- ๐•๐€๐‹๐ˆ๐ƒ๐€๐“๐ˆ๐Ž๐

(๐ง.) ๐•๐š๐ฅ๐ข๐๐š๐ญ๐ข๐จ๐ง
/vรฆlษชหˆdeษชสƒษชn/
ย  ย  noun
the action of making or declaring something legally or officially acceptable.

ย  ย  โ ๐–๐ก๐š๐ญ ๐ข๐ฌ ๐ง๐ž๐ž๐๐ž๐ ๐Ÿ๐จ๐ซ ๐š ๐ฅ๐ž๐š๐๐ž๐ซ? โž

ย  ย  ย  ย  ย ย  โ ๐•๐š๐ฅ๐ข๐๐š๐ญ๐ข๐จ๐ง. โž

Menjadi pemimpin bukanlah perkara mudah. Pasti banyak hal-hal yang harus dilakukan agar bisa menjadi pemimpin yang baik. Entah gagasan dan ide yang bagus, ataupun kinerja yang optimal.

Namun semua itu tak berarti, bila seorang pemimpin tidak bisa bekerjasama dengan bawahannya. Untuk menjadi seorang pemimpin, mestilah anggota harus mengakui orang yang akan memimpin mereka. Bagaimana bisa seorang pemimpin bisa memimpin dengan baik, bila tak mendapatkan pengakuan dari anggotanya sendiri?

Tentu saja para anggota tak akan mengikuti pemimpin tersebut, bila para anggota tak mengakui keberadaan dan jabatan pemimpin tersebut di kelompoknya.

Menjadi pemimpin juga harus pandai dalam menarik perhatian dan hati anggota, agar bisa diakui oleh kelompok. Mereka juga harus pandai menarik simpati dan hati anggota kelompok, agar bisa mengendalikan juga mengontrol mereka dalam mencapai tujuan bersama.

Diakui, pengakuan, atau validasi adalah hal terpenting di dalam kepemimpinan seseorang. Melansir dari Psycology Today, pengertian validasi adalah pengakuan atau penerimaan dari orang lain.

Nah, dari sini terbukti bahwa menjadi seorang pemimpin sangatlah membutuhkan validasi, agar bisa diterima oleh kelompoknya. Bagaimanapun juga, validasi adalah hal terpenting dalam memimpin seseorang.

(Name) sendiri takkan kaget, bila ia tak mendapatkan kepercayaan dari para siswa untuk memikul tanggung jawab sebagai Ketua Majelis. Tak sedikit tatapan ragu dan tak percaya dari para siswa, diarahkan untuknya selepas mendapat jabatan tinggi tersebut.

Bagaimana tidak? Setelah mengetahui jabatan Ketua Majelis yang sebelumnya milik anak kelas A yang dipindahtugaskan ke (Name), hal ini membuat banyak siswa merasa resah. Para siswa sendiri memiliki pikiran dan stigma negatif pada (Name), yang beranggapan bahwa (Name) menggunakan nama "Martin" untuk mendapatkan jabatan tersebut.

Oh sial, sebenarnya tak sepenuhnya salah. Namun bila dikatakan benar, juga tak sepenuhnya benar. Katakan bahwa pemikiran tersebut 50:50.

Demi mendapatkan pengakuan dan kepercayaan dari seluruh warga sekolah, tentu saja (Name) akan menggunakan usahanya sendiri. Seorang anak yang berasal dari keluarga Martin, bukanlah anak yang akan mengandalkan nama keluarganya. (Name) tak sebejat itu, dengan cara berlindung di balik nama keluarga.

Derap langkah kaki menggema di lorong sekolah. Seluruh atensi para siswa SMP Kunigigaoka yang ada di lorong terfokuskan pada (Name). Bukan tanpa alasan, hal ini dikarenakan (Name) berjalan bersama dengan salah seorang siswa dengan senyuman hangat miliknya. Ditambah lagi, terlihat gadis itu membantu membawa beberapa dokumen yang sebelumnya dibawa oleh siswa tersebut.

