22. Brothers in Fight

Minal aidzin wal faidzin. Maaf atas keterlambatannya, tapi... chapter 2800 kata ini worth it untuk penantian kalian 😃🤘

-oOo-

BILA ada kesempatan memutar waktu, Juan pasti memilih untuk tidak mengenal Wayne.

Bocah itu lebih keparat dari sosok mana pun yang selama ini pernah menerima tinjunya. Tidak diragukan lagi―watak angkuh Wayne membuat Juan muak, dan pengkhianatannya adalah suatu bentuk kekejian nyata yang tak termaafkan. Selain menyadari bahwa dia tak bisa begitu saja menerima alasan paling lembut dari sikap Wayne, Juan juga merasa takut. Jika semua yang dikatakan Wayne adalah benar, bahwa alasan mereka dikurung kemari adalah karena Janeth ingin berurusan dengan Claude, bisa jadi tujuan untuk menguasai dunia itu benar adanya. Lantas alasan macam apa yang melatarbelakangi Janeth melakukan hal seperti ini? Memangnya dia alien sinting dari film World War Z yang ingin memusnahkan seluruh manusia dan menjejalkan peradaban baru di bumi?

Pertanyaan Juan terpotong begitu saja karena mendadak terdengar dentuman keras dari seberang sel kurungannya. Pemuda itu menatap melalui celah jeruji yang hanya selebar telapak tangan. Di balik selnya, Gareth menggeram dalam wujud monster―wajahnya berlapis ungu, berkerut-merut oleh nadi keberingasan. Baru saja kepalanya sengaja dihantamkan ke jeruji, tetapi logam itu sama sekali bergeming. Tidak ada tanda-tanda sel ini dapat terbuka dengan mudah, pun selintang goresan saja nihil.

"Sudah kubilang, kan? Mereka bisa membaca apa yang kita lakukan. Besi itu tidak bisa dipatahkan dengan kemampuan kita," River membalas dari seberang sel Gareth. Kakinya ditekuk dan ditumpu satu lengan, sementara tangan kirinya menyugar rambut, mengekspos wajahnya yang coreng-moreng oleh debu dan darah kering.

Diselingi keputusasaan, Gareth mengendurkan kekuatan. Tubuhnya kembali menyusut ke wujud semula.

Pemuda itu lantas menatap dinding batu yang membisu di sekelilingnya. Tidak ada ventilasi apa pun. Mereka bahkan tidak tahu sudah berapa lama terkurung di tempat ini. Apakah baru beberapa jam atau sudah berlangsung berhari-hari?

"Ini aneh. Tidak hanya jerujinya. Bahkan dinding ini tidak retak walaupun sudah dipukul berkali-kali," Gareth bergumam dengan nada kebingungan.

"Tunggu, kawan," Isaac menyahut dari kegelapan. Dia duduk bersila di alas batu sambil menatap telapak tangannya sendiri yang berwarna pucat dan tergores-gores. "Bagaimana kalau bukan tempat ini yang sulit dihancurkan, melainkan tubuh kita sendiri yang melemah? Seperti sulit pulih dari keadaan semula."

Pertanyaan Isaac seketika membuat semua orang terdiam.

"Maksudmu sel-sel kita tidak bisa beregenerasi lagi?" Gareth menyahut dari kurungan di depannya.

"Bukan tidak bisa, tapi lebih sulit."

Kemudian Isaac merangkak lebih dekat ke jeruji dan memperhatikan River yang sedang duduk bersandar di dinding sel. Tatapannya membuat River risi. "Apa? Kenapa melihatku seperti itu?"

"Hapus darah di keningmu. Aku perlu memastikan sesuatu," perintah Isaac.

River melakukannya, dan semua orang memandanginya memincing melalui keremangan ruangan.

"Lukanya masih ada," kata Juan, terperangah pada goresan sebesar dua ruas jari yang melintang di keningnya. Pada kondisi yang biasa, bekas luka biasanya akan menghilang hanya dalam beberapa menit.

