☾O2
"Pak!!! Bukain dong gerbangnya..." seorang pemuda yang baru saja datang terlambat, memelas sembari memasang wajah kasihannya.
"Boleh masuk tapi langsung ke meja piket" pak Winata menjawab dengan tegas dan menatap jengkel murid yang sering telat itu.
"Yah, Saya udah dapat surat peringatan, pak"
"Gini ya Bara, kalau kamu mau masuk harus ke meja piket. Kalau gak ya sudah sana bolos. Tapi nanti saya laporin ke guru konseling" Bara yang mendengarnya langsung membalikkan badan, tiba-tiba di pikirannya terlintas ide untuk memanjat tembok belakang sekolah.
"Lah Bara?" Deva yang baru ingin memanjat melihat Bara yang nampaknya telat juga, sama seperti dirinya.
"Lo mau manjat juga?" Deva menganggukkan kepala dengan sangat yakin.
Setelah itu Deva langsung memanjat dalam sekali loncatan. Bara yang melihatnya dibuat kagum karena Deva meloncat dalam sekali percobaan.
Mereka berdua beriringan jalan menuju kelas. Sesekali juga berbincang hal-hal tidak jelas.
"Lo punya pacar, Bar?" yang di tanya pun menggeleng, tanpa menatap lawan bicaranya. Jelas sekali kalau Bara berbohong, semalam Deva sudah bertanya ke Runa, dan dia bilang kalau dia adalah pacar Bara. Deva yang kesal setengah mati, lantas berlari menuju kelas, masa bodo dengan pemuda di belakangnya.
Beberapa menit setelahnya...
"Dramanya di undur jadi akhir bulan ya. Soalnya biar bareng sama kelas lain juga" ucapan pak Jinan membuat seisi kelas bersorak hore dalam hati. Tak lama, guru bahasa itu pun keluar dari kelas yang semulanya sepi. Namun sekarang menjadi gaduh, dan Langit yang menjabat sebagai ketua kelas hanya diam tak memberi instruksi. Ya bagaimana ia bisa menenangkan teman-temannya, kalau dia sendiri baru mulai tertidur di susunan tiga kursi.
"Heh, Langit!!" Nara melempar sepatu ke arah pemuda itu.
"Apa sih? Ganggu aja lu" Pemuda itu pun lantas melanjutkan hibernasinya. Tak peduli pada anak kelas yang sudah berantakan kemana-mana.
"Tagihin duit, rumah Nares kebakaran tuh" Sekelas mendadak hening, suara Nara memang lumayan kencang.
"Kok bisa? Terus dia tinggal dimana?" Jingga membuka suara, memecah keheningan.
"Nares nginap di rumah Fana, makanya mereka berdua gak masuk sekarang" setelah mendapat perintah dari Langit, mereka mulai mengumpulkan uang, berencana membawa makanan juga menyumbangkan pakaian.
"Bolos kuy" Bara mengusulkan ide yang lantas di balas setuju oleh teman-temannya.
"Enak aja main bolos-bolos aja. Gak boleh" Langit mengancam tegas, biar bagaimana pun dia harus menjalankan kewajibannya.
"Arrrggghhhhh" sekelas mendadak heboh dengan salah satu siswa yang kesurupan. Semua murid di kelas itu keluar, ada juga beberapa yang ikut ketempelan.
Beberapa guru bantu menenangkan, ada juga yang menyuruh satpam membuka gerbang. Mempersilakan murid kelas sebelas mipa 1 untuk bergegas pulang.
Tujuan mereka sekarang adalah ke rumah Fana. Ada yang kesana bawa kendaraan pribadi, dan lain sebagainya. Apapun kendaraannya yang penting sampai ke sana pikirnya.
"Assalamualaikum, Fana!!!" tak lama waktu berselang, Fana pun keluar untuk membukakan gerbang. Teman-temannya memang sudah bilang akan datang. Tapi tak bilang kalau datangnya sekarang.
"Kalian bolos?" tanya Fana saat mereka semua sudah berada di ruang tamu.
"Jadi, tadi tuh ceritanya si Arjun dan kawan-kawan, pura-pura kemasukkan gitu. Terus heboh deh sampai semua murid tau. Ya jadinya kelas kita di pulangin, takut nambah korban kata guru" sahut Bara.