Kaget? Tentu saja! Bagaimana bisa seorang (Name) yang notabenenya dilabeli siswi sinis dan memiliki sifat egois, bisa berjalan dengan senyuman yang terbilang cukup hangat!? Sesungguhnya para siswa yang ada di sana kaget bukan main.

Bisik-bisik serta pujian diucapkan oleh mereka, dan dilontarkan untuk (Name). Tentu saja hal ini menjadi berita besar, bahkan satu sekolah dibuat gempar oleh kejadian ini.

"Itu Martin!? Gila! Ternyata ia memiliki sifat lembut!"

"Wah.. ternyata ia memiliki sifat manis.."

"Apa ia mencoba mematahkan label buruk tentangnya?"

"Entahlah. Namun bukankah hal ini merupakan sisi baiknya? Ia yang tadinya tak bisa didekati, sekarang menjadi sangat ramah."

"Waduh. Itu dokumen OSIS kan? Mengapa OSIS tak membawanya sendiri?"

"Sebentar.. itu Isogai-kun kan?"

"Loh iya.. kalau tak salah dia jadi sekretaris Martin-san kan?"

"Dia jadi anggota Majelis?"

"Iya. Anggota Majelis kan diambil dari perwakilan kelas. Kebetulan Isogai-kun dipilih menjadi sekretarisnya Martin-san."

"Kalau dipikir-pikir mereka cocok sekali ya? Sangat serasi, seperti sepasang kekasih."

"Tidak, tidak! Martin-chan itu cocoknya dengan Asano-kun! Jangan buat kapal ku karam ya!"

"Tapi ia cocok juga dengan Akabane."

"Good looking dan good money mah bebas.."

Isogai Yuuma melirik (Name) dengan tatapan ragu. Sejujurnya pemuda ini merasa tak nyaman, saat berjalan dengan (Name) yang malah dia menjadi pusat perhatian.

"A-anu.. Martin-san.. apa kau tak apa, berjalan dengan perhatian sebanyak ini?" Isogai bertanya dengan senyuman canggung. Sejujurnya dia merasa sangat heran dengan perubahan yang (Name) alami. Karena dia tak pernah merasa sedekat ini dengannya melalui kedekatan tertentu.

Mendengar pertanyaan Isogai yang agak lucu di telinganya, (Name) hanya memberikan tawa kecil sebagai tanggapan. Sudah ia duga dampaknya akan sebesar ini, apalagi satu sekolah sudah mengetahuinya.

"Apa Isogai-kun tak nyaman berjalan dengan saya? Saya sudah biasa menjadi pusat perhatian." (Name) menghentikan kakinya ketika berdiri di depan pintu ruangan Majelis Mahasiswa, dan tentu saja Isogai ikut berhenti, menatap (Name) dengan tatapan bingung. "Jika Isogai-kun tak nyaman, saya akan menjauh."

Mendengar pernyataan dari gadis berdarah Swiss ini membuat mata emas pucat milik Isogai melebar. Mengapa (Name) mengatakan demikian? Padahal dia hanya bertanya dan menanyakan keadaan (Name), bukan bermaksud untuk menjauhinya. "B-bukan itu maksud ku!" sanggah Isogai, karena merasa (Name) salah paham.

Martin muda ini tak menanggapi dan langsung masuk ke dalam. Panik karena berpikir (Name) marah, Isogai menghampirinya dengan agak terburu-buru. "M-martin-san? Apa kau marah?"

(Name) tersenyum ketika menaruh dokumen yang ada di tangannya ke atas meja. Agak lucu melihat Isogai panik. Jika boleh jujur, (Name) ingin menggoda Isogai lagi karena reaksinya sangat menggemaskan. Gadis ini tak tahan, untuk tidak menjahili laki-laki imut seperti Isogai.

(Name) menolehkan kepalanya, mendapati Isogai menunggu jawaban darinya dengan ekspresi panik. (Name) mendekat ke arah Isogai, diiringi dengan senyumannya yang lembut.