"Benar. Sekarang lihat tanganku. Lecet-lecetnya belum sepenuhnya hilang." Isaac memperlihatkan telapak tangannya pada kawan-kawannya. "Periksa juga milik kalian."

Saat semuanya melakukan apa yang diperintah Isaac, jawabannya serentak sama; luka-luka mereka masih berbekas. Sebagian besar memang sudah tidak terasa sakit lagi, tetapi mereka tahu ada penurunan daya regenerasi yang tidak biasanya terjadi. Fakta ini membuat semua orang terhanyut dalam kecemasan baru. Apa yang menyebabkan mereka semua seperti ini?

"Apa kita kembali menjadi manusia normal?"

"Tidak, buktinya Gareth masih bisa melakukan transformasi. Daya regenerasi kita hanya melemah," kata Isaac. "Tapi aku tidak tahu mengapa bisa begitu."

Lalu Gareth berceletuk mantap, "Mereka pasti melakukan sesuatu pada tubuh kita."

Juan mengerutkan kening dan memaksa dirinya menjalin berbagai kemungkinan dari benang-benang keanehan yang selama ini mereka alami. Kepalanya masih pening―kenyataan nahas yang baru dia sadari sekarang, sebab itu artinya ledakan dan luka-luka yang terjadi sebelum ini memang belum terpulihkan. Pemuda itu menepikan ingatannya pada momen ketika Wayne datang dan melontarkan sihir kepada mereka. Itu hanya istilah hiperbolis untuk menjelaskan betapa terkejutnya Juan saat menerima sengatan listrik di sekujur tubuhnya, sesaat setelah Wayne dilanda amarah.

Pemuda itu berceletuk, "Kalian ingat saat kita semua kesakitan secara bersamaan? Kemungkinan besar, mereka menemukan cara untuk menanamkan alat hukuman dalam tubuh kita."

"Alat hukuman?" Gareth mengernyitkan kening.

"Wayne pasti memegang pengendalinya," tambah Juan. "Saat kita semua memberontak, dia melakukan sesuatu―barangkali mengaktifkan alat yang ditanam dalam tubuh sehingga kita semua kesakitan bersamaan. Entahlah, mungkin dia memegang semacam remote? Bukannya aku mengada-ada, tapi percayalah, itu yang orang jahat lakukan di film-film. Mereka menculik orang, membawanya ke meja operasi, lalu menanamkan sesuatu di tubuh orang itu―entah alat pelacak, atau senjata pemusnah terakhir, atau keduanya."

"Di mana mereka menanamnya?" River kemudian bertindak heboh dengan meraba seluruh tubuhnya. "Di bawah kulit? Di dalam kepala? Jantung?" Pemuda itu membuka pakaian atasannya dan meneliti setiap inchi kulitnya dengan cermat. Semua orang duduk dan menunggu kawannya tersebut mengumumkan suatu fakta tak terbantahkan; bahwa mereka memang jelas ditanami sesuatu.

Akan tetapi, penantian itu musnah setelah River berpaling dan menatap mereka dengan raut kebingungan besar. "Tidak ada bekas operasi. Apa mereka membuat goresan yang kecil?"

"Sudah pasti seperti itu," kata Juan. "Dan kemungkinan besar, mereka menanamnya di tempat yang tak bisa dijangkau oleh kita."

"Oh, ya? Coba lihat siapa yang bodoh di sini. Apa mereka pikir kita tak bisa mengambilnya?" sergah River meremehkan. "Yah, mencarinya memang butuh waktu. Tapi sekali ketemu, mereka akan tamat. Aku akan mengambilnya dengan paksa ... merasa sakit sedikit, tidak masalah, toh lukanya akan cepat sem―"

Cengiran angkuh di wajah River seketika lenyap saat dia baru sadar apa yang terjadi. Juan, yang bisa membaca kecemasan abangnya, hanya memandang lurus-lurus. Ekspresinya beku oleh kepasrahan tanpa emosi.

