๐ซ๐๐๐ ๐ป๐๐๐
------------------------
แดฎแตแถแต แตแตหขสฐแตแถ โฟสธแต แตแตหกแต แตแตสณแต แตแตแถแต แตแดพ
.
.
๐ข๐ฎ๐ต๐ช๐ถ๐ช๐ฝ ๐ถ๐ฎ๐ถ๐ซ๐ช๐ฌ๐ช
------------------------
Berada diantara beberapa orang yang penampilannya jauh berbeda dari apa yang kita kenakan itu seolah sedang mengikuti seminar namun salah kostum. Buktinya kata sopan saja tidak juga membuat rasa percaya diri itu ada ketika berhadapan dengan seseorang dengan senyuman khas dan pakaian nasional yang membalut tubuhnya.
Sepertinya aku salah waktu untuk bertamu karena kulihat beberapa orang sedang hilir mudik memainkan gawai dan berkomunikasi untuk memastikan segalanya bisa berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan.
"Maaf Pak, jika kedatangan saya tidak di waktu yang tepat." Aku masih melihat senyum ramah yang membuatku semakin merasa tidak nyaman karena keberadaanku sendiri.
"Harusnya memang sudah selesai dinas, Mas Zaqi. Tapi karena akan ada kunjungan dari kementrian sehingga saya dan staf harus memastikan bahwa tidak ada yang mis untuk acara besok pagi. Ini ngomong-ngomong ingin bertemu kami atau Calla?"
"Sebenarnya saya ingin bicara dengan Bapak dan Ibu atas persetujuan dik Calla beberapa hari yang lalu. Tapi sepertinya kali ini bukan waktu yang tepat untuk menyampaikannya."
"Maaf ya, bukan saya tidak mau tapi karena__" pak Azrul mengangkat kedua bahunya masih dengan senyum yang sama, "pelayan masyarakat memang harus seperti ini kan? Ngomong-ngomong teman Calla dimana? Kok sepertinya saya belum pernah melihat ya?"
"Saya dan dik Calla dulu satu sekolah waktu aliyah, Pak. Kebetulan juga kami tergabung dalam satu ekskul yang sama."
"Sekarang dinas dimana?"
"Alhamdulillah, sebagai salah satu pengajar di pesantren."
"Lulusan mana memangnya?"
"University of Medina."
"Oh cocok memang kalau sekarang mengajar di pesantren. Tapi sebelumnya saya minta maaf karena saya harus berada di lokasi untuk memastikan kegiatan besok bisa berjalan dengan baik__"
"Iya Pak Azrul, saya yang seharusnya meminta maaf untuk ini."
"Mungkin di lain waktu bisa kita sambung lagi silaturahminya." Aku harus mengambil langkah untuk segera undur diri. Waktunya memang tidak memungkinkan untuk bisa berbicara lebih detail, tetapi setidaknya ayah Calla tahu bahwa kedatanganku memang memiliki maksud dengan putrinya.
Helaan napas yang ada adalah pelepasan dari rasa ketidakpuasan lebih tepatnya berusaha untuk menyembunyikan rasa kecewa. Setidaknya untuk membuat hati tetap waras dan tidak banyak mengeluarkan protesnya atas apa yang tidak pernah tersuarakan oleh mulut kepada orang lain.
Aku menggeliat ketika perunguku menangkap nada bunyi yang menandakan tanganku harus bergerak segera. Ada nama adikku di dalam layarnya. Menandakan bahwa dia telah selesai dengan segala kegiatannya.
"Oomar, selamat. Pertiwi menunggumu untuk berkarya." Sapaku setelah kami tersambung dalam panggilan video yang menampakkan dirinya masih dengan seragam wisuda bersama ayah dan ibu.
"Makasih Bang, dua minggu lagi aku pulang. Doakan ya Bang, semua berjalan lancar."
"Aamiin,"
"Kata ayah, Abang jadi juragan sapi sekarang. Wah mulai mengepakkan sayap sepertinya?" Percakapan khas ala dua saudara yang telah lama tidak bertemu. Oomar tetaplah Oomar, adik lelakiku yang tegas dan serius. Meski demikian dia memiliki hati yang lembut walaupun tidak semua orang bisa menterjemahkan kelembutan hatinya dengan baik.
Bagiku saudara itu lebih dari segala hal yang bisa kumiliki di dunia ini selain kedua orang tuaku tentunya. Sebagai anak paling tua, dari dulu aku selalu diberikan wejangan untuk bisa menjaga kerukunan antar saudara. Terlebih dua adikku memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Oomar dengan kemandirian dan ketegasannya sedangkan Naura dengan sifat kemanjaan yang luar biasa.
"Bang, mengapa sih orang-orang itu suka resek banding-bandingin Bang Zaqi dan Bang Oomar. Mana mereka nggak tahu tempat lagi mengghibahnya." Suatu ketika Naura datang kepadaku dengan kekesalan hatinya.
"Itu tandanya mereka memperhatikan abangmu, Dek."
