin diliputi rasa gelisah: Dia sendiri, dia benar-benar sendiri sekarang. Apa yang bisa membuatnya tetap tegar di tengah keterbatasan petunjuk yang ada?

Mustahil bila informasi yang didengatnya keliru, Taehyung meyakinkan dirinya. Tapi akan menjadi sangat bodoh baginya bila tidak mencari untuk memastikan tempat penyekapan Jimin. Sebab itulah Taehyung kembali berjalan, melangkah cepat-cepat sementara matanya jeli menjalajah batas di luar pagar; mencari petunjuk.

Padang rumput yang lebih liar dan tinggi terhampar luas di balik pagar kawat raksasa. Cahaya perak bulan berpendar membentang padang bagai permadani hijau yang dilapisi selimut kelabu. Berdiri lebih jauh lagi, pada satu titik yang sulit dijangkau oleh penglihatannya, keriap pepohonan besar berjejer layaknya barisan jari raksasa yang siap mencekal, menjulang di tengah kegelapan langit yang tanpa bintang;

Hutan.

Jantung Taehyung serasa ditarik ke bawah ketika dia ingat sepotong informasi yang keluar dari mulut si polisi berwajah cemberut.

"Yangju, tempat komplotan penjahat itu bersembunyi⸻di pedalaman hutan yang berbatasan dengan sungai ...."

Dekat.

Sudah dekat.

Kali ini, dengan luapan harapan yang besar, Taehyung melangkah lebih jauh. Seraya menggosok-gosok tangannya dia berlari cepat menyusuri pagar, membelah rumput liar setinggi betis dengan hentakan sepatunya. Sesekali dia terhuyung, menyeimbangkan tubuhnya di atas pijakan tanah. Rumput-rumput mulai menipis meski kegelapan di sekelilingnya tetap pekat. Tanpa sadar Taehyung telah hampir keluar dari portal semak belukar dan memasuki wilayah jalan setapak yang lenggang. Akan tetapi, belum sempat dia menginjakkan diri di luar batas ketika kakinya mendadak terjerat rumput. Tubuhnya limbung sebelum jatuh menghantam tanah dengan suara gedebuk keras.

Taehyung terengah dan megap-megap, merasakan jantungnya bertalu membentur rongga dadanya sampai-sampai membuatnya kesulitan bernapas. Dia mengeluarkan suara batuk menyeramkan saat tenggorokannya tersedak air liur. Satu dua detik, memandang tanah di depannya dengan mata yang berair. Tangannya meraba-raba sekitar. Dalam kegelapan dia merasakan tanah berlumpur, rumput yang basah serta dedaunan kering namun lembab. Taehyung baru saja hendak bangkit ketika tahu-tahu, dari kejauhan yang tampak dari sudut matanya, dua titik berkas cahaya lampu putih bersinar terang.

Ada sebuah mobil yang melaju mendekat.

Taehyung memutuskan untuk merebah di antara rerumputan tinggi dan menunggu. Suara gaung mesin mulai terdengar seiring kendaraan itu tiba. Seperti yang diduga, pengemudi mobil tidak menyadari keberadaannya dan hanya melintas melewatinya saja. Taehyung mengambil kesempatan saat mobil itu telah menjauh. Dia cepat-cepat bangkit, kemudian mengambil langkah lebar untuk mengejarnya.

Taehyung kerahkan seluruh kemampuannya untuk berlari sembari tetap menyembunyikan bayangnya dalam kegelapan malam. Suara angin dan gaung mesin mobil bergulung dalam telinganya, melebur di setiap tarikan napas berat dan derap langkah tergesa. Selama hidupnya, jantungnya tak pernah berdetak sekencang ini. Tak pernah sebegitu bergantungnya dengan nasib atas kenekatan yang dilakukannya. Taehyung punya alasan yang tidak bisa dijelaskan ketika melakukan aksi pengejaran ini. Malam yang kian larut, mobil di tengah kawasan berbahaya, Park Jimin yang menghilang. Ketiganya adalah dasar bukti yang menguatkan perkiraannya.

Mobil ini mungkin bisa mengantarnya sampai ke tempat Jimin.