Beberapa detik kemudian, Gareth mengusap wajah sambil membuang napas berat. "Berengsek. Jadi inilah alasan mengapa luka kita tidak sembuh-sembuh."

"Kalau melakukan operasi pembedahan secara manual, kemungkinan besar kita akan mati lebih dulu sebelum alat itu ditemukan dalam tubuh kita," kata Juan, seolah-olah dia perlu menjelaskan kembali apa yang terjadi. "Mereka benar-benar bisa membaca kelemahan monster. Kalian tentu ingat tentang peluru cewek itu, bukan? Siapa namanya?"

"Heaven," kata Isaac, mengingat kembali peluru mutakhir yang disimpan dalam pistol Heaven. Mendadak saja benaknya yakin bahwa penurunan daya regenerasi yang mereka alami sekarang adalah efek samping dari alat hukuman yang memiliki komponen sama dengan peluru Heaven. "Penelitian yang dilakukan Janeth ternyata sangat berguna untuk melawan kita. Heaven pernah bercerita bahwa Janeth kabur dari Forbs dan kemungkinan besar telah menemukan cara untuk mengendalikan monster. Dengan kata lain, dia pasti ada di dalam markas ini bersama para monster yang menjadi objek eksperimennya," kemudian Isaac memaki pelan. "Atau bisa jadi lebih buruk dari itu."

"Apa yang lebih buruk?"

"Para monster menjadi sekutu Janeth," kata Isaac. "Aku ragu dia akan membiarkan dirinya ada dalam risiko disantap hidup-hidup oleh makhluk yang menjadi percobaannya, kecuali dia memiliki cara manis untuk mengendalikan mereka. Dilihat dari cerita Claude yang dia dengar dari kesaksian Heaven, Janeth mungkin menjual serum perubahan dengan harga tinggi, dan katanya ada banyak orang yang ingin menukarkan kewarasannya demi mendapatkan serum itu. Kalian bisa bayangkan apa yang bakal terjadi bila orang-orang sinting yang memiliki perspektif dan tujuan yang sama berkumpul di satu tempat? Mereka akan membuat lingkaran kerjasama atau mungkin sesuatu yang lebih besar."

"Oh, sial. Sekarang semuanya terbaca jelas, bukan? Kita bisa saja ada di sarang pasukan monster," Gareth mendengus frustrasi.

"Itu masuk akal," kata Juan. "Wayne mungkin bergabung bersama Janeth karena dia tergiur ingin menjadi monster. Saat aku masih tinggal di pangkalan Forbs, bocah itu memang sedikit aneh. Dia sering melontarkan opini-opini radikalnya tentang monster ... berkata bahwa mereka adalah kaum superior yang tidak terkalahkan ... bahwa dunia ini lebih baik dihuni monster ...." Kata-kata Juan hilang di akhir. Rasa-rasanya dia sulit memercayai hal pahit ini. Walaupun Wayne pernah mengatakan bahwa dia ingin menjadi monster, anak itu sebetulnya masih lugu dan hanya ada di fase labil saja. Dia tidak pernah benar-benar ingin menjadi penjahat, iya, kan?

Tapi sekarang Wayne terbukti berkhianat kepada kami.

"Juan? Kau mau bilang apa?" Gareth tahu-tahu menginterupsi lamunannya.

"Omong-omong, Claude pasti akan mencari kita, bukan?" Juan memilih untuk menyingkirkan kebimbangan itu dan berpikir sesuatu yang lain. "Claude dan kawan lainnya tidak akan diam saja saat melihat kita semua hilang dari penginapan."

"Ya, Nathan dan Heaven berpengalaman membunuh musuh," kata Isaac. "Dan Euros, eh? Sebetulnya dia juga berguna di medan perang. Otaknya lumayan cerdik walaupun semua hal yang dia lakukan ujung-ujungnya adalah permainan kotor."