"Tapi bukan berarti mereka boleh bilang macam-macam dong tentang Abang. Rezeki kan Allah yang atur, lagian dunia ini, mengapa harus seperti itu?" Tanpa bersuara pun aku tahu kira-kira apa yang mereka bandingkan antara aku dan Oomar. Lagi-lagi tentang standar hidup dan strata sosial kami yang dipandang berbeda oleh masyarakat awam.
"Ya kalau begitu nggak usah didengar. Biar telinga kita bersih, hati kita lega dan jauh dari buruk sangka."
"Ini bukan hanya tentang pekerjaan dan status sosial loh, Bang. Tapi masalah jodoh juga yang kata mereka jika disuruh memilih antara Bang Zaqi dan bang Oomar jelaslah mereka akan memilih bang Oomar. Kan jadi keki akunya, huhh!" Aku melihatnya membuang napas untuk menghempaskan kekesalan hatinya.
"Ya sudah, jodoh itu Allah juga yang atur. Kalau jodohnya sama abang masa iya nikahnya sama bang Oomar, demikian juga sebaliknya. Abang saja selow, mengapa kamu yang repot sih Dek? Hmm?"
"Karena aku nggak suka kalau abangku dibanding-bandingkan. Mungkin jika kita punya saudara perempuan lagi aku juga akan dibandingkan dengan dia."
Aku tersenyum mengusap kepala Naura. Biar bagaimanapun menjadi bahan perbandingan itu tidak pernah mengenakkan. Salah satunya merasa terkalahkan dan mengalahkan pun juga tidak ada untungnya. Tapi begitulah dunia, serba-serbinya menentukan pilihan kita. Mau ikut larut dalam lika-liku omongan mereka atau memilih egois untuk menyelamatkan hati dan juga pikiran.
Hatiku mencelos mengingat semua percakapan kami di suatu pagi setelah aku dan Naura menyelesaikan jogging mengelilingi GOR di dekat rumah kami. Seolah ingin mempertanyakannya kembali di kedalaman hati. Ketergerakan kakiku melangkah harusnya bermuara karena inginnya hati bersambut dengan logika yang menyetujui untuk menyegerakannya. Bukan karena bisikan kekesalan Naura yang terus terang banyak menumpuk dan bersarang hingga hati berkenalan dengan kata galau.
'Bukan, semua ini karena aku merasa mampu untuk menyegerakannya. Hatiku menginginkannya dan hidupku membutuhkannya. Bukankah itu yang dikatakan bergerak untuk melengkapkan ibadah?'
"Semua kembali pada Abang sih menurutku, tapi terlihat dalam kacamata manusia sepertiku rasanya memang sayang jika harus melewatkan Azeera. Sempurna untuk menyempurnakan Abang, kalian berdua sama-sama lulusan luar negeri dengan basic ilmu yang sama. Allah itu menjodohkan seseorang dengan pasangan yang tidak jauh berbeda. Hanya saja kembali, wa'asa an takrahuu syai-an wahuwa khairun lakum wa'asa an tuhibbuu syai-an wahuwa syarrun lakum wallahu ya'lamu wa-antum laa ta'lamuun, Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Kalau Abang telah beristikharah dan mendapatkan jawabannya maka melangkahlah." Kalimat panjang dari Oomar ketika dia telah kembali dan mulai aktif bekerja di pemerintahan kota dimana kami tinggal selama ini.
"Kamu sendiri bagaimana?"
"Aku?" Ucap Oomar sambil menunjuk dirinya sendiri dan aku menjawabnya dengan anggukan.
"Kalau Abang sudah bergerak, maka aku pun juga sama. Insyaallah aku telah memiliki calon yang selama ini aku titipkan kepada Allah. Semoga Dia masih menjaganya sebagai jodoh dunia akhiratku." Aku menepuk pundak adikku.
Dari kecil kami memang tumbuh bersama. Kebersamaan kami membuat aku dan Oomar seolah seperti saudara kembar yang selalu memiliki barang sama. Mungkin efek keterpautan usia yang tidak terlalu jauh sehingga orang tua kami tidak menginginkan kami berdua saling berebut.
Kebiasaan yang akhirnya melekatkan kata kebersamaan hingga tanpa sengaja karena alasan itu pula membuat selera kami memiliki banyak kesamaan. Seperti halnya kata orang, ikhlas itu tidak pernah ada. Yang seringkali terjadi karena keterpaksaan untuk melakukan hingga akhirnya bersahabat dengan kata bisa hingga akhirnya tercetus kata ikhlas. Mungkin itu juga akan berlaku untuk kami ketika salah satu di antara aku atau Oomar harus mengalah atas sesuatu hal.
Aku masih dengan senyum yang sama menatap adikku. Melihat diriku sendiri dari sudut yang berbeda.
"Bang, nanti antarkan aku meminta kepada keluarganya untuk menjadi istriku ya?"
Permintaan Oomar sebelum akhirnya kami berpisah untuk istirahat dan aku menyanggupinya.
----------------------------------------๐ฒ๐ฒ
__to be continued
Blitar, 27 Desember 2021
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: AzTruyen.Top