1 - The Scribble
"In my eyes they are everything. But in their eyes, I'm just another fan in the crowd."
1 - CORETAN
-oOo-
.
.
Seoul, 20 Agustus.
"Kami bukanlah apa-apa tanpa para penggemar."
Kalimat itu meluncur dari mulut Jimin tatkala berbicara di depan kamera yang menyala. Selagi studio pemotretan dipenuhi hiruk pikuk keramaian para staf yang berlalu-lalang, Jimin berusaha bersikap santai dan tenang di hadapan mata publik meski sebetulnya sekujur tubuhnya terasa kaku. Dia menatap sekilas kamerawan di depannya yang memberinya tanda dengan gerakan jari bahwa kata-katanya telah terekam, lalu tersenyum lega saat mendapati sinar pencahayaan dari kamera telah mati. Wawancaranya telah usai, tepat saat Taehyung tahu-tahu datang dengan menerobos staf perias di belakang Jimin dan merangkul bahunya
"Ayo pulang, Jim," katanya, memberi pandangan lelah sembari menumpukan setengah berat tubuhnya pada Jimin. "Semuanya sudah di mobil, tinggal kita saja. Aku mau cepat-cepat mandi dan tidur."
"Benar, ayo kita pulang," kata Jimin dan dia nyengir. Setelah mengucapkan terima kasih pada kamerawan yang tersisa, mereka berdua menyusuri lorong studio gelap dan muncul di pintu keluar yang berbatasan langsung dengan area parkir. Jimin dan Taehyung masuk ke dalam van putih milik agensinya dan bergabung bersama member yang lain. Namjoon menyibukkan diri membaca berita di tablet, Yoongi tidur dengan mulut terbuka dan kepala bersandar di jendela, Seokjin dan Hoseok berbincang mengenai pilihan menu sarapan besok, sementara Jungkook memperhatikan Jimin dan Taehyung melewati ponsel di hadapannya sebelum menukas pada manajer Sejin di bangku kemudi, "Hyung-nim, ayo berangkat!"
Mesin mobil kemudian menyala dan mulai bergerak maju, semakin lama membawa mereka ke jalanan padat kendaraan, melintasi tol dan jajaran komplek tempat tinggal yang sudah hampir sepi sebab malam mulai larut. Hari itu adalah hari yang agak aneh. Di satu sisi perjalanan, udara begitu sejuk dan kering, dan saat berikutnya angin dingin berembus membawa benih-benih hujan yang menekan jendela mobil. Keadaan di dalam tampak damai dengan dengkuran lembut para member yang terlelap, sementara musik dialunkan untuk memecah hening suasana.
"Hei, Namjoon-aa," manajer Sejin tahu-tahu berujar di tengah perjalanan. Dia melirik dari kaca spion dan melihat Namjoon, satu-satunya yang masih terbangun dan duduk di bangku belakang menatap balik kepadanya. "Akhir-akhir ini banyak tindak kriminal yang terjadi di daerah tempat tinggal kalian. Berhati-hatilah, sebab kita tidak bisa terlalu mengandalkan mata-mata jalan. Pemerintah kota masih menggunakan cctv palsu untuk mengalihkan perhatian, tetapi tetap saja hal itu tidak menutup kemungkinan bahaya yang lain akan muncul. Karena itu, kusarankan kalian sebaiknya juga meningkatkan pengamanan di dorm." Manajer Sejin mengakhiri dengan agak cemas.
"Kenapa Hyung-nim tiba-tiba bicara begitu?" Namjoon menyahut dengan tampang tidak mengerti.
Sementara mobil berbelok ke sebuah gang lebar sepi yang diterangi cahaya redup lampu jalan, manajer Sejin membalas lesu, diiringi laju mobil yang mulai melambat dan akhirnya berhenti di lahan parkir rumah dengan derum lemah. "Tadi baru kudapatkan informasi bahwa semalam ada peristiwa penyerangan. Siswi SMA Wangdool dipukuli sampai babak belur oleh orang tak dikenal. Aku tak tahu apa masalahnya, tapi sebaiknya kalian waspada sebab kejadiannya tidak jauh dari sini."
