17. The Unknown Hiding Location
Penyuka fantasy romance mungkin bakal menemukan trope favoritnya di chapter kali ini.
Enjoy, guys.
Please comment anything about this chapter later!
-oOo-
DOMEHALL porak-poranda.
"Apa maksudnya porak-poranda?"
Mata Heaven merah, seperti menahan ledakan tangis atau amarah. Karena suatu sebab, beberapa menit lalu Heaven hampir menyasar Winter seperti rubah liar yang kusurupan. Claude berhasil menenangkan wanita itu, mendesaknya tentang apa yang terjadi, tetapi Heaven menepisnya dan dalam sekejap kesadarannya kembali, seperti disihir. Wanita itu mengangkat dagunya dengan gemetar, lalu meminta Winter untuk menjelaskan perkara apa yang melanda tempat ini beberapa minggu lalu.
Winter menceritakan tentang betapa masif gelombang ketakutan menyergap semua penduduk melarat yang berlindung di Domehall, sehingga banyak di antara mereka yang terguncang hingga nyaris gila.
"Mereka datang," kisahnya dengan ekspresi dibanjiri kepanikan. "Janeth dan dua belas pasukannya berhasil melewati kabin penjagaan tanpa tes, lantaran mereka mengaku sebagai aparat keamanan. Mereka berpakaian seperti prajurit Forbs, memanggul senjata di punggung, dan berperawakan bugar. Siapa yang menyangka kalau mereka akan berubah menjadi makhluk buas dan berorasi di tempat ini untuk mengumpulkan kroni?"
"Mengumpulkan kroni?" Alis Claude berkedut curiga.
"Dia ingin membentuk angkatan prajurit baru yang tidak tertandingi," balas Winter. Lengannya yang kurus bergerak-gerak di udara, sementara suaranya terliputi oleh ekstasi trauma. "Dia mengajak orang-orang, terutama para wanita dan anak-anak, untuk bergabung ke kelompoknya. Sebagian besar di antara kami berusaha melawan, tetapi jumlah mereka terlalu banyak. Senjata kami dirampas dan dirusak. Hanya tersisa sedikit ...."
Kemudian Winter berpaling menatap tombak-tombak buatan para pria Domehall, yang diyakini Claude adalah senjata modifikasi dari peretelan senapan dan pecahan pisau. Salah satu tombak itu masih ada dalam cengkeraman Euros.
"Apa mereka berhasil mengumpulkan orang?" Heaven bertanya menyelidik.
"Ya, mereka membawa paksa empat wanita dan dua bocah laki-laki di antara kami."
"Keparat!" Claude menyumpah serapah sambil meninju udara kosong. Di titik itu Claude terhenyak, resah luar biasa karena terlambat menyadari pergerakan Janeth. Dia berpaling menatap ketiga kawan yang berdiri di dekatnya, kemudian kembali lagi pada Winter, "Kau punya pendapat tentang apa yang hendak dia lakukan?"
"Dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya merebut beberapa di antara kami dan pergi. Sepertinya tujuan awalnya kemari memang untuk mengumpulkan wanita dan anak-anak." Suaranya pecah menjadi nada keluhan ketika Winter menengok salah satu kawannya, yang mengenakan kalung dari gigi-gigi taring dan menatap masam gerombolan Claude, seolah siap menghancurkan rahang mereka sewaktu-waktu, "Istrinya Jasper juga diambil," lanjut Winter. "Ini merupakan duka mendalam baginya. Iya, kan, Jasper?"
"Aku akan mencari mereka dan merebut kembali istriku," kata si pria berkalung taringโJasper. Ketika menatapnya lebih cermat, Claude merasakan aura kemarahan yang jauh lebih berbahaya di mata Jasper dibandingkan saat pertama kali dirinya bertemu River. Mengapa orang-orang yang terpisah dari anggota keluarga seperti mereka terlihat lebih liar dan kehilangan akal?