Merasa agak aneh dengan apa yang dilakukan (Name), tentu saja Isogai sedikit mundur. Ekspresinya terlihat gugup dan khawatir, karena bingung dengan aksi yang (Name) lakukan. "M-martin-san..? Apa kau baik-baik saja..?" tanya Isogai dengan ragu. Sebenarnya Isogai takut, (Name) akan marah dengannya. Apalagi.. Isogai terpojok di meja, dan terjebak tak bisa keluar dari genggamannya.

Merasa gemas dengan ekspresi wajahnya, (Name) memberikan seringai tipis pada Isogai. Jari-jemari lentik (Name) membelai pipi pucat dari pemuda itu. Bagaimana tidak pucat? Kalau dia dijebak seperti ini, dengan ekspresi (Name) yang tak bisa ditebak.

"M-martin-san..?" Isogai berbisik gugup melihat tingkah gadis Martin itu, karena (Name) terus membelai wajahnya dengan gerakan lembut yang sangat hati-hati. Seperti.. seseorang yang tengah menyentuh benda berharga dan harus dijaga dengan baik.

Netra biru berlian (Name) terlihat melembut, diiringi seringai tipis yang tak terlalu terlihat. Melihat ekspresi dan mata dari gadis berkebangsaan Swiss ini mampu membuat Isogai merinding bukan main. Sentuhan nya membuat Isogai agak gila karena keterlaluan lembut dan hati-hati, yang menyebabkan otaknya berpikir kemana-mana.

'Ekspresi dan tindakan Martin-san membuatku takut.. rasanya tubuhku bisa hancur kapan saja..'

Doa Isogai sepertinya tak dikabulkan oleh Tuhan. Entah kesambet setan apa, dasi hitam Isogai ditarik cukup kencang oleh (Name). Netra emas pucat Isogai melebar, ketika merasakan tarikan yang cukup kencang. Keseimbangannya hampir oleng, dan Isogai langsung bertumpu di meja yang ada di belakangnya.

Syukurlah Tuhan masih menyayanginya. Setidaknya Isogai tidak jatuh ke bawah, meskipun dia harus menumpu berat badannya di atas meja.

Kedua sudut bibir merah (Name) terangkat dan membentuk seringai geli. Tak ada senyuman manis yang sebelumnya ia tunjukkan, melainkan seringai geli dengan kilatan menggoda di mata birunya.

Lutut (Name) menekan meja dengan kaki Isogai yang mengapit kaki (Name). Tubuhnya sedikit maju dan menekan tubuh pemuda ini, dan diiringi seringai geli yang meresahkan.

Gadis berkebangsaan Swiss ini mencondongkan wajahnya lebih dekat dengan telinga Isogai. Bibir mungil (Name) tepat di telinga Isogai dan meniupnya dengan lembut, membuat sekujur tubuh Isogai merinding. Bohong kalau telinganya tak menghangat dan memerah, hanya karena ulah (Name). "M-martin-san..?" Isogai bergumam gugup. Takut (Name) melakukan sesuatu.

Isogai menahan nafas, dan berusaha untuk menetralkan detak jantungnya yang berdetak kencang akibat sikap (Name) yang tiba-tiba menjadi aneh. Gadis ini.. tak mungkin mabuk program kerja sekolah kan..? Ya, 'kan..?

Bibir mungil (Name) tepat di telinga Isogai. Sedangkan Isogai? Jangan ditanya. Mata emas pucatnya langsung tertutup rapat, tatkala tak ada jarak yang memisahkan antara dirinya dengan (Name). Dan lagi, posisinya benar-benar ambigu untuk dilihat.

Tangan mungil (Name) meraih dagu Isogai dan membelainya dengan lembut. Gugup? Jangan ditanya. Bayangkan seorang laki-laki dipojokkan gadis cantik seperti (Name). Memikirkannya saja, membuat Isogai ingin pingsan.

(Name) masih terdiam beberapa saat, dan memperhatikan fitur wajah Isogai yang terbilang menawan. Sekarang gadis ini baru percaya, bahwa Isogai memang tampan dan memiliki aura yang menawan. Pantas saja adik kelas, bahkan kakak kelasnya menyukai Isogai. Ia memiliki paras tampan, dengan kepribadiannya yang baik. Isogai adalah definisi laki-laki green flag sesungguhnya.

