๐‘บ๐’†๐’ƒ๐’–๐’‚๐’‰ ๐‘น๐’‚๐’‰๐’‚๐’”๐’Š๐’‚

------------------------
แดฎแตƒแถœแตƒ แตแต˜หขสฐแตƒแถ โฟสธแตƒ แตˆแต˜หกแต˜ แต‡แตƒสณแต˜ แต‡แตƒแถœแตƒ แต‚แดพ
.
.
๐“ข๐“ฎ๐“ต๐“ช๐“ถ๐“ช๐“ฝ ๐“ถ๐“ฎ๐“ถ๐“ซ๐“ช๐“ฌ๐“ช
------------------------

Memainkan rasa rindu dengan sangat sempurna. Membawa hati tetap pada tempatnya, hingga tak satu pun suara yang mampu menandingi lantunan doanya. Empat tahun berlalu dan semua telah dipertanggungjawabkan. Lulus dengan predikat summa cumlaude adalah mimpi setiap mahasiswa. Namun esensi yang paling penting dari semua adalah penerapan ilmu yang diperoleh untuk bisa memuliakan diri sendiri juga orang lain di hadapan Tuhannya.

Meski sendiri, namun senyuman yang selalu mengembang itu merupakan ungkapan rasa syukur. Bagaimana perjuangan selama empat tahun telah tertebus dengan sempurna. Tidak ada orang tua yang mendampingi, wisuda hanya merupakan formalitas, tidak ingin memberatkan karena bukan hanya pengorbanan atas waktu namun juga biaya yang harusnya bisa dipergunakan dengan sebaik mungkin untuk keperluan yang lebih bermanfaat.

"Ayah sekalian umroh, Qi."

"Alhamdulillah, asal tidak memberatkan ayah dan ibu saja. Karena wisuda di sini itu tidak seperti wisuda di Indonesia atau negara lain yang butuh perayaan besar-besaran. Di sini seperti sidang senat terbuka saja, Yah. Kalau Ayah ingin umrah, difokuskan ibadahnya saja. Teman-teman dari Indonesia juga sendiri tanpa didampingi orang tua."

"Kamu yakin?"

"Insyaallah, ayah dan ibu kalau ingin umrah difokuskan saja, kalau nanti Zaqi bisa mendampingi akan Zaqi dampingi hingga tahalul di Marwah."

"Benar ya, insyaallah kita berempat akan menemuimu di Madinah pada waktunya itu."

Qodarullah, semua rencana milik manusia namun Allah memberikan kuasa-Nya. Ayah, ibu dan kedua adikku masih dalam perjalanan menuju ke Madinah. Setelah sekian lama tidak bersua, dan tak lama lagi akhirnya rindu itu akan menemukan obatnya.

"Bang Zaqi," Naura Az Zahhir, adik kecilku kini telah tumbuh menjadi remaja yang tidak lagi memiliki pipi cubby. Meski telah empat tahun kami tidak bertemu nyatanya sikapnya manja kepadaku tidak pernah berubah. Bukan hanya mencium tangan kananku kini dia sudah seperti perangko yang ketemu dengan lem, main nemplok saja.

"Bang Zaqi, khaifa haluk?" tidak perlu menjawabnya tapi aku ingin memeluk adik laki-lakiku ini untuk menumpahkan semua rindu.

"Oomar, alhamdulillah bi khair. Bagaimana sekolahmu?"

"Aman, sekarang masuk ke wasana praja Bang, insyaallah tahun depan bisa menyusul seperti Bang Zaqi dan otomatis menjadi purna praja."

"Jadi pejabat yang selalu memegang tali keimanan, mengedepankan prinsip siddiq, amanah, dan fatonah. Insyaallah adik-adikku akan selalu menjadi orang yang hebat."

"Aamiin. Abang juga lebih hebat dari aku. Aku harus banyak belajar dari abang nih."

Lebih daripada itu, ada dua orang tua yang selalu ingin kusambut dengan penuh cinta. Tatapannya, senyumannya, dan air mata yang menggenang di pelupuk kedua mata mereka. Masyaallah, rasanya masih seperti mimpi bisa bertemu mereka kembali dalam keadaan tiada kurang sesuatu pun.

"Ayah, ibu," aku berhambur menuju mereka, menekuk kedua lutut lalu menyentuh kaki mereka dengan tanganku. Ini bukan adegan dalam film India, bukan pula aku bermaksud untuk bersujud pada mereka lalu menduakan-Nya. Ini hanyalah wujud bakti anak kepada orang tuanya, sebelum aku mencium tangan mereka, sebelum aku memeluk dan melepas semua rindu pada mereka.

