❃ halaman kedua
ㅤㅤㅤ› 〉 𝐍𝐚𝐢𝐤 𝐦𝐨𝐭𝐨𝐫 𝐢𝐭𝐮 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐩𝐞𝐠𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧
•••
"Kenchin, ini gawat!"
Ken menatap malas ke arah Manjiro. Ah, dia tahu kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut.
"... tidak ada benderanya! Paket ini tidak memiliki bendera!"
Laki-laki dengan tato naga di pelipis kirinya kini dengan segera mengeluarkan bendera dari dalam saku. Sementara pelayan yang tengah berdiri dengan wajah merasa gelisah, dan Takemichi cemas setengah mati, ini benar-benar yang diharapkan dari Ryuguji Ken.
"Wah, ada benderanya!"
Manjiro berkata dengan nada tinggi. Ia terlihat antusias.
Pelayan tadi menghela napas lega, sama halnya dengan Takemichi.
"Kalau begitu, saya permisi," pamit pelayan itu.
Takemichi hendak memakan kentang yang ia pesan, sebelum pandangannya beralih pada kaca sebelah kanannya.
Kacanya transparan—seperti yang biasa ada di restoran—dan ia dapat melihat dengan jelas ke seberang jalan. Dimana laki-laki yang tampak tak asing tengah bersandar di motornya.
Tidak.
Bukan itu yang ia perhatikan.
Tapi gadis yang sedang berbicara dengannya!
"M-mikey-kun!"
Takemichi berteriak tertahan. Ia tak sedetikpun mengalihkan pandangannya.
Manjiro menoleh malas, begitu pula Ken yang merasa penasaran.
"Takemicchi, ada apa sih sampa—YA NAGA!"
Mungkin saking kagetnya Manjiro, ia memukul meja sampai minuman Draken kesayangannya tumpah. Alhasil baju Ken basah kuyup. Tapi, lelaki dengan tato naga itu bahkan tidak berkedip sekalipun.
Mereka melongo menatap ke arah seberang jalan ketika laki-laki dengan anting di telinga kirinya itu menggenggam tangan gadis berponi.
Satu pertanyaan terlintas dalam benak mereka.
Mitsuya punya pacar?!
•••
Awalnya, Takashi hanya berniat mengelilingi Shibuya dengan motornya. Ah, tapi ternyata siang ini begitu panas.
Lelaki dengan surai perak keunguan itu kini memelankan laju motornya. Kemudian, ia mencari tempat agak sepi untuk parkir.
Turun dari motor, ia bersandar seraya memandang sekitar. Ada beberapa yang hendak mencuri pandang, namun enggan mendekat. Entah karena penampilannya yang seperti preman, atau gengsi yang terlalu tinggi.
Ya sudahlah, toh itu tidak ada hubungannya dengan Takashi.
Daripada itu, manik ungunya melebar kala gadis berponi berjalan di depannya. Gadis itu sedikit menunduk, mungkin tidak sadar akan kehadiran laki-laki ini.
Apa ini yang namanya jodoh?
"Permisi, (Surname)-san?"
Tanpa ragu memanggil kala jarak menipis. Gadis yang dipanggil menoleh, ia sedikit mengangkat kepalanya.
Rambut yang semalam digerai, kini terikat tinggi. Sedikit berantakan, mungkin ia mengikatnya asal. Keringat terlihat menetes dari dahi dan pelipisnya—leher juga. Sepertinya karena panas.
"Hm? Kau ... siapa ya?"
Sepasang manik (Eyes Color) menyipit seolah sedang mengingat.
"Ah, Mitsuya."
Hati kecil menjerit senang kala sang pemikat hati mengingat namanya.
"Benar. Apa yang (Surname)-san lakukan di sini?"
(Name) terdiam sejenak.
Dia hanya bosan diam terus di dalam rumah, makanya dia memilih untuk keluar. Tapi sepertinya itu adalah pilihan buruk, karena sekarang tubuhnya dibanjiri keringat.
"Jalan-jalan."
Takashi hendak menyahut, tapi niatnya urung ketika melihat gadis di depannya memasang wajah tidak senang. Diperhatikan penampilannya, Takashi paham apa yang membuatnya terganggu.
"(Surname)-san?"
Bulu matanya bergerak naik kala nama terpanggil.
"Hm?"
"Mau mengelilingi Shibuya denganku?"
Lirikan mata Takashi menunjuk motornya.
"Gila," gadis itu bergumam. "Umurmu berapa? Bisa-bisanya sudah mengendarai motor begini."
Nadanya sinis, dan tatapannya tajam.
Takashi hanya mengulas senyum tipis seraya menyodorkan helm.
"Lima belas. