Candramawa
┏━━━━━━━━━❂━━━━━━━━━━┓
Candramawa
/can·dra·ma·wa/ a hitam bercampur putih
┗━━━━━━━━━━❂━━━━━━━━━━┛
“Kak Todo kalau diberi satu permintaan mau apa?”
Pemuda kekar itu mengelus dagunya, mencerna pertanyaan tersebut pelan-pelan seraya memikirkan jawaban yang tepat. “Aku mau Mayu-chan sehat kembali. Kalau Mayu-chan?”
Senyuman lebar tertangkap jelas dalam penglihatannya, perempuan tersebut menangkup pipinya yang memerah, “Hehe, kalau aku ingin Kak Todo bisa melihat dunia yang sama denganku!”
Matahari seperti biasa menyinari bumi, orang-orang melakukan kegiatan yang biasa, siklus yang biasa di hari yang biasa. Dalam kebiasaan itu sendiri, Todo juga melakukan hal yang sudah menjadi kebiasaannya, mengunjungi rumah sakit, dengan tote bag di tangannya dan sebuket bunga . Mulai dari menyapa pegawai yang familiar sampai membuka pintu kamar berangka 24-C, tak lupa senyum lebar agar yang menghuni kamar tersebut juga menunjukkan senyumnya.
“Pagi Mayu-chan”
Mayu, gadis berusia 15 tahun tersebut menghentikan aktifitas membacanya, “oh, pagi Kak Todo! Hari ini kakak bawa buku apa?”
Bisa melihat kekasihnya ceria seperti hari ini adalah berkah, dan Todo menyukainya.
“Novel series yang tentang 3 orang sahabat itu, kamu sudah sarapan? Aku bawa puding nih dimakan.” Ujar pemuda bersurai hitam itu sambil mengeluarkan puding dari dalam tas, dia bisa melihat binar di dalam netra coklat milik Mayu, menggemaskan? menggemaskan.
Sangat disayangkan Tuhan merenggut penglihatan warnanya, kosong monokrom tanpa ada estetika yang bisa menyanjung kedua netra hitamnya ini. Namun, berbeda saat dengan Mayu, dia bisa merasakan kehangatan dalam monokrom kehidupannya, sosoknya yang hangat nan menyerupai matahari.
“Makasih Kak To—HIMAWARI! Kak itu untukku?!”
Todo melihat sekilas buket bunga di tangannya lantas memberikannya pada Mayu, perlahan mengelus tengkuknya mencoba memikirkan kata apa yang tepat untuk dikatakan pada Mayu. Ah sial kenapa tiba-tiba dia merasa malu, “Sebentar lagi musim panas ‘kan? Aku akan minta izin ke pihak rumah sakit jadi kita bisa ke festival … kamu mau?”
Perempuan bersurai merah muda itu mengangguk antusias, ah sudah lama dia tidak menikmati festival musim panas. Todo menghela napas, tangannya gatal ingin mencubit pipi gembul kekasihnya karena gemas, mengurungkan niatnya dia lebih memilih untuk menangkup pipi lembut itu.
Ibu jarinya bergerak pelan seakan-akan yang dia sentuh rapuh serapuh kaca, tatapannya lembut hanya tertuju pada Mayu, bunga mataharinya. “Karena itu, Mayu-chan lekas pulih jadi waktu yang kita habiskan di luar lebih lama!"
“Oh tentu! Aku rajin minum obat jadi tubuhku lebih kuat, bahkan aku bisa ke toilet sendirian tau!”
Todo tertawa melihat Mayu begitu semangat, lumayan jarang bisa menangkap momen menyenangkan ini mengingat kondisi Mayu yang sering turun, Todo tau betul tentang itu dan benar-benar menghargai momen kecil seperti ini karena tidak ada yang tau kapan Tuhan akan memetik bunga mataharinya.
"Selamat pagi, oh! Todo disini toh."
Sebuah suara menginterupsi, pemuda bersurai merah muda nan hitam memasuki ruangan, senyuman manis terpapar di paras yang manis pula. Itadori Yuji mendudukkan diri di samping Todo, "Yo brother."
"Bisa hentikan itu jika ada orang yang mendengarmu memanggilku itu kesannya kamu pacaran dengan adikmu sendiri tau." Yuji menyenggol lengan Todo pelan sambil menahan geli. Mayu yang melihat tingkah mereka berdua tertawa lepas, interaksi mereka berdua begitu lucu menggelitik perut.
Yuji menghela napas seraya berganti pandang ke Mayu, tangan mungil milik adiknya dielus pelan, “Mayu, katanya Ayah akan pulang musim panas nanti.” Dan sesuai dugaan pemuda berusia 15 tahun itu, saat ini Mayu tersenyum sambil meremas tangannya erat sampai-sampai tak terasa lagi tangan kanannya dan lagi dia hanya bisa tersenyum. “Mayu aku tau kamu senang tapi tolong tanganku lepasin.”
Sontak Mayu melepaskan tangan Yuji, alisnya berkerut kala melihat tangan Yuji. "Maaf …."