Ribuan kata ingin terucap namun seolah semua terbungkam dan lenyap bersama pelukan. Sejatinya mengobati rindu itu memang harus bertemu.

"Selamat ya anakku. Ini bukan akhir tapi ini awal dari step kehidupanmu yang lebih menantang."

"Bantu Zaqi dengan doa, Yah."

"Selalu."

Menghilangkan batas, betapa bahagianya bisa merasakan kembali tidur di pangkuan ibu. Seakan menjelma menjadi anak kecil lagi. Biarkanlah, kamar minimalis ini ramai, karena kami berlima memilih untuk tidur bersama dan ibu memilihku untuk mendampinginya, siapa yang akan melewatkan.

"Bang Zaqi, nanti kalau ke Mekah jangan cepet-cepet doanya. Aku belum banyak yang hafal." Aku tersenyum mendengarnya. Ini memang pengalaman pertaman untuk mereka namun aku yakin ayah telah memberikan bekal meski itu hanya teori dari beberapa hadist yang harus mereka kaji dulu sebelum berangkat.

"Nanti jalan-jalan ke masjid Quba' ya, Bang?"

"Biasanya ada jadwal dari travelnya, Dek."

"Nggak ah, aku pengen jalan-jalan sama Bang Zaqi." Naura menolak kemudian mendekat padaku dan berbisik lirih, "aku punya cerita seru untuk abang."

"Apa?" aku kembali berbisik padanya.

"Rahasia besar, nanti kita ke masjid Quba setelah dhuha."

"Apaan sih Dek, abang masih ingin ngobrol dengan ayah dan ibu kamu sudah ingin memonopoli."

Aku melihat Naura hanya membalas dengan cengiran khasnya. Ok, demi adik tersayang aku akan mengabulkan permintaannya. Rahasia besar apa yang ingin dia sampaikan, empat tahun tidak bertemu sepertinya memang ada sesuatu yang ingin disampaikannya kepadaku sebelum semuanya tahu.

Masjid Quba siang ini, tidak pernah ada kata sepi bahkan cenderung harus berhati-hati. Meski dikata tanah suci namun selalu ada orang yang ingin berbuat jahat, mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya.

"Tadi tidak membawa barang berharga kan?" tanyaku memastikan sebelum melepasnya sendiri ke pintu khusus wanita.

"Bawa."

"Sini, titip ke abang saja." Naura malah memutar bola matanya, berkata lirih nyaris terdengar seperti orang berbisik. "Barang berharga milikku yang aku bawa ke sini itu ya Bang Arzaq Dizhwar, bagaimana sih minta dititip segala." Allahu Rabb, ini aku digombali adik sendiri rasanya malu tapi senang. Bagaimana jika nanti digombali orang lain yang aku sayang selain keluargaku sendiri. Tak sabar menanti waktu itu tiba.

Sedikit memerlukan waktu kita berdua sepakat untuk shalat tasbih di sini. Sebelum akhirnya berdua duduk sambil memegang makanan burung merpati dan melihat mereka beterbangan silih berganti mematuk makanan yang kami sebarkan.

"Rahasia apa yang ingin kau sampaikan kepada abang hingga tak ingin menundanya esok hari?"

"Janji nggak cerita kepada siapa pun?"

"Insyaallah," jangan salah mengartikan. Mengucapkan kata insyaallah itu bukan berarti kita dengan mudah memilih diantara dua, suatu saat bisa membocorkan karena sudah berkata insyaallah, bukan seperti itu. Insyaallah itu mendekati kepastian, artinya 99,9999% akan melakukan sesuai janjinya dan 0,00001% itu adalah kuasa Allah, karen kata pasti itu hanya haq-Nya.

"Bang Oomar jatuh cinta pada seseorang." Kalimat Naura singkat sebagai pemberitahuan yang cukup mengejutkanku. "Sepertinya dia sudah mengungkapkan isi hatinya. Dan setelah purna praja akan mendatangi orang tuanya, langsung."

"Kamu tahu darimana, jangan mengada-ada jatuhnya nanti justru pada fitnah. Masih ingatkan siksa kubur yang sering diabaikan oleh orang itu apa?"

