๐‘น๐’–๐’‚๐’๐’ˆ ๐‘น๐’Š๐’๐’…๐’–

------------------------
แดฎแตƒแถœแตƒ แตแต˜หขสฐแตƒแถ โฟสธแตƒ แตˆแต˜หกแต˜ แต‡แตƒสณแต˜ แต‡แตƒแถœแตƒ แต‚แดพ
.
.
๐“ข๐“ฎ๐“ต๐“ช๐“ถ๐“ช๐“ฝ ๐“ถ๐“ฎ๐“ถ๐“ซ๐“ช๐“ฌ๐“ช
------------------------

Ketidakmampuan yang pada akhirnya menjadikan sebuah jawaban. Banyak hal yang harus dipersiapkan. Benar, janji Allah akan memampukan hamba-Nya dalam urusan ibadah. Tapi perkara menikah itu adalah ibadah terlama, bahkan sampai batas usia ada di dunia.

Melihat bagaimana figur ayahnya, background pendidikan, daftar nilai yang ditunjukkan serta foto yang menampakkan dirinya. Yakinlah bahwa Azeera tentu bukan wanita sembarangan.

"Maaf Kiai, apa Azeera tahu mengenai hal ini?" aku tidak ingin menjadi pihak yang disalahkan apabila harus menerima atau menolaknya.

Senyum bijaksana dari seorang ayah yang telah banyak mengenyam asam garam kehidupan terpancar pada wajahnya yang sudah mulai menapaki senja. "Jika tidak tahu dan tidak mau, tidak mungkin saya mengenalkannya kepadamu."

"Tidak perlu menjawab sekarang, diskusikanlah terlebih dahulu dengan dzat pemilik hidup dan mati kita. Dia lebih daripada sekedar tahu bahkan hal ghaib yang sesungguhnya tidak pernah masuk dalam nalar, akal, pikiran kita sekalipun." Suara itu kembali terdengar saat aku tidak segera memberikan jawaban. Jujur aku sangat takut, takut akan hatiku, takut atas inginku dan benar kata beliau, istikharah adalah jawaban yang paling tepat selain aku juga harus membicarakan kepada kedua orang tuaku.

Bimbang, dilema di persimpangan jalan. Mungkinkah Allah menuliskan jalan cerita lain dari sekedar doa yang aku minta selama ini. Setiap kali bahkan setiap saat hatiku menginginkannya namun aku tahu bahwa saat ini masih belum tepat untuk mengungkapkan semuanya. Calla memiliki cita-cita sedangkan aku sedang mempersiapkan hati dan diri untuk membahagiakannya. Bukan hanya urusan akhirat, pemenuhan kebutuhan biologis kami namun tidak ingin naif dengan kondisi sekarang, kami butuh uang dan harta yang cukup untuk kebutuhan dunia dan pembelaan untuk akhirat kami nantinya. Aku masih mempersiapkan untuk itu.

Khadijah Azeera, perempuan dengan tatapan lembut yang menutup rapat tubuhnya. Ciptaan Allah yang begitu sempurna. Tapi mengapa hatiku tidak mampu berbohong, tidak perlu diperbandingkan karena setiap manusia memiliki kurang dan lebihnya masing-masing. Ada nama wanita yang telah tersimpan lama di dalam hatiku. Mungkin Azeera lebih cantik tetapi bagiku Calla lebih menarik. Bisa jadi Azeera lebih memesona namun hatiku berkata Calla jauh lebih menawan. Tidak, mereka bukanlah barang yang bisa diperbandingkan satu dengan lainnya.

Ah andai hatiku masih belum berpenghuni, mungkin penawaran ini sangat menarik untuk dipertimbangkan. Tapi sekali lagi bukan kuasaku untuk menjawab tanpa pertimbangan dan petunjuk. Aku pamit dengan segala macam unek-unek yang ada di hatiku.

"Demi Allah, jika boleh dikatakan kejutan sepertinya ini adalah kejutan paling sukses untuk saya secara pribadi, Kiai. Jujur saya tidak memiliki jawaban untuk saat ini, Kiai. Tanpa bermaksud untuk menolak niat baik Kiai, lebih baik saya mantapkan hati terlebih dulu. Ada banyak hal yang ingin saya persiapkan termasuk diri saya sendiri."

"Tidak perlu terburu-buru, Azeer juga masih satu semester lagi lulus kuliahnya. Kapan pun ada jawabannya, kami siap untuk mendengarkannya."