Beberapa saat setelah terdiam dan puas menikmati pemandangan yang ada di depannya, (Name) memberikan seringai menggoda padanya dan berkata, "Terimakasih sudah bersedia menjadi sekretaris ku, Isogai-kun."

Loh?

Isogai bingung, setan dipojok ruangan bingung, semut bingung, bahkan sang penulis juga bingung. Mata emas pucat Isogai terbuka, menatap (Name) dengan tatapan bingung dan penasaran. Maksudnya apa..? Untuk apa (Name) berterimakasih? Memangnya apa yang Isogai lakukan, sehingga (Name) mengucapkan terimakasih padanya?

Mata emas pucat Isogai berkedip, menatap (Name) dengan tatapan bingung dan heran. "Untuk apa kau berterimakasih padaku, Martin-san?" tanya Isogai dan melupakan fakta, bahwa posisi mereka tak berubah samasekali.

Kedua sudut bibir mungil Martin muda terangkat, membentuk senyuman tipis yang manis, dan hanya ditunjukkan pada Isogai sendiri. "Aku berterimakasih karena kau sudah percaya padaku. Sulit untuk mendapatkan kepercayaan seseorang, setelah citraku sudah agak rusak karena jabatan tinggi ini."

Isogai diam, setan dipojok ruangan diam, bahkan molekul atom juga ikut diam. Apa..? (Name)..? Seorang gadis sombong yang haus jabatan seperti (Name) berterimakasih, dan menyesal atas perbuatannya..? Lelucon macam apa ini? Yang jelas Isogai tahu, ini bukanlah lelucon April mop atau kebohongan semata. Seperti.. gadis ini begitu tulus saat mengatakannya.

"Martin-san.." Isogai berbisik lembut, menatap (Name) dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan.

Dada Isogai berdesir hangat, tatkala mendengar perkataan (Name) yang menyiratkan rasa terimakasih untuknya. Sejujurnya Isogai tak tahu harus berbuat apa. Pemuda manis itu hanya diam, dan merasakan gelombang euforia yang aneh dalam relung hatinya.

Sudut bibir (Name) terangkat dan membentuk senyuman lembut, yang diiringi sorot mata hangat hanya untuk Isogai. Mungkin jika orang-orang yang sangat mengenal (Name) melihat kejadian ini, maka mereka akan berpikir bahwa Isogai merupakan orang paling beruntung, karena melihat sisi lembut gadis Martin ini yang ditunjukkan untuk pertamakali nya.

Gadis Swiss ini berjinjit untuk menyamakan tingginya dengan Isogai. Jari-jemari mungilnya menarik dasi Isogai, sehingga kedua dahi siswa ini bersentuhan. Deru nafas hangat menyapu wajah Isogai, membuat pemuda ini merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Kedekatan mereka yang begitu intim membuat pikiran Isogai kacau, seolah-olah otaknya tak bisa berpikir dengan jernih.

Ditambah lagi aroma lavender manis dari tubuh (Name) membuat Isogai merasa pusing, karena aroma tubuhnya yang begitu kuat sehingga Isogai merasa pusing sekaligus nyaman. 'Apa ini.. apakah ini sihir..? Mengapa aku merasa pusing..?' pikir pemuda berambut coklat itu, dengan perasaan bingung yang melanda. Untuk pertamakali nya dalam hidup Isogai, dia bisa merasa seperti ini hanya karena gadis bermarga Martin itu.

"Terimakasih.. aku menyayangimu sekretaris kesayanganku, Isogai-kun," bisik (Name), tepat di telinga Isogai seraya membelai pipi putih sekretarisnya.

Tidak sampai di sana ia bertindak. Secara mengejutkan bibir merahnya (Name) mendarat dengan lembut di sudut bibir Isogai, menyisakan keterkejutan dan perasaan aneh dalam batinnya yang jelas membuat dia ingin meledak.

Ciuman tak terduga yang membuat Isogai ingin menguburkan dirinya sedalam-dalamnya.

'Kau milikku, Isogai Yuuma.'