Namjoon menegang di bangkunya, selagi member yang lain seperti Yoongi, yang mendadak bangun dan tampak bingung karena mobil tiba-tiba telah sampai di tempat tujuan, langsung bergegas turun dan meninggalkan percakapan itu. "Sampai jumpa besok, Hyung-nim!" katanya dengan nada linglung sebelum punggungnya menghilang ditelan keredupan lampu teras. Diikuti oleh member sisanya, mereka tampak tak mengacuhkan pembicaraan dan berlalu satu demi satu.
"Apakah dia ...?" mulut Namjoon tak berani untuk berkata lebih lanjut, seraya matanya berpindah-pindah mengawasi kepergian para member dan menatap Hyung-nim-nya.
"Aku tidak tahu, Namjoon. Kita berdoa saja yang terbaik," sela manajer Kim. "Kalian tidak perlu terlalu memikirkannya, cukup fokus dengan comeback kali ini. Sekarang kau masuklah, istirahat yang banyak sebab jadwal kita besok akan sibuk sekali."
Lama bergeming dalam kesadarannya, Namjoon akhirnya melangkah keluar dari mobil meski masih merasakan sejejak kegelisahan dalam benaknya. Dia menatap manajer Sejin di bangku kemudi melalui kaca jendela yang terbuka, yang perlahan-lahan menutup ke atas diiringi mobil yang berderum menyala.
"Jaga diri kalian baik-baik."
Ada seberkas senyum menenangkan yang tercipta di wajah manajer Sejin sebelum jendela itu benar-benar menutup, kemudian mobil melajukan mesinnya meninggalkan Namjoon yang berdiri di depan dorm.
-oOo-
"Jungkook-aa, jangan lama-lama, masih banyak yang belum mandi!"
Teriakan Hoseok yang mendominasi ruangan asrama malam itu menjadi suara pertama yang Namjoon dengar ketika dia menginjakkan kakinya melewati ambang pintu. Dilihatnya teman-temannya yang lain tengah sibuk dengan urusan masing-masing. Yoongi duduk di atas sofa sambil menggeser-geser layar di ponselnya, tampak terkantuk-kantuk. Hoseok berjalan naik ke atas tangga, kemungkinan menuju kamar mandi atas yang dia pikir masih kosong. Seokjin sibuk membuat minuman panas di dapur, sementara tiga anggota sisanya tak ada dalam jarak pandang Namjoon.
Dia mendudukkan dirinya di salah satu petak sofa yang kosong, lantas menghembuskan napas berat sampai-sampai perhatian Yoongi di sebelahnya tertarik.
"Ada sesuatu yang mengganggumu?" Yoongi bertanya ketika melihat tampang Namjoon yang murung.
"Tidak ada."
"Cerita saja sekarang. Besok jadwal kita lebih padat dari hari ini, yang lain pasti sudah terlalu lelah untuk mau mendengarkanmu." Yoongi mendesak lagi. Namjoon di sampingnya sebetulnya agak malas untuk membahas, akan tetapi dia masih kepikiran tentang berita penyerangan itu.
"Hyung tadi bicara apa dengan Sejin-hyung?" suara Taehyung yang datang dari arah kamar tahu-tahu menginterupsi. "Aku mendengar Namjoon Hyung dan manajer berbicara sesuatu yang kedengarannya penting, tetapi tadi aku buru-buru keluar karena sudah tidak kuat menahan pipis. Jadi, ada apa?" Dia ikut duduk di sofa, menatap kedua Hyung di depannya dan memberi tatapan ingin tahu. Sementara Yoongi memicingkan mata, mulai ikut penasaran dengan informasi yang dibawa Namjoon.
Dia tidak mungkin menyimpan berita ini sendiri, Namjoon memberitahu dirinya saat berada di tengah-tengah situasi penuh desakan ini.
Pada akhirnya dia membuka mulut untuk bicara, "Hyung-nim bilang kita harus lebih waspada," katanya. "Kemarin malam ada anak perempuan dari SMA Wangdool yang dipukuli seseorang, kejadiannya juga di dekat sini."
"SMA Wangdool?" Taehyung mengulangi. Namjoon meresponnya dengan anggukan.
"Apa siswi itu diserang ketika pulang sekolah? Tapi ...," Yoongi mengerutkan dahinya, "SMA Wangdool letaknya sangat jauh. Jadi tidak mungkin alamat rumahnya di sekitar sini, kan? Dia harus naik bus dua kali dan jalan kaki jauh untuk mencapai daerah sini."