"Para wanita dan anak-anak?" Euros mengusap dagunya sambil berpikir-pikir. Atensinya menyorot kawan-kawannya satu per satu. "Apa kalian pikir ini tidak aneh? Kalau dia ingin membentuk pasukan baru yang tidak tertandingi, untuk apa Janeth membutuhkan wanita dan anak-anak?"
"Serum itu tidak berguna untuk para wanita dan anak-anak," sahut Nathaniel. "Kecuali kalau ...."
Claude menelan ludah gugup. Dia menatap Nathaniel seraya melanjutkan kata-katanya, "Kecuali dia sudah menemukan caranya."
"Menurutmu itu bisa terjadi?" tanya Nathan.
"Kalau serum itu bisa diciptakan, pasti ada cara untuk menyempurnakannya," kata Claude.
Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Claude, tetapi dia tak ingin kawan-kawannya tahu soal ini. Menyempurnakan formula serum bukan perkara mudah. Ayahnya sudah menghabiskan bertahun-tahun untuk dapat menyempurnakannya, tetapi semua percobaannya sia-sia, sebab sang adik yang bernama Wayne keburu membunuhnya dan membuat serangkaian penelitian itu berhenti begitu saja. Lalu bagaimana mungkin, orang seperti Janeth, yang laboratoriumnya telah hancur akibat ledakan dan nyaris tidak memiliki alat apa pun untuk bereksperimen, bisa mendapatkan jawaban dari apa yang selama ini dipertanyakan ayahnya?
Tidak, ini bukan mustahil. Janeth bisa saja mengetahui jawabannya kalau dia mempelajari cetak biru dan hasil laporan penelitian mendiang sang ayah.
Sesaat sebelum Claude kabur dari rumahnya, dia menghancurkan komputer ayahnya yang disimpan di laboratorium bawah tanah demi menghindari kecurigaan aparat yang hendak menyelidiki jejak kasus. Namun, Claude tidak membiarkan warisan penelitian itu hilang begitu saja. Dia membawa kabur tiga barang barang bukti bersamanya; yang pertama adalah botol-botol serum, kedua adalah pesan rahasia di dalam USB yang dia berikan kepada Wayne, dan ketigaโyang paling berbahayaโadalah buku catatan mendiang ayahnya, yang berisi salinan dari seluruh program serta formula serum yang telah diciptakan.
Di antara ketiga barang bukti tersebut, Janeth mungkin telah mendapatkan buku catatan sang Ayah, lalu memutuskan menyempurnakan serum itu demi tujuan-tujuan tertentu.
Sialan, yang ditakutkannya akhirnya terjadi. Claude merasakan kepanikan berdenyar di dalam rongga dada, mendorong lebih banyak keringat dingin merembes di kening dan lehernya. Pria itu mengendalikan emosi, berupaya bersikap senormal mungkin untuk menyembunyikan rahasia ini dari kawan-kawannya. Saat dia kembali mendongak, Winter tahu-tahu berceletuk;
"Kalian tidak mau berkenalan?" tanya pria itu. Dia melangkah ke kiri dan memperkenalkan empat orang pria yang sebelum ini bertengkar dengan rombongan Claude.
"Aku selamat dari ledakan Forbs dan bertemu mereka di perjalanan menuju Domehall. Dan mereka ini dulunya adalah pemburu monster," kata Winter, terlihat separuh bangga. "Jasper membunuh lima monster dan mengambil apa yang tersisa dari mereka menjadi perhiasan dan senjataโseperti yang kalian lihat tergantung dengan manis di lehernya. Kemudian ada Taran, yang paling mudaโsi pencokel," Winter menunjuk seseorang yang keningnya bertato dengan tulisan beringas "KILL THE MONSTERS". Pria itu sedang menekankan kain lap di hidungnya yang bonyok dan berlumuran darah akibat dihajar Heaven. Matanya yang heterochromia biru dan cokelat memandang rombongan Claude dengan luapan kesinisan dan tidak terima.
