36. To Meet Again
-oOo-
PENJAGAAN di Bosevill tidak sebegitu ketat seperti penjagaan di Forbs. Barangkali karena sebagian besar orang yang bekerja di dalamnya bukanlah anggota militer asli, melainkan kumpulan orang random dari penjuru daerah―pria-pria awam, dari penyintas malang yang mulanya ogah menjadi santapan monster, mantan kriminal yang gemar berbuat onar, sampai para maniak sinting yang kewarasannya dipertanyakan karena memuja bangsa monster. Fakta ini memberi kesempatan Heaven dan River untuk memintal rencana. Cukup mudah untuk menyusup ke area-area terlarang, sebab kebanyakan petugasnya pemalas dan mudah dipancing untuk menyingkir dari titik penjagaan.
"Kau tahu La Fiesta Brava?" tanya River seraya memasang sepatu di dekat kasur. Jemarinya dengan cekatan mengikat tali menjadi simpul yang kencang. "Atau Corrida de Toros―Lari dari Banteng, festival budaya Spanyol. Saat melakukan aksinya, torero akan mengibaskan kain berwarna merah di depan banteng untuk memancingnya. Kemudian, banteng akan berlari ke arah torero untuk menyeruduknya. Itu pertarungan yang sengit, karena keduanya berusaha untuk membunuh satu sama lain. Torero memancing, dan banteng berlari menuju kematiannya."
Heaven mengembalikan boneka karet kepada Sean, membiarkan putranya menggigiti dan menarik-narik kepala boneka. Wajah Heaven terangkat memandang River dengan sorot tanpa petunjuk, "Lalu apa maksud ceritamu barusan?"
"Kitalah torero itu, Heaven. De Brava! Lalu para monster adalah banteng bengis yang terpancing atas kain merah yang kita kibarkan."
Heaven mendengkus, tidak tertarik dengan obrolan sia-sia itu. "Jangan congkak dulu, River. Torero juga bisa mati kena tanduk banteng."
"Kan aku tidak bilang kalau festival itu tidak berisiko."
River bangkit dari tepi kasur, lalu menepuk-nepuk celananya dari debu. Walaupun demam akibat infeksi yang dideritanya belum begitu pulih, menginap satu malam di tempat ini lumayan bisa mengisi tenaganya. River bahkan sempat membersihkan diri, mencuri pakaian petugas markas, sekaligus mencukur kumis, membuat wajahnya kini menyala dengan semangat penderitaan, seolah dia dilahirkan kembali dari gunung abu pembakaran―malaikat terdampar yang mencari cara untuk kembali ke langit. Pemuda itu praktis berputar ke nakas dan menarik kotak pendingin dari bawah meja. Di dalamnya, ada bungkusan hitam berisi potongan daging dan darah dari binatang buruan. Subuh tadi, Heaven mencuri kotak itu dari dapur petugas laboratorium atas permintaan River.
"Kau serius mau pergi ke sana? Demammu belum begitu turun." Heaven mengangkat satu alis ketika melihat River menjejalkan gundukan plastik hitam itu ke kantong-kantong jaket dan celana jins, membuat tonjolan-tonjolan tidak menarik mengisi pinggang dan bokongnya. Daging mentah itu dimaksudkan untuk para kawannya yang terpuruk di penjara.
"Teman-temanku harus segera diberi makan," kata River, lalu mengintip pemandangan dari balik kerai jendela yang tertutup. Malam sudah begitu larut, dan bulan sabit mengintip lesu dari gumpalan awan gelap. Waktu yang tepat untuk menyusup ke penjara. "Mereka tidak boleh menyentuh daging manusia sedikit pun, atau keajaiban kesembuhan itu tidak akan terjadi," kata River lirih.
Kalimat barusan membuat Heaven termenung sejenak. "Keajaiban, huh? Kau masih saja percaya dengan hal itu."
"Karena aku mengalaminya sendiri."
"Aku lebih percaya kau terpapar semacam antibodi yang bisa membuatmu sembuh," kata Heaven. "Mungkin saat mereka menyuntikmu dengan obat perangsang, atau saat mereka menanamkan implan di tengkukmu."