Nagisa tak pernah berharap bisa bertemu dengan Ketua Majelis Mahasiswa Kunigigaoka, terutama duduk dan makan siang bersamanya. Tidak, tidak samasekali. Lagipula Nagisa tak bisa membayangkan, betapa canggungnya dia bila satu meja bersama gadis Martin tersebut.

Namun sayangnya (Name) terlalu extrovert untuk Nagisa yang introvert. Bagaimana tidak? Tanpa henti (Name) mengajak Nagisa mengobrol. Entah membicarakan tentang keluarga Asano, ataupun perekonomian dunia yang sedang naik-turun akibat inflasi skala menengah.

'Topik (Name)-san terlalu berat..' Rasanya Nagisa akan menangis, karena terlalu lama mengobrol dengan (Name). Tapi kalau dipikir-pikir, untuk pertamakali nya Nagisa merasa lebih lama mengobrol dengan (Name). Biasanya percakapan mereka tak seintens ini, walaupun keduanya memang berteman.

"Anu.. (Name)-san..." Panggilan dari Nagisa membuat (Name) buyar. Gadis berkebangsaan Swiss ini menghentikan ocehannya, dan menatap lurus ke arah mata biru cerah milik Nagisa dengan tatapan bingung. "Ada apa Nagisa-kun? Apa aku terlalu banyak bicara ya?" tanya (Name) seraya mengangkat sebelah alisnya.

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Martin muda, membuat Nagisa merasa tak enak hati. Pemuda dengan wajah manis ini menggelengkan kepalanya, dan menggaruk pipinya yang tak gatal. "B-bukan seperti itu. M-maksud ku adalah- uhm.." Nagisa terdiam dan mencoba merangkai kata-kata yang enak untuk didengar. Dia tak ingin membuat (Name) tersinggung, terlepas kepribadiannya yang sulit ditebak. Maka dari itu pemuda cantik ini harus berhati-hati dengan mulutnya.

"Tidak biasanya kau mengajakku makan siang dan banyak berbincang denganku.. dikarenakan kau sangat sibuk- m-maaf.. aku tak bermaksud berkata begitu.." Rasanya Nagisa ingin menguburkan dirinya saat ini juga.

Untuk sesaat (Name) diam dan menatap mata biru milik Nagisa. Warna keduanya mungkin sama, tetapi binar mata keduanya begitu kontras. Saat mata biru berlian (Name) menatap lawan bicara yang ada di hadapannya, Nagisa bersumpah melihat laut yang dalam dan seolah-olah dia akan ditarik ke dalam.

Rasanya seperti menikmati seni abstrak yang ditampilkan dalam bentuk ciptaan Tuhan. Kausalitas yang tak masuk akal, tapi beginilah adanya. Hal yang tak masuk logika bagi manusia, tentu saja bisa dilakukan Tuhan. Kecerdasan manusia takkan pernah bisa menggapainya jika menyangkut tentang zat Nya, seperti kamu yang mencoba mengejar dia.

Secara mengejutkan jari-jemari kecil (Name) menyisir rambut biru panjang milik Nagisa. Dengan hati-hati tangannya menyentuh rambut Nagisa, seolah-olah (Name) tengah menyentuh sutra emas yang mahal dan berkualitas tinggi. "Rambutmu.. semakin panjang ya," gumam (Name) saat mencium aroma wangi dari rambut biru Nagisa.

Katakan kedua pipi pucat Nagisa memerah selayaknya stroberi yang baru saja matang, akibat perlakuan (Name) yang tiba-tiba. "(N-name)-san.." Jelas Nagisa menggeliat tak nyaman, dan membuat kedua sudut bibir (Name) terangkat membentuk seringai menggoda.

"Kau benar Nagisa-kun." Nagisa diam, mencoba mencerna perkataan yang (Name) ucapkan. Sedangkan gadis cantik ini masih mencium rambut panjang Nagisa dari sisinya, dan membelai tiap helaian rambut birunya. "Aku terlalu egois dan sibuk mencari kekuasaan, sehingga aku lupa memiliki teman manis seperti mu," lirih (Name), tatkala wajahnya menunjukkan ekspresi penyesalan serta kesedihan di balik mata biru berlian nya yang indah.