Ketiganya sudah merasa ada yang tidak beres. Sementara Yoongi masih berpikir tentang berbagai kemungkinan, Taehyung mengutarakan pendapatnya tanpa ragu, menyentak Namjoon yang sedari tadi termenung dalam kecemasannya.
"Bisa saja anak itu sengaja kemari untuk mengunjungi kita."
Ada keheningan yang merebak dalam ruangan ketika Taehyung melontarkan hal itu. Baik Yoongi ataupun Namjoon merasa pendapat itu masuk akal, tetapi kurang tepat bila mereka memposisikannya sebagai jawaban yang paling layak untuk dipercaya. Yoongi pikir kerusuhan yang ditimbulkan oleh penggemar adalah hal yang biasa terjadi di kalangan artis seperti mereka, tetapi apakah kasus kekerasan yang menyerang siswi sekolah itu bisa dipertimbangkan sebagai bentuk kekacauan yang diakibatkan penggemar? Mereka tidak mau besar kepala untuk mengklaim kronologi kasus itu berhubungan dengan keberadaan mereka di tempat ini, apalagi bila hanya didasarkan oleh status korban yang kemungkinan adalah salah satu penggemar mereka.
"Rasanya tidak mungkin," kata Yoongi, menepis pendapat Taehyung dengan nada sangkalan yang kentara. "Aku tidak mau kita membuat kasus ini seolah-olah karena keberadaan kita."
Namjoon menambahkan dengan cepat, "Hyung-nim belum memastikan motif dibalik penyerangannya," katanya menatap bergantian pada Yoongi dan Taehyung, lalu melanjutkan dengan mantap. "Yang penting, sekarang kita lebih waspada saja. Nasehati para ARMY agar mereka selalu menjaga diri. Kita pasti tidak mau kalau mereka melalui kejadian buruk."
"Tidak ada orang yang mau mengalami nasib buruk, Hyung."
Taehyung berseru setuju, sembari matanya menatap kosong meja yang berantakan dengan berbagai benda dan perkakas. Pikirannya melayang pada momen ketika dia menjemput Jimin di studio, tatkala anak itu mengakhiri wawancara dengan sebuah pernyataan. Lantas Taehyung mengulangnya di depan Namjoon dan Yoongi.
"Kita bukan apa-apa tanpa penggemar, maka apapun yang terjadi, yang paling bijaksana adalah saling menjaga satu sama lain. ARMY adalah segalanya, bukan hanya untuk karir kita saja."
"Kalimat itu berlaku untuk penggemar yang menghormati kita sama halnya seperti kita menghormati mereka," tukas Yoongi tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel di depannya. "Jaman sekarang orang bisa berlaku di luar batas dan menimbulkan kekacauan tidak hanya untuk dirinya sendiri, Tae, tapi juga orang lain yang seharusnya bahkan tidak terlibat. Itulah sebabnya aku agak sensitif dengan berita yang dibawa Namjoon, juga pendapatmu yang tahu-tahu berkata bila siswi itu kemari untuk menemui kita...."
"Hei, kalian!"
Suara sentakan Seokjin membuat ketiga kepala di atas sofa menoleh ke belakang dengan cepat. Mereka melihat Seokjin berdiri di sebelah lemari es, di dekat konter dapur, tengah menatap cangkir putih di tangannya dengan tampang masam. Jelas sama sekali tidak mendengarkan perbincangan yang terjadi di ruang tamu sedari tadi.
Seokjin menyahut dengan jengkel, "Siapa yang sengaja memakai perias bibir tebal dan meninggalkan bekasnya di cangkir ini? Menjijikan. Seharusnya sehabis minum kopi kalian mencucinya."
Alis Yoongi berkerut. Dia benar-benar ingat kalau seminggu belakangan ini tidak ada jadwal lain bagi BTS selain latihan dan menggarap konsep comeback. Tak ada yang mau repot-repot memakai perias bibir di asrama kecuali mereka sedang tampil di acara besar. Dan lagi, demi apapun di dunia, bekas bibir itu benar-benar merah, memberikan kesan ganjil sama besarnya seperti kepastian bahwa tidak ada seorangpun yang memakainya.
Yoongi bangkit dari sofa, berjalan mendekat ke arah Seokjin, lalu merebut cangkir itu dari tangannya dan memperhatikan bekas di tepinya dengan cermat.
