•.17.•
Beep.. Beep...
Aku membuka pelan mataku, rasanya sekujur tubuhku mati rasa. Ingin membuka mata saja susah rasanya.
Saat membuka sedikit mataku, aku melihat langit-langit kamar dengan lampu putih terang, membuat mataku yang terbuka sedikit kembali tertutup karena silau.
Dengan mataku yang tertutup, aku mengatur nafasku yang sesak.
Namun nafasku tak terasa seperti itu lagi sekarang, ketika aku menyadari ada alat pembantu nafas yang menutup hidung dan mulutku.
(a.k.a Nebulizer.)
Masih dengan mataku yang tertutup, aku merasa lega karena sudah bisa bernafas normal. Walau dengan alat bantu.
"Elora?"
Mataku terbuka pelan ketika menyadari suara Mum memanggilku.
"Mum?"
Mum menangis dan segera menghampiriku, ia mencium keningku tanpa henti. "Elora sayang..."
Aku bingung, apa yang sebenarnya terjadi. Selain mum disini, aku melihat Dad, Sophia dan Jacob yang memandangku dengan wajah sedih.
Mum melepas ciumannya dikeningku tatkala Dad yang sekarang menciumku. "Dad?"
Dad menangis dikeningku.
"Elora...Akhirnya kamu siuman."
Tunggu... aku di rumah sakit?
Dad melepas pelukannya, aku hanya menatap keempat anggota keluarga ku dengan wajah bingung.
"M-mum.." Panggilku dengan nada lemah. Astaga, kenapa rasanya sulit untuk bicara.
"Ya, sayang?"
"A-aku.... Kenapa..?"
Mum memandang Dad sebelum menjawabku, kemudian ia tersenyum hangat melihatku lagi. "Jangan pikirkan itu El, yang terpenting adalah sekarang kamu harus sembuh. Ya?"
Aku menghembuskan nafas dan berusaha menganggukkan kepala.
Mum bercakap. "Oh iya, Elora. Ada temen kamu yang mau jenguk."
Teman?
Dad dan Mum kemudian berdiri dari duduknya disampingku. "Kami keluar dulu ya.. nanti kalau temen-temen kamu udah pulang kita kesini lagi."
Mum dan Dad pergi keluar ruangan dimana aku terbaring lemah.
Jacob dibawahku tampak memegang telapak kaki ku yang tertutup selimut hangat.
"Get well soon, Elora..." Tuturnya dengan wajah sedih.
Aku tahu aku pasti akan mengatakan 'terimakasih' tapi aku berusaha sebisa mungkin untuk diam. Karena susah membuka mulut untuk bicara.
Aku memandang Sophia dengan kerutan dahiku. "Sophia..."
"Ya, El?"
"Aku...K-kenapa....?"
Sophia dan Jacob saling pandang, sama seperti yang dilakukan Mum dan Dad saat aku menanyakan hal yang sama tadi.
Sophia menghampiriku dengan wajah senyum namum mata yang menahan tangisan.
"Elora... You will gonna be alright, oke?"
Aku mendengus kesal mendengar jawaban Sophia, aku memalingkan wajahku darinya.
Sophia menghembuskan nafas panjang dan memegang tanganku. "El.."
"Kamu tenggelam, temen kamu yang selametin..." Jelasnya membuatku semakin penasaran.
Jacob kemudian menyahut.
"Finn."
"Finn Wolfhard, dia selamatin kamu."
"I know." Jawabku.
Sophia kemudian berdiri, dan mereka berdua pergi keluar kamar rawatku.
Sebelum Sophia menginjakkan kakinya keluar, aku menghentikkannya dengan cara memanggil namanya. "Sophie."
Ia menoleh dengan satu tangan memegang pintu.
"Apa yang terjadi...?" Tanyaku kembali dengan nada melemah.
Sophia diam untuk beberapa saat, hingga ia menjawab pertanyaanku.
"Kamu koma 3 hari."
Hah? S-serius?? Aku koma.... tiga hari? Rasanya seperti baru beberapa menit lalu aku digendong Finn didalam air..
Sophia sudah keluar dari kamar rawat. Sekejap setelah pintu tertutup, pintu itu terbuka kembali dan empat orang memasuki ruangan.
Yay. Mereka adalah Noah, Finn, Sadie dan Millie!
Mereka duduk disebelah kasurku.