Mendengar kenyataan itu, ada sedikit pengharapan yang melingkupi benak semua orang. Namun, ketenangan mereka tidak berselang lama.

"Masalahnya, musuh mereka bertiga bukan lagi pasukan tentara manusia yang dapat dibekuk dengan mudah," River tahu-tahu berceletuk lirih. Matanya tersadur dengan kemuraman saat dia mengatakan kalimat berikutnya;

"Lawan mereka adalah para prajurit monster yang sesungguhnya."

-oOo-

Ini adalah hari yang terbaik untuk mati.

Barangkali itu yang ada di pikiran Juan ketika dia mendengar suara langkah bergumuruh dari kejauhan. Tidurnya terganggu karena kedatangan seseorang yang belakangan ini menjadi parasit baru yang menumbuhkan racun dalam kepalanya; Wayne. Si bocah pengkhianat itu memangkas langkah dengan postur tubuh yang dibuat-buat. Dia bagai seekor belalang yang berlagak menjadi elang. Gayanya norak dan caranya memandang tidak menimbulkan intimidasi yang sama seperti yang Juan rasakan pada sorot mata River, abangnya.

"Untuk apa kau ke sini lagi?" Juan bertanya pada Wayne yang kini telah berdiri menengahi empat bilik sel kurungan yang tertutup. "Dasar pengkhianat celaka."

"Kalian pasti bosan ada di dalam kurungan terus, kan?" Wayne tidak mengindahkan pertanyaan Juan dan langsung berpaling menyisir ruangan. Sorot matanya kemudian mendarat pada River yang balas menatapnya dengan pancaran jijik luar biasa, seolah-olah Wayne adalah pupuk kandang berbau busuk. Namun, Wayne tampaknya tidak terpicu untuk membalas tatapan itu. Alih-alih, dia berkata sambil memasang seringai paksaan, "Doktor Janeth sedang mengadakan pesta di luar sana. Beliau menyuruhku kemari untuk membawa kalian agar turut hadir."

"Saatnya pertunjukan," gumam River dengan nada nyaris tertawa miris. "Kita akan ketemu lagi dengan jalang itu."

Wayne tidak membalas apa pun meskipun dia mendengar jelas rutukan River. Pemuda itu melengos begitu saja dan menghampiri sel kurungan Juan. Saat itu, pandangan mereka berdua bertemu, dan―untuk sekilas saja―Juan dapat membaca raut ketegangan di wajah Wayne; alisnya sedikit berkerut dan jakunnya turun untuk menelan ludah.

Juan menyipitkan mata. Mendadak saja, dia mengasumsikan ekspresi tegas Wayne yang selama ini bersemayam di wajahnya sebetulnya hanyalah paras palsu yang dipasang untuk menutupi kegelisahan.

Baiklah, Juan mungkin harus merendahkan egonya untuk anak ini. Untuk terakhir kalinya, mengharapkan sesuatu.

"Wayne," bisik Juan. "Kau tidak benar-benar mau melakukan ini, bukan?"

Wayne terdiam lama, seolah sedang memikirkan jawaban aman untuk pertanyaan itu.

Namun dia memilih mengabaikannya.

"Kalian semua mungkin sudah tahu kalau aku yang memegang kendali di sini. Jadi kuharap, setelah pintu ini terbuka, jangan ada yang berani menyerangku," kata Wayne, kali ini dengan nada lunak. "Aku berkata begini bukan bermaksud untuk sok hebat atau meremehkan kekuatan kalian, tetapi ini peringatan agar kalian tidak berakhir celaka karena bertindak gegabah dan tanpa perhitungan. Di seluruh ruangan ini ada banyak kamera pengawas yang disambungkan langsung ke ruang pengendali utama. Ada Janeth juga di sana." Kemudian Wayne menatap Juan dengan sorot mata yang menyiratkan pesan.

