III. Thoughts
꒷꒦꒷‧˚₊‧꒦꒷꒦ ꒷꒦‧˚.⁺꒷꒦꒷‧˚꒦
"Yang Mulia benar-benar tidak marah, 'kan?"
Ini sudah keenam kalinya Ajax menanyakan pertanyaan tersebut kepada sang gadis pirang yang tengah menggendongnya menyusuri koridor. Perempuan itu menghela napas, tidak menyangka anak laki-laki di gendongannya begitu meragukan ucapannya.
"Aku tidak marah padamu, sungguh," balasnya dengan nada meyakinkan. Ia menatap sepasang mata biru itu dengan pandangan datar seperti biasa. "Dan jangan panggil aku dengan sebutan itu."
Ajax seketika mengerjap bingung. Ia ingin menanyakan alasan mengapa perempuan ini tidak mau disebut dengan gelar 'Yang Mulia', namun dirinya tak berani. Anak lelaki itu terlalu takut dengan reaksi yang akan diberikan.
Pada akhirnya, Ajax menanyakan pertanyaan yang lain, "Lalu, saya harus memanggil anda apa?"
Tak ada tanggapan. Sang anak pun memutuskan untuk lanjut bertanya, "Saya belum tahu namamu, jadi aku bingung harus memanggil anda apa."
Lagi-lagi sang adiratna berambar emas hanya diam. Raut wajahnya pun tak memberikan ekspresi apa pun, ia tampak seolah mengabaikan pertanyaan yang dilontarkan oleh anak laki-laki bersyal merah itu. Tidak mendapat balasan, Ajax akhirnya memutuskan untuk diam dan memilih untuk menatap dinding lorong berhiaskan permata kebiruan― berusaha masa bodoh akan rasa kecewa yang mekar di hati.
Tanpa Ajax sadari, sang perempuan tengah memperhatikannya. Kedua manik emas gadis itu dapat melihat dengan jelas kilatan kekecewaan yang terpancar dari sepasang netra samudranya. Entah mengapa hal tersebut membuat ia merasa sedikit bersalah, hanya sedikit.
Setelah berpikir selama beberapa saat, wanita berambut pirang itu memutuskan untuk memberitahukan namanya.
"Skirk," celetuknya singkat. "Itu namaku."
Tentu itu bukan nama asliku, lanjutnya dalam hati.
Nama perempuan itu bukanlah 'Skirk' seperti yang dikatakannya. Nama aslinya adalah Lumine― yang dulunya adalah seorang pengembara penjelajah dunia. Namun, semuanya berubah sejak ia kehilangan kekuatan dan terpisah dari saudara kembarnya. Dan inilah dirinya yang sekarang, seorang bergelar 'Putri' yang memimpin Abyss.
Namanya adalah hal yang krusial, Lumine tak ingin mengambil resiko yang dapat menyebabkan rencananya kacau. Ia ingin menyembunyikan diri di kegelapan dari seluruh penghuni dunia ini― juga dari kakak kembarnya sendiri.
Lumine akan menemui saudaranya di saat yang tepat― di akhir perjalanan panjang setelah sang separuh diri mengetahui kebusukan manjapada penuh keindahan ini.
Lumine kembali memandang Ajax, mendapati kedua mata anak laki-laki itu berbinar senang. Senyum lebar merekah di bibir, menghias wajah polosnya yang manis. Tanpa sadar, kedua ujung bibir sang gadis terangkat― turut membentuk senyum tipis selama sepersekian detik.
"Itu nama yang asing, tapi tidak buruk!" respon Ajax dengan senyuman yang belum pudar. "Nama saya Ajax! Salam kenal, Nona Skirk!"
Wanita berambar emas itu mengangguk singkat, ekspresinya datar. "Salam kenal juga, Ajax."
"Dan kau tak perlu menggunakan bahasa formal saat berbicara padaku," ucapnya lagi yang dibalas anggukan mengerti oleh Ajax.
Ajax, nama dari bahasa kuno. Bagaimana bisa orang tua anak ini menamainya dengan nama itu?