"Orang yang tidak bisa menjaga najis dan mengadu domba termasuk fitnah." Naura menjawabnya cepat, "tapi benar Bang, aku tanpa sengaja membaca tulisan tangan bang Oomar waktu membersihkan kamarnya. Sayangnya dia tidak menulis, siapa nama perempuan yang telah singgah di hatinya."

"Lalu maksud kamu menceritakan kepada abang apa?"

"Abang sudah punya calon istri atau belum?" Aku memilih untuk mengusap kepala adik bungsuku. "Setidaknya orang yang abang suka. Usia abang dan bang Oomar kan hanya selisih satu tahun. Sebelum berangkat ke sini ayah sempat bicara dengan ibu dan aku mencuri dengar. Mereka khawatir jika Bang Zaqi tidak segera menikah nanti didahului oleh bang Oomar. Makanya aku langsung teringat tulisan bang Oomar di buku catatannya itu."

"Doain saja, abang mendapatkan jodoh yang terbaik. Kalau bang Oomar lebih dulu mendapatkan istri ya nggak masalah kan, istrinya abang atau pun istrinya bang Oomar nanti juga akan menjadi kakak perempuanmu. Terus masalahnya sama kamu apa, Dek?"

Aku melihat Nauraku menundukkan kepalanya. Seolah ada rahasia besar lagi yang tak mampu dia sampaikan kepadaku hingga memilih untuk bungkam. "Ayo cerita pada abang, masalahnya sama kamu apa?"

"Karena aku sayang sama Bang Zaqi dan bang Oomar sebagai kakakku."

"Abang tahu, tapi sepertinya bukan itu alasan terbesarnya."

"Aku hanya tidak suka, maaf Bang. Aku hanya tidak suka ada orang lain yang membandingkan antara Bang Zaqi dan bang Oomar. Bang Oomar yang jelas mapan nantinya karena sudah nyata di depan mata menjadi abdi negara, sedangkan bang Zaqi jauh-jauh kuliah di Madinah pulang juga masih pengangguran. Aku nggak suka Bang, ada orang berkata seperti itu."

Bukan aku menutup mata, tidak hanya Naura sebenarnya yang mendengar kalimat seperti itu. Namun kembali lagi, Allah itu maha kaya, rezeki-Nya bisa datang dari pintu mana saja bahkan tidak pernah kita duga sebelumnya. Asalkan mau usaha, asalkan mau berdoa, lakukan yang terbaik, sisanya biarkan menjadi urusan Allah untuk menentukan hasil akhirnya.

"Tahu nggak, bahwa dunia itu hanya sesuatu yang penuh dengan kebohongan? Wamal hayatud dunya illa mata'ul ghurur." Aku melihat Nauraku mengangguk.

"Aku hanya tidak ingin melihat bang Zaqi terluka. Aku saja sakit apalagi abang."

Naura memang telah berubah, dia semakin dewasa. Satu hal yang tidak berubah selama ini aku rasakan. Rasa sayangnya untukku sebagai kakaknya. Dalam hati aku berjanji untuk selalu menjaganya. 'Doakan abangmu, Dek. Semoga takdir Allah berbanding lurus dengan apa yang abang minta sejauh ini.'

----------------------------------------๐Ÿšฒ๐Ÿšฒ

__to be continued

Djogdjakarta, 02 Desember 2021

* Spill sedikit, perkara najis*) yang disebutkan Naura. Selain kita mengenal mutawasitah, mukhofafah dan mugholadzoh, maka ada yang ingin disampaikan intinya jangan meremehkan tentang najis terutama dari air kencing, gumoh bayi (muntahan bayi) meski dia masih menyusu pada ibunya.

Mugholadzoh wajib dibersihkan dengan syarat dengan menggunakan pasir sebagian,
Mukhofafah dan mutawasithah ini yang seringkali diabaikan, air kencing, muntahan bayi, termasuk kamar mandi tanpa alas kaki kemudian dipakai wudhu dan langsung menuju tempat sujud dengan kaki telanjang karena menganggap rumah sudah bersih, dipel setiap hari. Ingatlah sejatinya, bersih itu belum tentu suci apabila kita tidak dengan benar cara mensucikannya.

Usahakan selalu memakai alas kaki ke kamar mandi untuk menjaganya, atau sediakan alas kaki dalam kamar mandi apabila lantai rumah telah disucikan keseluruhannya.

Nitip itu saja, karena dari semua ibadah yang kita lakukan pertama kali yang dipelajari atau disampaikan adalah bab thaharah atau bersuci.

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top