"Implan itu memang sempat membuat tubuh kami melemah, tapi kami tidak kehilangan kekuatan sepenuhnya. Dan obat perangsang itu disuntikkan tidak hanya kepadaku, melainkan kepada para subjek lain yang datang sebelumku. Bagaimana bisa hanya aku yang kembali sembuh?" River kembali duduk di kasur dan membungkukkan tubuh untuk mengajak Sean bermain. Dia membuat suara meletup-letup di mulutnya, dan Sean tertawa sambil mengoceh entah apa.
"Aku akan mencari tahu formula apa yang mereka gunakan dalam obat perangsang itu," kata Heaven. "Kalau ada kecocokan, barangkali semua kawanmu bisa kembali sembuh."
"Oh, Heaven, sudah kubilang pelakunya bukan obat perangsang. Tahu, tidak? Semalaman aku memikirkan sebuah teori untuk menjelaskan keajaiban ini," kata River yang kembali tegap. "Selama ini, virus Kureiji mengendalikan tubuh dan pikiran kami untuk memangsa sesuatu yang tidak seharusnya. Virus ini seperti tipu muslihat yang menginginkan kami berpikir bahwa kami berubah menjadi monster seutuhnya."
"Maksudmu, virus Kureji itu hanya kelakar?"
"Tidak. Virus itu ada, tapi penawarnya adalah keyakinan dalam diri kita sendiri."
Heaven mendengkus seolah-olah River baru saja berkata hal paling konyol di dunia.
"Tekanan psikologis memperparah gejalanya," kata River dengan sabar. "Pikiran menciptakan realitas. Itulah yang terjadi. Kau percaya kau tidak bisa sembuh, dan kau akan berubah menjadi monster buruk rupa selama-lamanya."
River menatap Heaven yang tidak bereaksi apa-apa atas ucapan itu, dan dia tahu bahwa kata-katanya sulit dipercaya. Memang benar, tidak ada harga untuk keajaiban di dunia yang sudah hampir binasa ini. Kehancuran yang memporak-porandakan segala sisi membuat suatu yang indah terasa bagaikan ancaman. Doa adalah ketabuan, lebih tabu daripada kesembuhan itu sendiri. Barangkali, di antara semua kemungkaran yang meruyak dan bercokol di negeri ini, River adalah satu dari segelintir makhluk yang kembali pada kenaifan semula.
Jadi, Pemuda itu memilih untuk menelan kembali semua teorinya. Dia tahu tidak akan ada jalan bagi Heaven untuk percaya.
"Baiklah, kau siap membantuku?" tanya River.
Sean, yang mulai terbuai dalam usapan di kepalanya, mulai terkantuk-kantuk. Heaven memberi isyarat pada River agar diam sejenak, dan pemuda itu menyingkir pelan dari kasur lalu berdiri menghadap jendela. Situasi canggung dan sunyi itu berlangsung selama hampir lima menit lamanya. Ketika bayi itu sudah tertidur, Heaven bangkit dari kasur. "Kita akan melakukannya dengan cepat," kata Heaven berbisik-bisik. "Kau pergi ke penjara, sementara aku menyusup ke ruang kendali. Kalau kau melihat titik merah yang berkedip di kameranya mati, itu artinya kau bisa bebas bergerak."
"Oke, lalu aku akan memberikan makanan kepada mereka dan bicara tentang rencana―" Kata-kata River terjeda, "Hei, tunggu sebentar. Kau yakin kita tidak akan membebaskan mereka sekarang?"
"Jangan sekarang. Janeth akan lekas mencurigaiku sebagai pelakunya. Aku kan harus membuatnya percaya dulu padaku."
River terdiam sejenak. Dari ekspresinya, Heaven tahu bahwa pemuda ini keberatan, lalu wanita itu menyuarakan kerisauannya, "River, ayolah. Kita sudah membicarakan ini di awal."