Ekspresi dan kalimat yang diucapkan (Name) membuat Nagisa tertegun. Memang sih mereka berdua berteman karena ketidaksengajaan, tetapi jelas-jelas pertemanan mereka dibangun ketika tahun pertama semester genap, disaat (Name) baru saja pindah ke Kunigigaoka.

Netra biru muda Nagisa menatap lurus ke arah mata biru berlian milik (Name) dengan tatapan dalam. Lidah Nagisa begitu getir disaat ingin menyebut nama gadis ini. Rasanya begitu kelu, dan Nagisa tak mengerti mengapa bisa terjadi.

"(Name)..-san.." Helaan nafas keluar dari bibirnya. Dia menatap (Name) dengan tatapan lembut, dan penuh kasih sayang. Sebenarnya Nagisa tak akan sepenuhnya menyalahkan (Name), karena dia tahu gadis ini mengejar kekuasaan demi keluarganya. Demi keluarga, demi keluarga.. entah kenapa Nagisa merasa tak asing dengan kedua kata tersebut.

Tangan mungil Nagisa menarik lengan Martin muda dan membawanya ke pelukan, memberikan kehangatan yang mungkin tak pernah (Name) dapatkan seumur hidupnya. Jari-jari Nagisa menyisir rambut hitam (Name) dengan hati-hati dan lembut, sedangkan tangannya yang lain membelai punggung (Name).

Terkejut? Jangan ditanya. Mata biru berlian (Name) melebar, tak percaya akan sentuhan fisik yang Nagisa berikan untuknya. Tubuh (Name) gemetar di lengan Nagisa. Tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat terkejut dengan pelukan pemuda Shiota itu.

"N-nagisa.." Netra birunya menatap lurus ke arah mata biru muda Nagisa, menatapnya dengan tatapan tak percaya. Bibir pemuda itu melengkung ke atas, memberikan senyuman lembut dan tatapan penuh arti pada (Name). "Shh.. tak apa.." Nagisa berbisik lembut di telinga gadis ini. Menenangkannya, dan memberikan kehangatan yang menawan.

"..kamu sudah melakukan yang terbaik, (Name).. bukan salahmu," bisik pemuda bermarga Shiota ini. Kehangatan dan kasih sayang yang menawan, tak setiap hari (Name) bisa mendapatkannya dan tidak akan pernah.

"Nagisa.." Tanpa ragu (Name) membalas pelukan Nagisa, membenamkan wajahnya di ceruk leher si pemuda dan menghirup aroma tubuhnya yang memikat, tak ingin melepaskannya dan mungkin tidak akan pernah. "Terimakasih..." lirih (Name) dikala pelukannya pada Nagisa semakin erat.

'Terimakasih, Nagisa-kun.. kau adalah milikku.'

Kepercayaan didapatkan, dan validasi dalam genggaman. Begitulah cara pemimpin mendapatkan pengakuan, yaitu melalui belas kasihan.

Teknik yang klise, tapi selalu berhasil. Karena khalayak lebih mempercayai kata, dibandingkan data.

๊”ตึบ CHAPTER II ๊“บ สป โ„Ž๐‘Ž๐‘ฃ๐‘’ ๐‘๐‘’๐‘’๐‘› ๐‘๐‘œ๐‘š๐‘๐‘™๐‘’๐‘ก๐‘’๐‘‘ สผ

indahnya dunia politik

dunia politik ga segampang itu, makanya orenn ga akan ragu buat nyenggol terang-terangan walau tipis-tipis WKWKWKKW

this is jepisos, jeruk pecinta ilmu sosial. menyala abangku, rarrhhhhh ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ๐Ÿ”ฅ

/apalah

jangan lupa vote cuy. ga rugi kalau kalian vote, hhh! tinggalkan jejak berupa tanda bintang dan komentar, biar orenn rajin update

50 vote kita gas lanjut dengan misteri yang lebih seru ๐Ÿคค๐Ÿคค

jangan lupa kabarin kalau ada typo. gue akan revisi kalau inget dan ngerasa ga jijik sama fanfic sendiri hehe..

dadah!!

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: AzTruyen.Top