"Ini kan, lipstik―maksudku, benar-benar lipstik―kosmetik wanita. Lihat saja warnanya yang tebal dan lengket begini." Yoongi menyentuh cetak bibir di tepian cangkir itu.
Namjoon ikut mendekat dan meneliti cangkir di tangan Yoongi, lalu menambahkan dengan yakin, "Tidak ada member kita yang punya lipstik, Hyung. Lip balm dengan warna transparan baru masuk akal. Ini jelas-jelas bukan milik kita."
Kalimat terakhir yang diutarakan Namjoon membuat bulu kuduk para member yang mendengarkan meremang. Kalau bukan milik mereka, lalu siapa yang minum dari cangkir sehingga meninggalkan bekas sejelas itu?
"SEMUANYA CEPATLAH KEMARI!"
Hoseok berteriak dari atas tangga, menyentak ketegangan yang merayap di antara keempat member. Tak ada yang membuka mulut setelah kalimat Namjoon, tak ada yang membuka mulut setelah teriakan Hoseok. Mereka ingin menyimpan rahasia ini dulu, karena nada panik Hoseok sepertinya lebih penting untuk didahulukan. Dengan langkah terburu, keempat orang itu segera berlari keatas, menyusuri koridor dengan langkah lebar-lebar dan menemui Hoseok yang menunggu mereka di depan cermin kamar mandi.
Jungkook dan Jimin yang baru muncul dari kamar masing-masing mengekor di belakang mereka, masuk ke pintu kamar mandi lantai atas yang kini ramai dengan punggung-punggung temannya.
"Ada apa? Kenapa?" seru Jimin sambil berjinjit di antara Hyung-nya yang lebih tinggi. Meski berada di barisan belakang, akan tetapi Jimin bisa mendengar suara Hoseok yang gemetar seakan-akan mengobrak-abrik liang telinganya, memberinya sensasi mengerikan hingga mendirikan bulu tengkuknya. Dia menengadah dan berusaha untuk menerobos, saat keluhan ngeri Hoseok membuat jantungnya serasa jatuh ke perut.
"Ini―siapa yang melakukan―apa darah sungguhan?"
Jimin menelan ludahnya dengan susah payah. Mendengar kata darah memunculkan bayangan seram di kepalanya. Awalnya, dia tidak tahu dengan sesuatu yang dimaksud Hoseok, namun semuanya menjadi jelas saat beberapa member yang berdiri di depan memberi celah untuknya, seolah mereka sengaja memberi kesempatan Jimin untuk melihat sendiri sesuatu yang menjadi objek itu.
Perlahan, Jimin memajukan langkahnya, dan ia begitu terkejut sampai rasanya kedua kakinya tiba-tiba lemas. Matanya membelalak saat melihat coretan tangan jelek dan kasar ditulis di permukaan kaca kamar mandi, kemungkinan menggunakan tinta darah sebab kini bau busuk dan amis mulai tercium di seantero ruangan.
지민, 너를 원해.
Jimin, aku menginginkanmu.[]
a/n
sesuai yang kuumumkan beberapa minggu lalu, buku ini republish yaa. chapter sudah lengkap kok, jadi inshaAllah akan kuupdate 3/4 hari secara berkala tanpa ngaret. buku ini kemarin ku-unpub keseluruhan, jadi pasti hilang dari reading list kalian. kalau mau menambahkan lagi, silahkan. aku minta maaf pula dengan kurang ajarnya malah nge-unpub. habis aku panik karena tiap chap privatnya engga bisa kubalikin ke mode public, sementara katanya harus dijadiin mode public dulu sebelum bisa dipub. akhirnya malah kuunpub keseluruhan :(
omong2, buku ini kurevisi dikit2. aku ga bakal ngerevisi plot utama ceritanya, karena males :') jadwalku di rl juga ga tanggung2 sibuknya. jadi, sedari awal aku minta maaf kalau cerita ini agak beda sama style-ku yang sekarang, atau mungkin ada plot yang kelihatannya meaningless banget, itu disebabkan karena pemikiranku dulu pas bikin buku ini bukan pemikiran yang kupakai sekarang. alias masih dangkaaal banget; ga peduli eyd dan ga pernah research :'v
sampai jumpa di chap 2, dan aku bakal senang sekali apabila ada pembaca baru yang ninggalin jejak :D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top