"Mengapa kita tidak memakai rencanaku saja?" sahut River. "Malam ini aku akan membebaskan semua orang, lalu kita semua kabur memakai Black Hawk. Kita akan menjatuhkan bom ke bawah saat semua orang mengejar kita bagai kawanan banteng."
"Kau pikir rencana seperti itu mudah? Kita hanya dua orang."
"Yang nantinya akan bertambah empat orang."
"Dasar sembrono. Percayalah padaku, kita semua akan ditangkap sebelum bisa mencapai Black Hawk. Walaupun para penjaga di sini lambat dan bodoh, mereka punya alarm, kunci pengaman, dan senjata jebakan. Black Hawk juga bukan kendaraan yang bisa dikemudikan asal. Kita butuh seseorang yang ahli mengemudikannya." Heaven berdesis seolah hendak meluap-luap marah. Dia mendekat pada wajah River sambil menudingnya, "Kalau kau mau rencanamu berjalan saat ini juga, persiapan kita sangat kurang. Bersabarlah sebentar sampai kita punya kesempatan yang lebih besar."
River tidak bisa berkutik lagi. Sebetulnya dia ingin protes lebih banyak, tetapi dia tahu, dilihat dari segi mana pun, rencananya memang sembrono dan berbahaya. Mendadak saja dia teringat tentang perkataan Beatrice tentang perbedaan perempuan dan laki-laki. Menyebalkan.
"Baiklah, aku ikut rencanamu," kata River, kemudian dia bergerak ke pintu.
"Aku tidak bisa meninggalkan Sean lama-lama, jadi kau harus menjelaskan kepada mereka dengan cepat."
"Laksanakan, Ma'am."
-oOo-
River akhirnya menjumpai seluruh kawannya di dalam penjara yang redup dari sinar lampu minyak, terpencil di salah satu sisi lorong sempit yang berbau karkas binatang yang sudah apak dan asam. Dia tiba di tempat ini setelah melewati lorong yang berkelok-kelok dan membingungkan, sekaligus harus menahan nyeri leher karena setiap semenit sekali, kepalanya tengadah mengawasi titik-titik kamera pengawas, berwaspada bila ada sinar merah yang menyala, sebab itu merupakan pertanda bahwa gerakannya terlucuti―atau yang lebih parah, Heaven barangkali ketahuan sedang mengoperasikan ruang kendali.
River menempelkan kening ke jeruji penjara, menyipitkan mata memandang para tawanan yang sedang tertidur pulas di dalamnya, lalu ... mendesau lega. Semua kawannya lengkap. Bahkan Isaac telah dikembalikan hidup-hidup sesuai janji Janeth beberapa waktu lalu. Orang itu berada di sudut ruangan terjauh, sedang tidur dengan gaya miring menghadap dinding.
Buru-buru River merogoh segenggam daging beku yang terbungkus plastik hitam di kantong, lalu melemparkannya tepat ke kepala orang yang sedang telungkup, berselimutkan jaket kumal.
Pukulan itu mengenai kepala Juan telak. Pemuda itu mengangkat wajah dan langsung menegakkan tubuh, sekonyong-konyong mengambil sikap waspada. Dia menyambar buntalan plastik di depannya dan langsung menghirup aromanya, seolah insting monster di dalam perutnya sudah memberi pertanda.
"Psst!" River berdesis, membuat Juan menegang. Di antara redup yang nyaris gelap, Juan menyapu pandang pintu jeruji. Dia praktis membeku saat melihat River mengintip di salah satu celah, sambil menekankan jari di bibir.
"River!" Juan nyaris memekik terkejut, tetapi suku kata terakhir tertahan di tenggorokan. Pemuda itu melesat maju ke depan pintu dan memandang River lamat-lamat. Ada sorot ketidakpercayaan yang bersemayam di matanya. "Ini benar kau!"
