αкαвαиє кαямα [α¢]

→• ✿ •←

"I love you, in the past, now, or in the future."

Assassination Classroom ©Yusei Matsui

→• ✿ •←

Liburan musim panas tinggal beberapa hari. Anak-anak kelas 3-E memanfaatkannya sebaik mungkin.

Tapi juga tidak.

Gadis bersurai (h/c) menatap orang-orang yang berlalu lalang di jalanan bersama keluarga ataupun teman mereka.

Hal itu membuatnya tersenyum tipis, sedikit iri namun tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menatap mereka. Seteguk minuman kaleng masuk ke kerongkongan, bersamaan dengan dua pasang netra yang kini bertatapan.

"Oh hai?"

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya si pemuda yang menempatkan sebuah paperbag di samping tempat duduk sang gadis.

"Aku hanya keluar karena bosan, kalau Karma?"

Pemuda bersurai merah itu mengambil minuman yang keluar dari mesin minuman dan menempatkan diri di samping teman sekelasnya.

"Sama."

"Bilangnya sama, tapi beli setumpuk buku."

"Kalau tahu kenapa tanya?" Karma menggelengkan kepala, meneguk susu stroberi yang ia genggam.

"Aku kurang kerjaan, bosan."

Si gadis, (Name), menyandarkan kepalanya pada bangku panjang itu dan menutup kedua matanya karena sinar matahari yang menyilaukan.

"Bawa aku ke rumahmu, kau mau belajar kan?"

"Lalu apa hubungannya denganmu?"

"Kan sudah kubilang, aku bosan."

Karma membuang botol minuman kosong dan mengangkat paperbag berisi buku. "Terserahmu saja, tapi kau akan kuusir jika merusuh."

"Memangnya aku pernah merusuh? Tidak sama sekali tuh."

"Mau bukti?" (Name) membelalak kaget ketika ponsel Karma keluar. Banyak sekali aib-aib dirinya yang bersemayam, bisa hancur harga dirinya jika itu ditampilkan di depan umum begini.

"I-iya iya! Aku janji tidak akan rusuh!"

Sebuah senyum miring terlukis. Karma menyimpan kembali ponselnya dan berbalik untuk pulang.

"Besok datanglah."

"Siap!"

Sebenarnya Karma tidak akan menolak jika (Name) yang memintanya. Tapi menyenangkan melihat raut memelas gadis itu.

Tanpa sadar pikirannya berjalan jauh. Karma menggelengkan kepalanya pelan dan kembali fokus berjalan.

→• ✧ •←

"Hei, ajarkan aku bagian ini."

Suara itu membuat (Name) mengalihkan pandangan dari buku sejarahnya.

Untuk pertama kalinya seorang Akabane Karma meminta diajari. Dia ingin memotretnya sebagai bahan ejekan tapi tidak jadi melihat ekspresi serius Karma.

Netra (Name) membaca soal matematika dengan serius lalu membuka-buka halaman buku dan menunjuk ke salah satu rumus yang ada.

"Cari panjang bagian bawah dengan rumus yang ini, lalu cari luas keduanya baru dikurangi."

"Kalau ini?"

"Pakai yang persamaan kuadrat bentuk ke-empat."

Keduanya kembali diam, sibuk dengan kegiatan masing-masing di bawah matahari yang bersinar terang di luar.

(Name) fokus dengan buku yang ia baca. Namun fokusnya sedikit teralih ketika merasakan sesuatu berada di bahunya.

Tanpa menoleh pun gadis itu tahu. Sebuah usapan ia berikan pada surai merah yang kini bersandar di bahunya.

"Kalau lelah istirahat saja dulu, kau kan sudah belajar dari pagi sampai malam walau sedang liburan."

"Tidak mau."

(Name) membiarkan Karma untuk tetap berada di posisi itu sedangkan tangannya kembali fokus membolak-balikkan halaman buku yang kini berbeda.

Suasana menjadi hening. Keheningan itu memang cukup menenangkan, hingga suara dengkuran halus mulai terdengar di pendengaran (Name).

Netranya melirik sekilas Karma yang sudah tertidur lelap di pundaknya.

"Kubilang juga apa?" Ia bergumam dengan senyuman tipis yang samar.

(Name) membenarkan posisinya agar pemuda itu lebih nyaman.

Untuk sesaat ia menikmati momen-momen ini. (Name) tampak rileks setelah sekian lama.

"Kau mau jadi pacarku tidak?"

"Tidak," jawab (Name) cepat.

Apakah Karma hanya berpura-pura tidur? Bagaimana bisa ucapannya menjadi sangat melantur begini.

(Name) menarik napas, masih kaget dengan pertanyaan itu.

"Kenapa?" tanya pemuda itu memainkan jari-jemari (Name) yang sibuk memegangi buku tebal.

"... kau mau menggunakanku untuk membantumu belajar, iya kan?"

Karma mengangkat kepalanya dari bahu (Name) dan menatap gadis itu. Bukan tatapan jahil yang biasa keluar, namun tatapan sendu.