"Kalau kalian menyerangku setelah pintu ini terbuka, kalian semua sungguh akan meledak menjadi kepingan daging dan organ yang menjijikkan. Jadi lebih baik, simpan bokong penghancur kalian dan turuti kata-kataku sementara waktu."

Semua orang yang ada di dalam sel kurungan menatap satu sama lain dengan gelisah, seolah mereka saling berbagi rahasia lewat telepati. River sendiri tidak terlalu bodoh untuk membaca situasinya. Saat ini yang paling bijak memang menuruti Wayne, sebab dia tahu, orang-orang yang mereka hadapi lebih cerdik dari kelihatannya.

Maka keputusan itu terlaksana lancar. Wayne membuka pintu sel satu per satu dan mengajak mereka melangkah ke sisi seberang, tempat yang berlawanan dari arah Wayne datang. Lorong di sekitar mereka gelap dan dingin, sehingga napas pun berubah menjadi kepulan asap transparan. Selagi semua orang meniti anak tangga sempit yang berputar-putar ke atas, Juan berdiri di samping River dan mencekal lengan abangnya. River memberikan pandangan menyipit yang bermakna penasaran.

Juan merapatkan diri pada River. Mereka saling memahami pesan, dan akhirnya memelankan langkah hingga selisih jaraknya dengan rombongan semakin lebar.

"Ada yang aneh," bisik Juan hanya kepada River, teramat lirih. Pemuda itu menunjuk sudut matanya, kemudian menuding langit-langit dengan gerakan samar.

Kita diawasi.

Ujung jarinya menyentuh ke bibir, lalu bergeser ke langit-langit lagi.

Percakapan juga diawasi.

Juan perlahan menujuk pada Wayne, dan River mengikuti arahnya.

Wayne, lalu pemuda itu membuat lingkaran kecil, dan diakhiri dengan menusukkan telunjuk ke dadanya sendiri.

Mungkin ada di pihak kita.

River menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan pelan. Secara samar, dia memberi respons Juan dengan anggukan. Entah apa yang membuat adiknya terjun ke kesimpulan seperti ini, tetapi pasti dia menyimpan sesuatu.

River praktis mengakhiri pembicaraan itu begitu saja dan kembali meniti tangga lebih cepat, menyusul rombongan di depan. Saat sudah sampai ke pintu keluar, mata mereka disilaukan dengan udara pagi yang cerah dan sejuk. Pepohonan kurus yang berbaris renggang mengisi lahan kosong yang dipenuhi semak dan patahan ranting. Tempat ini seperti wilayah terlantar di dekat hutan yang muram dan sepi.

Isaac langsung menaungi wajahnya dengan tangan, kemudian berpaling ke belakang untuk menatap wajah semua anggota yang terpapar sinar.

"Kalian akan kaget kalau bercermin," kata Isaac, setengah meledek setengah serius. Pasalnya dia tak berbohong ketika mengatakan wajah-wajah kawannya dilumuri kekacauan masai yang berasal dari campuran debu dan darah. Mata semua tawanan cekung oleh imsomnia dan warna kulit yang pucat, nyaris seperti pualam. Isaac menyikut Juan di sampingnya dan tertawa meringis, "Kira-kira sudah berapa lama kita terpendam di bawah sana, tanpa makan dan minum?"

"Entahlah, mungkin satu atau dua hari?"

"Dua setengah hari, tepatnya." Wayne tahu-tahu membalas. Pemuda itu berpaling sejenak untuk menatap Juan dan Isaac yang sedang berbincang. "Kalau orang biasa, pasti sudah tewas."

"Kita mau ke mana?" River tahu-tahu menyela pembicaraan.

Wayne tampaknya memiliki kebencian tersendiri terhadap River. Terlihat dari caranya menatap dan mengedutkan ujung bibirnya saat membalas pertanyaan itu. "Kalian akan tahu sendiri. Lewat sini."