"Ya, ini aku," kata River mengangguk lega, "Oh, Juan, syukur kau baik―"
"Kukira kau mati!" Juan menyusupkan lengan ke luar jeruji dan langsung mengalungkan pelukan erat di leher River. Sisi wajah River tertarik ke depan sampai terbentur besi, tetapi dia hanya berjengit pelan dan berusaha tidak merusak sambutan dari adiknya. River membawa lengannya masuk dan mengusap punggung Juan, menikmati hangat tubuh dan bau busuknya yang dia rindukan. Tiba-tiba dia merasa bersalah karena mendatangi kawanannya dengan keadaan bersih, sementara semua orang di penjara tampak seperti rombongan bajak laut kurang makan.
Juan melepas pelukannya. "Apa―bagaimana kau bisa kemari? Apa yang terjadi waktu itu?"
"Dengar, aku tidak bisa berlama-lama karena kamera pengawas di tempat ini hanya dimatikan sementara. Kau hanya perlu tahu kalau aku baik-baik saja." Juan secara waspada tengadah memandang langit-langit, sementara River menggeledah seluruh isi kantong dan menyalurkan semua daging segar yang dia bawa ke balik jeruji. Juan menatap buntalan makanan itu dengan rasa lapar yang antusias.
"Dari mana kau dapat semua ini?" tanyanya.
"Mencuri," kata River. "Kalian semua sudah makan?"
Juan menggeleng. "Claude tidak mengizinkan."
"Bagus. Jangan pernah makan pemberian mereka."
"Kami tidak memakannya karena itu adalah sebuah penghinaan," kata Juan. "Wayne memberi kami bangkai ... tubuh manusia yang sudah busuk dan dimutilasi. Mereka menyebutnya Subjek 18."
River terpaku sebentar. "Apa?"
Juan mengernyit karena tampaknya River tahu sesuatu mengenai nama mayat itu, lalu sang abang menodongnya lagi, "Subjek 18, katamu?"
"Dia bilang namanya Beatrice."
Berita itu bagaikan derak badai yang mengguncang jantung River. Dia linglung sejenak, terpilin di antara mual, terkejut, dan ingin marah. Juan mengguncang lengannya, memastikannya berdiri tegas. "Ada apa, River?"
"Aku kenal orang itu," katanya lirih, kemudian seperti disentil sesuatu, River mendongak menatap langit-langit yang tinggi dan gelap. Heaven menyuruhnya bergegas sebelum cahaya merah itu berkedip lagi. "Juan, tidak penting membicarakan itu. Sekarang aku mau kau menyampaikan kepada Claude ketika dia bangun nanti; semuanya akan baik-baik saja. Aku dan Heaven sedang merencanakan sesuatu untuk membuat kalian bebas, tapi sebelum itu kalian semua harus bersabar."
"Heaven? Kau bekerja dengan pengkhianat itu?" Raut Juan berkerut tidak suka.
River kehilangan kata-kata dalam sekejap.
"Pengkhianat? Bukan, dia―"
"Perempuan keparat itu mengorbankan Claude agar dia bisa menyelamatkan anaknya!" Juan membentak protes. Dia mundur dari jeruji penjara dan menatap River dengan sorot tidak percaya. "Kau tidak boleh percaya padanya, River. Dia pasti ingin menjebakmu lagi sama seperti ulahnya yang menjebak Claude. Dia akan menyuruhmu mengorek sesuatu dari kami―dari Claude, karena Heaven sekarang telah menjadi anjingnya Janeth!"
"Dia hanya menyamar!" River berdesis panik. Kepalanya tengadah memandang perangkat mata-mata lagi―seolah dirinya terjepit dengan kepanikan limitasi waktu. Pemuda itu berpaling pada Juan yang kini menunjukkan tanda-tanda ragu. "Dia hanya menyamar. Dia sebenarnya ada di pihak kita."
Juan membeku sejenak, menatap abangnya dengan mencalang. "Aku serius, River. Mulanya dia juga berpura-pura akrab kepada Claude. Mereka saling membantu untuk datang ke markas ini, tapi lihatlah, ujung-ujungnya orang itu mengkhianati Claude."
River mendesau frustrasi. Sementara waktu terus berjalan. Tik-tok-tik-tok.