"Kalau kau menemukan stoples berisi mata monster yang diawetkan, jangan kaget. Taran selalu menyimpannya di sembarang tempat," Winter menambahkan dengan muram. Berikutnya dia menunjuk dua orang lain di samping Taran. Keduanya sama-sama berkulit hitam dan mengenakan pakaian lusuh. "Lalu yang terakhir ada kakak-beradik Santos dan Patrice. Mereka ramah kalau sedang tidak lapar."
"Senang berkenalan," kata Claude, dengan nada tidak ramah. Kemarahan beberapa menit lalu masih menyergapnya, dan dia tak mau repot-repot melunakkan hatinya untuk orang-orang bar-bar ini.
"Winter," kata Claude, "kami tidak punya waktu untuk bersantai di tempat ini. Kau tahu di mana keberadaan Janeth?"
"Terus terang saja, kami tidak tahu pasti di mana tempat persembunyiannya, tetapi sesaat sebelum Janeth pergi dari Domehall, aku mendengar dia mengatakan kepada salah satu pasukannya untuk kembali ke utara. Kemungkinan besar yang dia maksud adalah kawasan cagar alam nasional yang terletak di pulau kecil Bosevill. Kau tahu ... berdasarkan asumsiku sendiri, mereka mungkin menguasai pulau yang tak tersentuh lagi setelah proyek pemusnahan setahun lalu. Janeth mungkin berhasil menjajah tempat itu dengan kapal atau helikopter."
"Terima kasih, Winter. Itu informasi yang kami perlukan," kata Claude sungguh-sungguh, kemudian dia menghadap kawan-kawannya dan berkata mantap. "Kita langsung menuju Bosevill."
"Langsung? Kita tidak kembali menjemput kawan-kawan yang lain?" Nathaniel mengernyit.
"Oh, sial. Aku lupa mereka," kata Claude. "Ya, kita kembali sebentar, lalu bersiap untuk mengarungi laut. Omong-omong, siapa di antara kalian yang bisa menyetir kapal?"
"Aku bisa." Suara itu muncul dari belakang Claude. Pemuda itu berputar dan melihat Jasper berdiri dengan wajah angkuh dan postur menantang.
"Terima kasih tawarannya," kata Claude muak, lalu berpaling lagi pada Nathaniel dan Euros. "Apa kawan-kawan kita bisa menyetir? Isaac, mungkin? Aku tidak tahu apa pekerjaan anak itu."
"Dia pengangguran," kata Euros.
"Oke, lalu kau sendiri bagaimana?"
"Aku mahasiswa abadi."
"Sial. Apa kita harus kembali ke Fayetteville dan bertanya pada kawan yang lain?"
"Kubilang aku bisa menyetir kapal," Jasper kembali menyahut, lebih keras dan lantang. Perhatian semua orang mulai mendarat padanya. Claude membuang napas, lalu berbalik badan. Dia membiarkan Jasper mendekatinya sampai jarak di antara mereka hanya sejengkal. Diselingi kesunyian dan ketegangan yang membekukan, pria berkalung taring itu berkata lagi di depan wajah Claude, "Aku bisa menyetir kapal ke Bosevill."
"Apa ini artinya kau mau ikut kami?" tanya Claude.
"Ya. Bukankah kalian ingin menghabisi Janeth? Kebencian itu tercetak jelas di wajahmu."
"Kami memang punya urusan dengannya, tapi kami akan melakukan perjalanan sendiri."
"Kenapa? Kau harusnya beruntung pergi bersamaku." Raut Jasper berubah lebih masam, kemudian pria itu mundur selangkah dan merentangkan tangannya ke samping, seolah hendak menyombongkan tiga kawannya yang lain. "Atau kau butuh pasukan lengkap? Kami adalah pemburu monster yang hebat dan terlatih." Jasper melirik sekilas kepada rombongannya sendiri, tetapi di antara ketiganya, tidak ada yang sepertinya tertarik dengan pujian itu. Nathan diam-diam mengernyit melihat sikap orang-orang ini.
"Yah, kalian memang liar dan berbahaya," kata Claude, mendongakkan dagu. "Tapi terima kasih, Bung. Kami sudah cukup orang. Serius."