"Aku tidak sejahat itu untuk memanfaatkanmu seperti dia."

Dia, cinta pertama yang telah dihapus paksa dari hatinya.

Asano Gakuushu.

Laki-laki yang membuat sang gadis takut untuk kembali menjalin hubungan lagi.

Netra mereka bersitatap. (Name) menggeleng pelan sebelum mengganti buku yang ia baca.

"Tetap saja tidak mau."

Diam-diam jantung (Name) berdegup kencang. Ia berusaha untuk tidak memedulikannya.

"Aku berjanji tidak akan memperlakukanmu seperti dia."

"Maaf, aku tidak akan terpengaruh," jawab (Name) kembali mengalihkan pandangannya karena pemuda bersurai merah itu memandangnya dengan tatapan sedih.

Apa-apaan dia? (Name) berpikir Karma hanya bercanda karena selama ini tidak menunjukkan tanda-tanda apapun.

Dia serius pun aku tidak bisa memaksakan perasaanku.

"Lanjutkan belajar saja sana."

Bukannya menurut, Karma meletakkan kepalanya di atas meja, masih menatap wajah (Name) yang tampak serius dengan bukunya.

Padahal dia sudah mempersiapkan confess ini dan berharap akan berhasil. Tapi yang ia lihat malah raut (Name) yang tampak biasa saja.

(Name) melirik netra Karma sejenak dan mengusap lembut surainya, membuat Karma memejamkan kedua matanya karena merasa nyaman.

"Beri aku waktu, aku masih belum siap memulai hubungan lagi, okay?" Sang empu mengangguk paham.

"Saat itu kau akan menerimaku kan?"

"Bagaimana ya? Kau mau aku menerimamu atau tidak?"

"Bukankah jawabannya sudah jelas?" tanyanya balik. (Name) tertawa dan menutup buku yang sedang ia baca, ikut meletakkan kepalanya di atas meja dan menatap wajah Karma.

Posisi itu bertahan selama beberapa menit hingga (Name) kembali duduk tegap.

Dan beberapa detik kemudian, rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya.

Netra (Name) menatap bingung. Karma memeluknya erat dan menenggelamkan kepalanya di bahu sang gadis.

"Lepas, Karma," ucap (Name) yang hanya dibalas gelengan pelan. (Name) merasakan pelukan yang semakin dieratkan.

Helaan napas keluar. "Kau bisa melakukannya sepuasmu jika kita sudah besar."

"Janji?"

"Iya, aku berjanji."

Sebenarnya (Name) merasa sedikit ragu. Apakah ia bisa membalas perasaan Karma dengan baik?

Ia masih merasa takut.

Setelah dihancurkan berkeping-keping di hubungan yang baru pertama kali ia jalin di usia yang masih muda, ia belum siap menjalin hubungan baru.

Biarkan aku selesai dengan masa laluku sepenuhnya. Dan ketika saat itu tiba aku akan memberimu jawaban.


























ೃ⁀➷ೄྀ࿐ ˊˎ-






















Angin berhembus perlahan. Matahari yang hampir terbenam saat ini membuat siapapun yang melihatnya akan tertarik dengan keelokannya.

Namun itu semua terasa seperti debu di hadapan kedua insan yang kini saling bersitatap.

"Jadi, apa kau mau menjawabnya?" Seseorang membuka suara.

Keheningan melanda sejenak.

Sang gadis menatap orang-orang yang berlalu-lalang sebelum kembali menatap netra pemuda di hadapannya yang berpendar hangat.

"Setelah bertahun-tahun berlalu apakah aku masih berhak menjawab tidak?" Senyuman terlukis manis di bibirnya.

Melihat hal itu Karma tersenyum dan menautkan jari-jemarinya dengan milik sang gadis, membawanya pergi dari tempat mereka saat ini.

Di bawah langit senja yang menampilkan cahaya indahnya, sebuah hubungan penuh penantian berhasil dibangun.

Omake

"Hei (Name), bagaimana kalau kita langsung menikah saja?"

"E-eh?"

"Mau? Aku akan langsung menyiapkannya sekarang."

"Tidak bisa."

"Apa? Apa kau tidak mencintai—"

"—tidak bisa kutolak maksudnya."

Karma mengalihkan pandangannya karena merasa digoda. Tawa kecil keluar, (Name) merasa lucu melihat telinga kekasihnya yang kini memerah seperti surainya.

𝒴𝑜𝓊'𝓇𝑒 𝓂𝓎 𝑒𝓋𝑒𝓇𝓎𝓉𝒽𝒾𝓃𝑔, 𝓉𝒽𝑒 𝓇𝑒𝒶𝓈𝑜𝓃 ℐ 𝓈𝓂𝒾𝓁𝑒 𝒶𝓃𝒹 𝓂𝓎 𝒻𝒶𝓋𝑜𝓇𝒾𝓉𝑒 𝓅𝑒𝓇𝓈𝑜𝓃.”


ೃ⁀➷endೄྀ࿐ ˊˎ-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top