"Claude sengaja tidak memberitahu kalian kisah sebenarnya, sebab semua tempat ini dilengkapi sistem mata-mata yang bisa mengawasi dan mendengar semua hal." Pemuda itu mengulurkan lengan ke dalam penjara dan mencengkeram kaus Juan, menariknya mendekat. "Kemari, adik manis. Kuberitahu sesuatu; setelah aku pergi dari penjara ini, lekas bangunkan teman-teman kita untuk makan daging pemberianku. Kau lihat kamera di atas."
Juan tengadah untuk mencari kamera. Sejak tadi―bahkan sejak dulu, dia sudah mencarinya, tetapi langit-langit itu terlalu redup dan tinggi. River menjepit dagu Juan dengan jemari dan mengarahkannya ke titik yang asli, tempat perangkat kecil terjepit tersembunyi di antara dua panel kayu yang menyokong ruangan.
"Di sana, bodoh," bisiknya. "Saat ini kameranya memang mati karena Heaven mengambil alih Ruang Kendali. Tapi sebentar lagi, saat aku keluar, Heaven hanya akan menyisakan waktu lima menit sebelum benar-benar mematikan kameranya. Kau hanya memiliki lima menit untuk menceritakan apa yang baru saja terjadi kepada kawan-kawan kita. Setelah itu, kamera di atas sana akan berkedip merah, dan sistem pengawasan kembali berjalan. Ingat, titik merah itu bisa saja terbias oleh cahaya lampu minyak, sehingga kau tidak akan sadar kalau kameranya sudah menyala, maka kuminta kau untuk hati-hati. Ketika itu terjadi, kau harus membungkam mulutmu dan berpura-pura tidak ada apa-apa. Kau mengerti?"
Juan mengangguk.
"Kemarikan tanganmu, putar badan sebentar." River menarik tangan Juan dan membawanya ke tengkuk sang adik. Dia membantu mencarikan tonjolan tempat para petugas menanam implan. "Kau merasakan tonjolan kecil ini? Di situlah mereka menanam implannya. Di waktu lima menit itu, kau juga harus mengeluarkan implan ini dari tubuh semua orang. Hancurkan sampai rusak."
Setelah River melepas pegangannya, Juan kembali berputar dan menatapnya melotot. "Tunggu―sial. Bagaimana bisa aku menggunakan waktu lima menit untuk makan, bercerita, dan juga mengeluarkan implan dari tengkuk semua orang?"
"Pokoknya lakukan secepat mungkin," kata River.
"Kau gila?"
"Aku harus pergi." River mengusak puncak kepala Juan dan membuat rambutnya yang berantakan semakin berantakan. Dia nyengir lebar setelahnya. "Jaga dirimu baik-baik, Judy."
Lalu sebelum Juan sempat melayangkan protes berikutnya, River berbalik dan melesat pergi bagaikan ninja yang bergerak dalam bayangan.
Juan mematung sejenak memandang punggung abangnya yang mendadak lenyap ditelan kegelapan. Kemudian, dia tersadarkan realita. Wajah Juan tengadah memandang langit-langit, lalu pemuda itu praktis berputar untuk membangunkan semua kawan-kawannya.
"Bangun, gembel sial! Akhirnya kita makan enak!"[]
-oOo-
.
.
.
.
.
Dari chapter ini santai dulu yaa wak.
Hehe, tapi tahu kan kalau aku udah bikin adegan santai, artinya persiapan untuk apa? 🙂
Nggak deng, canda. Dari dulu The Pioneers kayaknya enggak ada santai-santainya awkwkw. Mohon maafkan aku kalau bikin kalian gregetan atau capek baca tragedi yang tiada henti ini ges. Percayalah, aku juga CAPEK 😭😭😭
Soon setelah novel ini tamat, aku mau menjauh dulu sama genre gelap dan memualkan ini. Mau bikin yang manis dan santai dulu. Siapa yang mau juga hayoooo 😭
Tapi mau nanya deh. Kalian suka ya sama genre cerita begini? Nggak bikin lelah pikiran? Apa karena tokohnya River dkk makanya kalian suka?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top