Betul. Tidak ada gunanya menambah geng manusia bar-bar di kelompok ini, begitu pikir Claude. Kalau sampai Jasper tahu wujud asli Claude dan kawan-kawannya, situasi tidak akan berakhir baik. Ini justru akan menjadi pertarungan di antara sekutu.
Jawaban Claude barusan memancing kernyitan di dahi Jasper. Namun, bukannya mendesak lebih keras, pria itu hanya menggertakkan rahang dan mundur lebih jauh, bergabung bersama kawan-kawannya dan membicarakan entah apa dengan serius. Claude tidak repot-repot ingin mengetahui urusan mereka. Dia memilih fokus dengan rencananya dan kembali berpaling kepada rombongannya sendiri. Saat Claude hendak membuka mulut, tiba-tiba Heaven memisahkan diri dari kelompok dan menghampiri Winter.
"Urusan kita belum selesai," kata Heaven pada Winter.
Claude secara spontan hendak mendekati Heaven, tetapi Nathaniel buru-buru menahannya dengan mencekal pergelangan tangannya. Dia memberikan ekspresi jangan-ganggu-mereka-berdua, sehingga akhirnya Claude mengalah. Claude melihat Heaven menjauh dari rombongan dan masuk ke sebuah ruangan di dalam gedung, lalu menatap Nathaniel.
"Apa aku harus khawatir mengenai cewek itu?"
Nathaniel mengedikkan bahu. "Kita melihatnya tadi. Heaven seperti mau menghajar Winter saat mereka bertemu. Kemungkinan mereka punya urusan yang tak bisa diganggu."
"Dan urusan cewek itu bukan menjadi tanggung jawab kita," Euros tahu-tahu berceletuk, menatap kedua temannya bergantian. "Claude, kurasa kau harus membiarkan Heaven di tempat ini. Kita sudah mendapat lokasi Janeth, iya, kan?"
Itu memang kesepakatan awalnya. Claude akan menyandra Heaven sampai wanita itu membantu mereka menemukan Janeth. Seharusnya, sekarang dia harus bersedia mengakhiri kontrak dengan Heaven. Namun, fakta ini menghunusnya dengan lebih banyak keraguan dan ketidaksiapan. Jauh di dalam hati Claude, dia belum mau melepaskan Heaven ....
"Kenapa? Kau tidak mau berpisah dengannya?" Euros bertanya dengan nada meledek yang sinis.
Claude membuang napas panjang.
"Urusan Heaven memang tidak ada hubungannya dengan kita, tetapi dia cukup berguna. Bukankah katamu Heaven dulunya dekat dengan Janeth?" dia melirik Nathan di dekatnya, lalu disambut pria itu dengan anggukan. Claude menudingkan telunjuk di depan dada Nathan dan melanjutkan dengan yakin, "Dia bisa menjadi mata-mata kita demi melanjutkan rencana penghancuran selanjutnya."
"Maksudmu, kau mau menyuruh Heaven mendekati dan membujuk Janeth?"
"Ya, semacam umpan," kata Claude.
"Claude, kau pria keparat," Nathaniel mengutuk kasar. "Kau melibatkan orang yang seharusnya tidak bersama kita. Apa kau tidak khawatir dengan risikonya?"
"Aku bisa tahu kalau Heaven tangguh. Bukankah dia adalah pasukan elite Forbs?"
"Orang-orang yang akan kita lawan adalah para monster. Kita tak tahu jumlah mereka."
"Benar, dan untuk itulah pasukan elite dibentuk."
Nathaniel membuang napas seraya menyugar rambutnya ke belakang. Reaksi penolakannya memicu kejengkelan di hati Claude, seakan dia benar-benar resmi menjadi bajingan berengsek yang memanfaatkan orang lain.
"Jangan tatap aku seperti itu, Kawan. Aku tentu tidak akan mengabaikannya," Claude berkata dengan nada jemu. "Heaven akan terus berada di pengawasanku. Sementara kalian akan menyiapkan rencana besar untuk menyerang." Lalu sebelum Nathaniel sempat memprotes lagi, Claude buru-buru mengganti topik, "Atau kalian sebenarnya juga enggan melanjutkan perjalanan ini? Kalian mau kutinggal saja di Domehall dan bergabung bersama para manusia bar-bar itu?"