"Hai, El." Sapa Millie disebelahku.
"H-halo.."
"Oh my godd, akhirnya kamu bangun jugaa!" Ujar Sadie dengan riang.
Aku tersenyum tipis.
"Oh iya, Elora. Ini kita bawain buah-buahan buat kamu, nanti dimakan ya." Ucap Finn disamping tubuhku.
Aku mengangguk.
"Kemarin... aku tenggelam??"
Mereka berempat saling pandang. "I-iya.." Jawab mereka ragu.
"Siapa yang... d-dorong?"
Finn menggenggam tangan kiriku. "El, masalah itu ngga usah kamu pikirin. Biar cepet sembuh, ya?"
Aku mengernyitkan kening.
"Kalau kalian nggak kasih tau aku--"
Ucapanku terhenti, aku mengatut nafasku. "A-aku makin... sakit.."
Finn menghembuskan nafas panjang, "A-.... Anna.."
Aku memejamkan mataku, sudah kusangka pasti dia.
"E-eh tapi gapapa kok, semuanya udah diurus!" Kata Finn lagi lalu mengelus-elus surai rambutku.
"Gue seneng banget gila, si nenek lampir itu akhirnya dikeluarin dari sekolah!" Kata Millie membuatku membuka mata dan tersenyum lebar.
"Dikeluarin?"
"Iya, Elora!"
"Dia hari ini keluar sekolah."
"P-Pindah?"
Sadie menyahut pertanyaanku. "Iyaa, dia pindah ke sekolah lain. Yaa walaupun masih di NYC sihh.."
Aku manggut-manggut mengerti.
"Kalian?"
"Kalian kenapa e-enggak sekolah...?"
Finn yang masih memegangi rambutku menjawab. "Bolos, mau jenguk kamu."
"Btw, kalo kamu tanya dimana Jaeden. Dia sekolah."
"Iya, maksimum besuknya empat orang doang huhu.."
Jawab mereka bergantian membuat wajahku tersenyum.
"Oh iya, Elora!" Panggil Noah dengan semangat, aku melihatnya yang duduk didekat lututku.
"Aku ada hadiah buat kamuu."
Ia kemudian mengeluarkan sekotak kecil berwarna merah muda dengan pita merah yang mengikat.
"Aku bantu bukain ya?"
Aku mengangguk. Kemudian Noah membantuku untuk membuka kotak kecil itu. Sesaat kemudian, Noah mengeluarkan isi dari kotak kecil itu.
Teddy Bear.
Boneka Teddy Bear yang menurutku sangat lucu, boneka beruang kecil dengan wajah tersenyum dan memegangi bucket bunga.
Noah dengan perlahan meletakkan boneka kecil itu digenggamanku. Aku tersenyum, aku mengangkat tanganku perlahan untuk melihat lebih jelas boneka ini.
"Lucu."
"Makasih ya.."
"Sama-sama."
"Oh iya, ini sebagai hadiah persahabatan. Jadi nanti kalau kamu pegang boneka itu biar inget terus sama kita berempat." Ujar Noah tersenyum hangat.
"Iya.. makasi, Noah..."
"Makasih, semua."
"Sama-sama, Elora."
"Uhm.. aku boleh tanya lagi?" Ujarku kemudian Finn menjawab. "Boleh dong, mau tanya apa?"
"G-gejala aku... apa?" Tanyaku dengan nada melemah sedikit hilang.
Finn menggenggam tanganku dengan kedua tangannya.
"Dokter bilang, saat kamu tenggelam. Ada terlalu banyak air yang masuk ke paru-paru. Jadi menyebabkan kamu sesak nafas dan aliran darah kamu kurang lancar." Jelas Finn.
"I-iya... juga... kata dokter, paru-paru harus ada ruang untuk bernafas. Tapi kalau orang tenggelam malah keisi sama cairan..." Lanjut Millie dengan nada lembut.
Aku hanya menghembuskan nafas panjang dan manggut-manggut mengerti.
"Gapapa, pasti sembuh kok."
"Bener! Nanti kalau sembuh.. kita bisa main lagi." Perkataan Sadie dan Noah menyemangatiku membuat tubuhku seolah terdapat aki yang jika dicharge kembali menjadi semangat membara.
"Makasih.... udah support."
"A-aku.."