"Haha tak apa. Oh! Itu novel yang kamu ceritakan kemarin, kan?" Yuuji meraih novel berharap bisa mengganti topik yang lebih ceria. Siapa yang suka melihat adik kembarannya bersedih? Bukan Yuuji pastinya.
Seketika wajah Mayu bercahaya, membenarkan posisi duduknya ke arah dua pemuda muda tersebut, dirinya menggebu-gebu, "OH ITU! Jadi …" dengan penuh semangat 45–bukan, semua fantasi liar gadis bermarga Itadori itu ditumpahkan, sang penyimak mendengarkan dengan baik, cuaca juga ikut mendengarkan sampai-sampai langit lebih biru daripada biasanya.
Di akhir musim semi yang tenang, bunga matahari kecil itu perlahan menjulang tinggi. Begitu banyak cinta yang dia dapat, nutrisi yang cukup, air yang melimpah, cahaya surya yang tiada habis pula. Lengkap sudah yang diperlukan si bunga matahari, seperti tidak ada yang kurang, namun betulkah itu? Kita lihat saja permainan semesta dengan segala plot twist-nya.
Waktu berputar begitu cepat, tak terasa posisi matahari telah berada di garis horizontal, sepertinya berbicara terlalu lama membuat Mayu lelah sampai tertidur. Todo bangkit dari duduknya lalu menyelimuti raga kecil yang tertidur pulas, berangan-angan seperti apa mimpi yang kekasihnya alami.
"Leukimia[¹] itu penyakit yang serius Todo."
Todo meringis, sekujur tubuhnya mendidih kala mendengar nama penyakit itu. "Aku tau brother, tidak perlu kamu ingatkan." Jelas dia marah pada Yuuji, kenapa di saat-saat seperti ini dia membicarakan hal yang gelap seperti itu? Todo tau tak ada maksud buruk dari perkataan Yuuji tadi, karena Todo yang paling mengenal dia lebih dari dirinya sendiri.
"Aku hanya ingin Mayu berumur panjang …."
"Aku tau."
"Atau setidaknya dia menjalani hari di luar rumah sakit …."
"Aku tau Yuuji, aku tau itu." Sebuah peluk ia berikan kepada yang lebih muda, Todo sangat tidak ingin melihat ekspresi pilu sahabatnya ini, karena jika sampai ia ikut tenggelam kesedihan lantas siapa yang akan memikul mereka dengan gagah?
"Hei sudah, kita nanti akan membangunkan Mayu-chan. Aku harus kembali bekerja, kau jaga adikmu baik-baik ya dan jangan lupa makan tepat waktu."
Todo dengan berat hati bangkit dari duduknya, mengemasi barang yang ia bawa lantas mendaratkan kecupan manis di dahi pujaan hati. Mengulas senyum, ia pamit dan menjalani hari seperti kemarin. Bekerja, pulang untuk mandi dan makan, lalu kembali ke rumah sakit.
Dan setiap harinya berjalan sama bagai kaset rusak, wajah yang sama kegiatan yang sama. Ya meskipun hari ini sedikit berbeda karena Todo tidak kembali ke rumah sakit. Minggu depan liburan musim panas akan dimulai karena itu tugas-tugasnya harus segera selesai.
Ditengah kesibukannya, telepon genggamnya berdering. Melihat siapa yang menelpon membuat Todo tersenyum kecil, "Halo Mayu-chan. Ada apa?"
"Aku tidak bisa tidur …."
Senyuman yang tadi menghiasi wajah Todo perlahan memudar, "Mimpi buruk?"
Diam menjawab pertanyaannya, berarti benar gadis kecilnya bermimpi buruk. Menghela napas, Todo melirik tumpukan buku. banyak dan tidak bisa ditinggal.
"Maaf Mayu-chan aku sedang mengerjakan tugas, bagaimana kalau aku menemanimu lewat telepon sampai kamu tertidur?"
"Oke …"
Masih terasa perasaan takut dari nada bicara Mayu, Todo memutar otaknya mencoba mencari topik agar pembicaraan tidak mati. "Hei aku masih belum tau lanjutan dari cerita 3 sahabat itu ya. Selepas si anak laki-laki memakai sarung tangan itu gimana?"
"Oh itu, jadi habis dia memasang sarung tangan, dia tiba-tiba jadi beruang! Lalu …" Mayu melanjutkan ceritanya meskipun suaranya masih bergetar perlahan dirinya yang ceria kembali.
Todo terkekeh lantas lanjut menulis di atas buku. Malam itu dia tidak sendirian, dia ditemani oleh suara manis yang mampu mengusir sepi.
Pagi datang setelah gelapnya malam, matahari perlahan membangunkan dunia yang terlelap dalam tidur. Todo bangun dari tidurnya, melihat ponselnya yang mati sepertinya dia maupun Mayu lupa mematikan telponnya.
Todo melakukan rutinitas seperti biasa. Bangun, mandi, sarapan, pergi. Dan seperti biasa pula, dia mampir ke rumah sakit.