Nathaniel dan Euros saling bertatapan, kemudian mereka menjawab serentak, "Tidak."
"Kenapa?" Claude menelengkan leher, menunjukkan wajah tertarik.
"Aku tidak punya alasan untuk bermalas-malasan," kata Nathaniel tegas.
"Oh, patriotis dan diplomatis," kata Claude, nyengir. Lantas dia menatap Euros.
"Yah, lebih baik menghabiskan umur melakukan sesuatu yang berguna daripada diam di tempat ini sambil menunggu ajal," ujar Euros.
"Kau benar-benar tidak punya minat untuk hidup, ya?"
"Bukan begitu, aku hanya ...." Euros membiarkan mulutnya membuka tanpa kata-kata. "Akhir-akhir ini aku sering berpikir untuk mengorbankan hidupku demi sesuatu. Mungkin mengikuti kalian ada baiknya juga."
Pernyataan itu menimbulkan kesunyian sesaat. Claude menangkap raut Euros tersepuh merah, seolah merasa malu telah mengatakannya, dan Claude tersadar bahwa ini adalah pertama kalinya Euros mengatakan sesuatu dari lubuk hatinya dengan serius. Sejak kapan kawan manusianya ini berubah sedemikian drastis? Atau apakah sejak dulu dia memang terbiasa menyembunyikan perasaan-perasaannya?
"Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanya Nathaniel.
"Entahlah. Mungkin faktor usia dan mindset."
"Kau serius? Kalau berada di sini, kau bisa membangun peradaban baru bersama mereka," kata Claude, memegang satu pundak Euros, berbicara dengan hati-hati. "Tapi kalau ikut kami, kau bahkan tak akan tahu nasibmu tiga hari berikutnya. Apa kau benar-benar memahami apa arti sebenarnya 'mengorbankan hidup' itu? Dengar, kawanku yang bermulut kasar. Kau mulai kelihatan seperti adikku. Dia juga punya obsesi untuk menjadi pahlawan tapi tidak tahu berapa harga yang harus dia bayar untuk menjadi pahlawan."
"Kau terlalu mengaturku, Claude," kata Euros, kemudian dia melihat kiri dan kanannya dengan tatapan kesal. "Coba lihat tempat ini. Aku sudah gatal-gatal ingin kembali ke penginapan. Sanitasi di tempat ini nol besar. Mereka semua lebih kumuh dan menjijikkan daripada babi."
"Baiklah, ternyata kau masih Euros yang kukenal," Claude membuang napas, lalu kembali berpaling ke belakang, ke ruangan tempat Heaven dan Winter sedang membicarakan sesuatu yang tampaknya penting. Pemuda itu penasaran tentang apa yang membuat wanita itu nyaris menangis, dan kepikiran untuk bertanya padanya nanti-nanti. Akan tetapi, Claude tahu bahwa Heaven bukan tipe orang yang sudi membagikan kehidupannya pada orang lain.
Pertanyaan sepelenya sebelum ini saja sudah pernah ditolak mentah-mentah oleh Heaven.
Oh, dasar cewek menjengkelkan.[]
-oOo-
.
.
.
Dah lama aku pengin bikin romance yang complicated โบโ๏ธ
Tenang gais, buat yang bukan penyuka romance, cerita ini bakalan fokus sama brothership dan aksi jedag-jedug juga kok ngehehe.ย
Ada yang kangen sama River dkk? Penasaran nggak sama nasib mereka habis kemarin dibom?
Ayo tebak mereka sebenarnya sedang mengalami apa sih?
a. Pasti berhubungan dengan Janeth
b. Jangan-jangan itu kawanan mereka dari Fayettivele?
c. Itu pasti rombongan Letnan Zurich
d. Tidak ada yang benar. Pasti kemunculan musuh/sekutu baru!
e. Sekarepe Honeymenu
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: AzTruyen.Top