Taehyung semakin tenggelam ke dalam pikiran melegakan itu sampai-sampai tak menyadari bahwa mobil itu mulai melambat, lalu sesaat kemudian mengeluarkan suara batuk knalpot sebelum benar-benar berhenti tepat di depan sebuah gerbang pintu kawat dua tingkap yang menjulang melawan langit. Sinar lampu sen berpendar di permukaannya bagai sorot lampu pentas, di mana pada sisi yang berbeda menimbulkan kengerian tak beralasan di tengkuk Taehyung. Dalam kebisuan yang mengisi benaknya, dia terhuyung-huyung beringsut ke dalam semak rerumputan yang lebih gelap, bersembunyi dari bayangan.

Pintu mobil tahu-tahu dijeblak terbuka. Seorang pria bertubuh jangkung keluar dari dalam mobil. Sinar lampu sen menyinari wajahnya ketika dia berputar melewati bagasi depan kendaraan dan maju ke sebuah gerbang kawat raksasa. Rambut hitamnya yang klimis berkilau oleh cahaya. Rahang pria itu tegas dengan tulang pipi yang tinggi. Alisnya agal tebal, dan meski pandangannya begitu keras dan tampak tidak ramah, akan tetapi pakaian yang dikenakannya membuat Taehyung berpikir dua kali untuk menghakimi identitasnya;

Itu adalah seragam seorang pastor.

Taehyung berpikir, akan sangat mustahil bila seorang pastor gereja berada di tempat mencurigakan seperti ini tanpa suatu sebab, kecuali jika informasi itu benar, dan dugaan Taehyung juga tidak keliru; pastor itu adalah orang jahat yang sedang menyamar.

Dia terus mengawasi seperti singa yang mengintip mangsa dari balik semak. Sang pastor mengeluarkan sesuatu dari balik saku jubahnya yang kelihatan seperti gelang logam berisi kunci-kunci. Pria itu tampak begitu panik. Taehyung sadari semua itu dari pergerakannya yang memilah-milah kunci dengan tangan bergetar. Dia menarik satu batang kunci, akan tetapi tangannya licin dan kunci itu tergelincir jatuh ke bawah ban mobil. Rutukan sumpah serapah lantang keluar bersamaan dengan sang pastor yang menendang-nendang kendaraannya seperti kesetanan. Kemarahan memancar dari diri pastor itu bagaikan api yang bergejolak.

Setelah mendapatkan kembali kuncinya, dia pergi menghadap gerbang dan menyibukkan diri membuka gerendel beserta rantai yang membelit lubang-lubang kawatnya. Taehyung menunggu dan menunggu. Rasa-rasanya waktu berjalan sangat lambat hanya untuk menanti gerbang tersebut terbuka. Dua menit telah berlalu ketika pada akhirnya bunyi benturan logam yang saling menggesek terdengar begitu nyaring.

Sang pria berseragam pastor mendorong pintu gerbang dengan seluruh kekuatan yang telah dia himpun. Tubuh jangkungnya terseret ke belakang saat dia melakukannya, seakan-akan logam berkarat di depannya tak mau bergerak mengikuti perintah. Gerbang tersebut hanya berhasil dibuka selebar rentangan tangan. Namun, sang pastor tidak kehilangan akal. Dia cepat-cepat masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, lalu tanpa diduga melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Taehyung tidak sempat berkedip saat melihat mobil itu menabrakkan diri ke gerbang kawat.

Kerlap-kerlip debu dan patahan logam berterbangan di udara ketika gerbang tersebut dihantam oleh bagian depan mobil. Satu sisi tingkapnya lepas dari engsel dan penyok. Sang pengemudi tampak tidak memberi perhatian apa-apa dan terus melajukan mobilnya, meninggalkan gerbang yang rusak dan Taehyung yang terpekur memandangi semua itu dalam kebisuan. Di dalam benaknya dia berpikir, barangkali pria itu mengalami puncak kegelisahan yang membuatnya bertingkah seperti sedang kesetanan.

Akan tetapi Taehyung memaksa dirinya untuk tidak memikirkan semua itu. Setelah melihat kesempatan terbuka lebar di depan matanya, dia tak menyia-nyiakannya lagi. Sembari berlari serta memeluk tubuhnya erat-erat menyusuri kegelapan, Taehyung berjalan masuk dan masuk terus ke dalam tempat di balik gerbang, tanpa punya bayangan di mana Jimin berada tapi yakin bahwa instingnya akan menemukannya.[]





























Don't hate me either for this short chap or late update.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top