Kemudian mereka dibawa melewati jeruji pagar yang membentang dari barat ke timur. Tidak ada yang memberikan reaksi melawan karena mereka memutuskan untuk mengikuti jalan permainan Janeth. Setelah Wayne menyuruh mereka masuk melalui pintu besi pertama, pemuda itu berkata dari luar ambang. "Dari sini, aku undur diri. Semoga berhasil."

River mengernyitkan kening. "Apa?"

Namun lecutan kebingungan itu tak terjawab, sebab Wayne langsung menutup pintu besi di hadapannya hingga berbunyi dentuman keras.

"Sial!" River maju ke pintu dan menggebraknya dengan tinju, tetapi tidak ada perubahan apa-apa. Dia berbalik dan menatap wajah kawan-kawan yang memasang ekspresi sama.

"Apa maksud Wayne bicara begitu?"

"Entahlah. Kenapa kita dikurung di sini?" Gareth mendongak dan menyisir ruangan sempit yang ada di sekeliling mereka. Perhatiannya lantas tertumbuk pada dinding di bagian belakang―mulanya dia pikir begitu, sampai mereka semua sadar bahwa bidang logam itu bukan dinding, melainkan sebuah pintu lain yang sama terkuncinya. Gareth menggebrak pintu itu dengan kasar sambil berteriak, "Siapa yang ada di sana? Buka!"

Kemudian, terdengar bunyi statis mesin yang berdengung dari sebuah pengeras suara di langit-langit. Semua orang mendongak menatap perangkat kecil yang terpasang di sudut atas ruangan.

"Selamat datang di markas kami, Tuan-Tuan yang terhormat."

Suara wanita, berat dan sedikit parau. Entah bagaimana mereka menebak bahwa itu suara Janeth.

"Terima kasih karena sudah bersedia datang di acara kali ini. Sejak kedatangan rombongan kami sekitar tujuh bulan lalu, aku berandai-andai untuk memberikan sebuah hiburan menarik bagi para penghuni markas istimewa ini."

Juan dan kawan-kawan yang lain mengernyitkan kening mendengar kenyataan ini.

Kemudian, suara itu berlanjut, "Di balik pintu itu adalah sebuah arena yang kusiapkan untuk mengajak satu per satu dari kalian bertarung melawan monster ciptaanku. Pertarungan tidak akan dihentikan sampai ada salah satu yang tidak sanggup lagi, terluka parah, atau tewas. Dan nasib apa pun yang terjadi, semuanya tergantung pada kecerdasan yang diambil demi mempertahankan hidup. Kuharap kalian dapat menikmati pertunjukan ini dengan leluasa. Tentu saja, tidak ada yang boleh menolak ajakan pertarungan ini, atau kalian semua akan diledakkan sekaligus dan menjadi potongan carut-marut yang sia-sia. Dalam satu menit, pintu akan terbuka. Segera siapkan petarung pertama yang akan maju."

Kemudian suara itu diakhiri dengan kalimat bernada lamunan yang mencekam;

"Semoga kemenangan ada di pihakmu."[]

-oOo-

.

.

.

Hai, gais. Mohon maaf yaa chapter kali ini lama bikinnya 🙏🥺

Sumpah lebaran ini aku capek keluar terus diajak keliling 😭😭😭

Aku kira libur lebaran bisa santai, ternyata momennya kebalik sama apa yang kubayangin. Banyak saudara datang, mana bocil-bocil semua. Mendadak aku jadi baby sitter yang kemana-mana gandeng tangan bocil 😭😭😭

Enggak cuma The Pioneers, naskahku yang lain juga sampai keteteran 😭😭

Yaudah lah yaa. Setahun sekali, jadi nikmati aja. Mudah-mudahan setelah ini aku bisa balik normal lagi kayak kemarin. Terima kasih sudah menungguuuu 😭🙏💙

Btw, The Pioneers kayaknya lebih dag dug dag ser yaa daripada The Leftovers. Aku hampir selalu mati geregetan tiap nulis chapter baru.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top