Nama dari anak lelaki tersebut membuat Lumine memikirkan segala kemungkinan. Nama itu tak salah lagi nama dari bahasa kuno, ia yakin akan hal tersebut. Namun, hal yang mengusik benak sang puan adalah bagaimana mungkin orang tua Ajax memberi nama putranya demikian? Bukankah bahasa yang terkandung dalam asma si anak adalah bahasa yang telah hilang ribuan tahun yang lalu? Tidak mungkin manusia fana yang hidup di era saat ini mengetahui bahasa tersebut.
Setelah berpikir selama beberapa saat, Lumine mendapatkan suatu kesimpulan yang membuat kedua alisnya berkerut.
Mungkinkah ...
"Nona Skirk!"
Panggilan itu membuat Lumine tersadar dari lamunannya. Ia seketika menatap Ajax, mendapati anak itu tengah memandangnya dengan wajah muram. Sang gadis pun menelengkan kepala sebagai tanggapan.
Ajax menunjuk pintu di sisi kiri mereka dengan jari telunjuknya. "Kita sudah sampai."
"Oh," respon Lumine sekiranya. Tampaknya, aku terlalu kalut dalam pikiranku.
Tangan mungil Lumine meraih knop dan membuka pintu di hadapan, memperlihatkan kamar tidur yang luas nan minim cahaya. Perempuan itu pun melangkah ke dalam ruangan tersebut, menutup pintu setelahnya.
Lumine meletakkan Ajax ke atas kasur. "Tidurlah."
Usai mengucap titah singkat itu, sang adiratna langsung membalikkan tubuhnya ke arah pintu. Namun, saat hendak melangkah, ia merasakan jemari mungil yang memegang pergelangan tangannya. Tanpa menoleh pun, si puan sudah tahu siapa pemilik yad itu.
Lumine melirik Ajax dari ujung mata dan bertanya, "Apa?"
Ajax menelan ludah tatkala mendengar pertanyaan bernada dingin tersebut. Ia takut akan jawaban yang diberikan. Namun, anak laki-laki itu menggigit bibirnya― mengumpulkan keberian, lalu mengangguk singkat beberapa saat setelahnya.
"N-Nona Skirk, bisakah kamu menemaniku di sini sebentar?" pinta Ajax dengan wajah memelas.
Lumine membalikkan badannya sekali lagi, menatap bocah berambut jingga yang sedang duduk dengan ekspresi penuh harap di atas ranjang. Ia mengangkat sebelah alisnya. "Kau takut sendirian?"
Sang anak lelaki menggeleng. "Tidak. Aku hanya bosan dan kesepian."
"Begitu, ya."
"Aku ingin membahas dan menanyakan beberapa hal denganmu. Jadi, aku mohon tetaplah di sini, Nona Skirk," lirih Ajax dengan nada memelas.
Lumine menatap perangai bocah laki-laki itu selama beberapa saat, sebelum akhirnya menghela napas pelan dan mengangguk mengiyakan. Hal tersebut membuat senyuman di wajah Ajax semakin lebar. "Terima kasih banyak, Nona Skirk!" serunya dengan cengiran lebar.
Sang puan hanya menanggapi seruan itu dengan anggukan. Ia berjalan ke arah ranjang dan mengambil duduk di sebelah Ajax, kepalanya menoleh untuk menatap si anak bersyal merah.
"Jadi ...," Lumine menopang dagu dengan tangan kanannya. " ... Kau ingin menceritakan apa, Ajax?"
Begitu pertanyaan itu tertangkap oleh telinganya, Ajax langsung menghadap ke arah sang adiratna sambil memeluk selimut yang menyelimuti diri. Sepasang mata safir berkilau penuh kagum, tak lupa senyuman manis masih setia menghias perangai.
Dengan demikian, malam berbagi kisah dari sang kedua insan pun dimulai.
꒷꒦꒷‧˚₊‧꒦꒷꒦ ꒷꒦‧˚.⁺꒷꒦꒷‧˚꒦
Scroll to continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top