"Yaudah, aku buatin minum sekalian panggil Nares ya" saat Fana baru beranjak, Jingga menahan tangan gadis itu.
"Gua aja yang panggil Nares" Fana pun menggangukkan kepala.
Mereka pun berpencar ke tujuan masing-masing. Sementara di ruang tamu mendadak hening. Murid yang kurang lebih berisi 20-an itu tak ada yang berniat berbincang. Sampai akhirnya Nares dan Jingga datang.
"Nares, ini ada beberapa makanan sama pakaian buat lo dari kita. Sama sedikit uang, maaf ya nominalnya gak seberapa" Langit maju mewakili anak-anak kelas. Seketika pertahanan Nares runtuh, ia pun menunduk dan menangis.
"Thanks ya. Maaf kalau jadi ngerepotin kalian semua" Jingga yang melihatnya tak tega, menuntun Nares untuk duduk bersama dengan yang lainnya.
Tak lama Fana pun menghampiri dengan satu nampan. Lantas kembali untuk mengambil minuman untuk yang lain. Langit diam-diam mengekor, mengikuti kemana kaki gadis itu melangkahkan.
"Fan, gue bantu ya" tawar Langit, lalu Fana pun mengangguk sebagai jawabannya.
Setelah mereka semua telah mendapatkan minuman dan camilan. Fana berjalan menuju taman.
"Fan!" yang dipanggil pun menengok.
"Nyokap bokap lo kemana?" tanya Langit sesekali mnyeruput kopi buatan Fana. Hnggg... berasa kopi buatan istri, Batin Langit sambil tertawa. Melihat Fana menunduk ia lantas berhenti lalu memerhatikan raut wajah Fana.
"Mereka tinggal di Jepang. Dari awal mereka ajak aku kesana, aku nolak secara langsung. Karena saat itu, ada orang yang menjadi alasan untuk aku tetap tinggal di Indonesia, sampai sekarang"
"Pacar kamu?"
"Mantan" setelah itu Langit langsung tersenyum tipis, dan kembali ceria. Ia pun menggangukkan kepala, mungkin masih ada kesempatan, pikirnya.
Sementara itu, di lain tempat ada Jingga dan Nares yang sedang bermain dan tertawa. Bersama Ninuninu squad, tentunya. Ada Bara, Jay, Deva, dan Nara.
"Ooooosom!!!" teriak Jingga, lalu mereka mengeluarkan antara gunting, batu atau kertas.
"Yang batu taroooo. Ayo giliran Bara" sahut Nara antusias.
"Oooooooooooooooooooooooo. Nungguin ya~" Deva lantas menimpuk Bara menggunakan bantal, yang di timpuk pun hanya pasrah. Mereka yang menyaksikan Tom and Jerry bertengkar pun tertawa bahagia sekali, bahkan Nares sampai memukul paha Nara yang berada di sebelah.
"Yaallah.... Jay kalau ketawa gantengnya kok nambah sih??" Candaan Deva pun membuat para ciwi-ciwi genit protes.
"Hilih disir li bimbink. Bisinyi ngiribit liki iring" sahut Nara.
"Ngiming ipi sih li. Bilijir ngiming dili iji li" balas Deva tak mau kalah.
"Li jigi siminyi, mbing" Nares pun ikut bergabung dalam bahasa alien tidak jelas. Dan berakhir para lelaki syirik, plus Jay memainkan ps.
"Telepon lu bunyi" Jay menjeda game karena hp Jingga berdering. Bara yang hampir mencetak gol sudah kesal sebab dirinya hampir menang.
"Assalamualaikum, Jingga" suaranya memang agak kencang, jadi mereka yang berada disitu bisa dengar dengan jelas.
"Waalaikumsalam, kenapa kak?"
"Aku mau putus. Malam ini aku ada penerbangan ke korea. Maaf aku bohong, aku akan tetap lanjutin study di sana. Aku dapat beasiswa. Makasih udah bareng-bareng sama aku. Kisah empat tahun yang udah kita lewati, gak akan pernah kulupa. I love you, Jingga. Jangan lupa move on ya" setelah itu sambungan handphone Jingga terputus secara sepihak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top