Sekali lagi, aku tidka ingin mengecewakan namun juga tifak ingin memberikan harapan terlebih tidak ingin mendahului takdir yang telah Allah tulis untukku.

Ternyata mengosongkan hati untuk menerima petunjuk dari-Nya itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kecondongan rasa, inginnya mendekap nama, serta sulitnya mata menerima lebih diatas kurangnya, menjadi alasan mengapa seolah tak tergoyah apa yang telah terpendam lama.

"Qi, ayah rasa kiai Guntur juga tidak akan memaksamu seandainya kamu tidak ingin menerimanya. Sebaiknya segera diberikan kepastian, itu lebih baik daripada menggantung tanpa ada jawaban. Percayalah, Allah akan mempertemukan kalian di waktu yang tepat ketika jodoh telah menjadi qodar yang tertulis untuk kalian berdua."

"Sebenarnya tidak enak hati, Yah. Beliau ini kiai sepuh di yayasan dan pesantren."

"Jangan sampai ketidakenakan hatimu itu justru menjadi bumerang yang membuatmu tidak bisa berada di tengah. Atau jangan-jangan ada nama lain yang kini sedang kau perjuangkan?"

Sepayah itukah diriku menyimpan sesuatu, hingga ayah bisa begitu mudah mengetahui bahkan tanpa aku bersuara sedikit pun.

"Menikah itu tidak untuk tergesa tetapi juga jangan ditunda."

"Iya Yah, Zaqi istikharah dulu. Semoga Allah segera memberikan petunjuk."

"Jika kamu sudah, ayah bisa lega memberikan jawaban untuk adikmu."

"Oomar?"

"Tidak mungkin Naura, dia masih sekolah."

"Memangnya Oomar telah memiliki calon, Yah?"

"Sebelum kita umrah kemarin, Oomar minta izin kepada ayah dan ibu untuk memintakan seorang wanita setelah purna praja."

"Alhamdulillah dong, Yah. Kalau Oomar memang lebih dulu sebenarnya Zaqi juga tidak masalah. Ayah jangan berpikir Zaqi bagaimana atau bagaimana. Insyaallah, ikhlas kok."

"Ayah paham kalau masalah itu, dari kecil kalian bersaudara kan memang selalu saling support meski sering juga berantem memperebutkan sesuatu yang nggak penting. Oomar juga harus menyelesaikan pendidikannya terlebih dulu baru bisa melakukan pernikahannya."

"Dharma Asthabratha, Yah."

"Bagi ayah yang penting sah menurut agama dan negara. Tapi kalau ketentuan dari pendidikannya seperti itu bagaimana lagi." Aku tersenyum melihatnya. Tak terelak, sebagai seorang ayah tentu memiliki rasa bangga atas apa yang didapatkan putra-putrinya. Dan Oomar adalah tolok ukur masyarakat untuk menilai keberhasilan orang tua mendidik anaknya.

Aku dan Oomar, kami lahir berbeda namun besar bersama. Oomar yang aktif dan aku yang introvert. Namun ayah dan ibu percaya kepada kami berdua, kami bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat dan minat kami sendiri-sendiri.

"Sebentar lagi lulus kan, Dek?"

"Insyaallah Bang."

"Mau langsung? Kata ayah sudah ada calonnya, satu kampus juga?"

"Doakan ya Bang, insyaallah, tapi tidak satu kampus, nantilah kalau sudah fix gimana-gimananya aku pasti cerita pada abang."

"Benar ya cerita, jangan sampai kita menyukai satu orang yang sama." Kami kemudian tertawa bersama dan bercerita beberapa hal terkait info terhits saat ini.

Hubungan saudara itu memang seperti sedang menerbangkan layang-layang. Butuh arah angin yang tepat, tarik ulur benang, hingga akhirnya layang-layang tersebut bisa terbang dengan kokoh mengudara. Persaudaraan terkadang butuh ruang diskusi, perbedaan pendapat namun ada ruang rindu yang akhirnya membuat semuanya tersadar bahwa kepekatan darah itu lebih kental dibandingkan dengan apa pun yang tersebut sebagai benda cair.

Apa pun cerita yang telah atau akan tertulis nanti, slamanya saudara tetaplah saudara.

----------------------------------------๐Ÿšฒ๐Ÿšฒ

__to be continued

Oslo, 04 Desember 2021

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top