Mereka berempat tersenyum menanggapi, lalu Millie membuka mulutnya seraya berkata. "Eh iya, kayanya jam besuk udah habis ya?"
"Uhm... iyanih."
"Elora, kita pulang dulu ya."
"Jangan lupa makan teratur, oke?"
Sadie, Millie dan Noah kemudian berdiri. "Makasih." Ujarku berterimakasih lagi. Mereka bertiga mengiyakan dan berjalan keluar menutup pintu ruang rawat.
Tidak seperti yang lain, Finn masih duduk disebelahku menggenggami tangan kiriku dengan kedua tangannya.
Ia menatapku sangat dalam, aku hanya meliriknya.
"Finn?"
Finn tersenyum dengan mata berkaca-kaca menahan tangisan.
Ia kemudian memegang kepalaku dan mengecup keningku dengan lembut. Aku merasakan bibirnya mengecup keningku dengan cinta.
Aku merasakan tangisannya membasahi keningku dan pipinya.
Beberapa detik kemudian Finn melepas bibirnya dari keningku. Ia tersenyum, masih dengan wajahnya yang tampan mendekati wajahku yang terbaring lemah diatas ranjang.
Finn mencium ujung tanganku.
"Elora.."
Aku tak menjawabnya, aku hanya menyaksikannya berbicara dengan nada lembut padaku.
"I love you.."
"I love you in every universe. Elora.."
beep beep beep beep
Denyut jantungku tak terarah, menjadi berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan semua itu, dapat disadari Finn dengan cara melihat layar disebelahnya. Namun ia tidak. Finn masih tersenyum hangat dengan air mata membasahi pipinya, ia menatapku.
Aku tersenyum...
Aku melepaskan tanganku dari genggamannya...
Lalu dengan kasih sayang, aku menghapus air mata di pipi lembut Finn. "Dont cry.."
Finn tersenyum mendengarnya, dia memegang tanganku yang masih kuletakkan di pipinya.
"Finn."
"Kalau kamu masih nangis, aku nggak bakal sembuh."
Mendengar perkataanku, Finn tertawa kecil. Tawa yang sangat tampan diwajah indahnya.
Ia kemudian mengelap matanya hingga sudah tidak ada lagi air mata tersisa. "See?"
Aku mengangguk tersenyum.
Finn kemudian menghembuskan nafas singkat, ia berdiri. "El, aku harus pulang sekarang."
"Oh iya, ini jangan lupa dimakan ya buah-buahannya. Tadi aku, Millie, Sadie sama Noah yang beliin buat kamu." Ujarnya seraya memegang keranjang penuh buah dimeja sebelahku.
"Iya.."
"Yaudah, cepet sembuh yaa..."
Aku tersenyum, Finn kemudian pergi menuju pintu ruangan tertutup. Ia membukanya, tak lupa ia berikan senyuman termanisnya untukku. Lalu ia keluar dan menutup pintu ruangan.
Aku masih menatap pintu yang tertutup beberapa detik lalu oleh Finn itu, tak terbuka sama sekali. Aku hanya mengingat Finn.
Finnie.
Look, beberapa waktu lalu. Anna mengatakan 'lo ngga boleh rebut Finn.' padaku.
Aku memang mengacuhkannya, tetapi.. ada suatu perasaan mengganjal setelah ia mengatakannya.
Beberapa waktu setelah itu, aku memperhatikan. Bahwa Anna terus memandangimu, dan rasa mengganjal itu muncul dihatiku lagi.
Tak lama setelah kejadian itu. Sahabatku, Sadie dan Millie. Mengatakan bahwa Anna menyukaimu sejak di junior high school. Lagi, perasaan mengganjal yang sangat sakit itu muncul dihatiku lagi.
Aku tak mengerti apa perasaan itu. Dan menjadi pertanyaan pertama bagiku.
Lalu, kau tahu? Setiap saat jika aku berada didekatmu, aku merasa nyaman. Entah kenapa.
Namun, pertanyaan-pertanyaan itu bukanlah suatu pertanyaan lagi bagiku. Karena ini adalah pernyataan.
Bahwa aku mencintaimu.
Aku mencintaimu lebih dari sekedar suatu sahabat.
○
○
✧°.୨♡୧.°✧
○
○
hii, jangan terkecoh yaa.
Bedain perTanyaan sama perNyataan.
Okee sampe sini dulu yaa, see u in next chapter! ❤️👀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top