Tapi ada yang aneh. Suster-suster yang biasanya menyapa Todo melewati dirinya dengan wajah panik, ada apa ini?
Pikir Todo ada seorang pasien yang membutuhkan pertolongan pertama. Semakin masuk ia kedalam, dugaannya semakin benar. Tapi dia tidak menduga kekasihnya yang membutuhkan pertolongan pertama.
"Ah, Todo-san maaf tapi anda belum bisa masuk ke dalam, saya akan jelaskan detailnya nanti karena Mayu-san butuh pertolongan."
Seorang perawat berkata itu padanya. Hah? Yang benar saja, semalam dia tidak apa-apa, dia masih bisa tertawa menceritakan cerita novel favoritnya lantas kenapa begini?
"Etto… Todo-san ya? Saya juga yang bertugas merawat Mayu tapi karena sudah ada tangan yang cukup, saya mewakili dokternya mari saya jelaskan." Seorang suster datang padanya, mengangguk pelan Todo mempersiapkan hatinya.
"Jadi begini, karena Mayu-san mengkonsumsi terlalu banyak gula, pasien mengalami serangan jantung. Memang jarang kasusnya karena umur pasien yang terbilang muda, tapi masih bisa terjadi karena kadar gula pasien tinggi. Todo-san wakilnya Mayu-san bukan? Atau kakaknya ada disini? Kita butuh seseorang untuk mengurus data Mayu-san."
Begitu banyak kata yang Todo tidak paham, semuanya masuk dari telinga kanan lalu keluar dari telinga kiri. Serangan jantung? Heh, lelucon jaman kapan itu? Seharusnya kekasihnya sedang duduk membaca buku pinjaman perpustakaan, lalu tersenyum manis sembari melambai ke arahnya, seharusnya begitu.
"Bangun. Kamu harus bangun." Kata pemuda tersebut seraya menempelkan telapak tangannya ke jendela ruangan. Sungguh, jika diperbolehkan dia segera memeluk tubuh Mayu tanpa ragu, memberinya kehangatan yang layak nan penuh cinta.
"Todo-san?"
"Kita sudah janji buat ke festival 'kan? Ayo bangun Mayu."
Kini bunga mataharinya layu. Sulit memopong diri apalagi menyerap air yang ia berikan. Todo pikir, 'kurang kasih sayang.' kurang, kurang dan kurang. Banyak yang Todo relakan demi melihat bunganya bersinar mengalahkan surya dunia, agar dia bisa dengan bangganya memamerkan permata kuning kesayangannya pada dunia, 'hey lihat! Kesayanganku sangat cantik bukan?'
Tapi sepertinya Tuhan tertarik dengan kecantikan bunga mataharinya, sampai-sampai hari ini, saat ini juga, Tuhan memetik bunga tersebut membawanya ke nirwana. Jahat? Oh tidak mungkin Todo lupa Tuhan mampu mengambil bunganya kapanpun dan dimanapun, karena sesungguhnya bunga tersebut bukan milik Todo, melainkan milik Tuhan.
Todo melihat sekilas suster tadi, "maaf, aku akan memanggil kakaknya." Tegasnya lalu melangkah pergi, ponselnya dinyalakan dan langsung menelpon Yuuji. "Hei brother, adikmu butuh dirimu, datanglah."
Lantas Todo tersadar apa yang kurang. Ia hanya 'kurang waktu.' hanya hal itu yang semesta berikan dengan kadar yang sangat sedikit.
"Kak Todo harus terus berjalan kalau Mayu tidak ada ya."
"Tolong jangan sekarang." Perkataannya mengarah pada otaknya yang sengaja membuat Todo mengingat perkataan Mayu kala ia juga dalam keadaan kritis.
"TODO-SAN TUNGGU!!"
Sebuah suara menghentikan langkahnya, memutar kepala ia mendapati suster yang tadi—yang kini membungkuk seakan akan ingin meminta ma—tunggu, jangan bilang—
"Kami sangat menyesal, kami tidak bisa menyelamatkan Itadori Mayu, dua menit yang lalu, pasien menghembuskan napas terakhirnya."
Dan benar, saat itu juga, Todo kalah dari semesta. Seperti ada sesuatu yang pecah dalam hati Todo, membuatnya sesak napas.
“Kak Todo kalau diberi satu permintaan mau apa?”
Pemuda kekar itu mengelus dagunya, mencerna pertanyaan tersebut pelan-pelan seraya memikirkan jawaban yang tepat. “Aku mau Mayu-chan sehat kembali. Kalau Mayu-chan?”
Senyuman lebar tertangkap jelas dalam penglihatannya, perempuan tersebut menangkup pipinya yang memerah, “Hehe, kalau aku ingin Kak Todo bisa melihat dunia yang sama denganku!”
Dan sepertinya permintaan Mayu tidak Tuhan kabulkan, karena Todo yang sebenarnya tidak bisa melihat dunia yang sama dengannya kini malah hidup dalam dunia yang berbeda jauh dengan dunianya.
[Candramawa selesai]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top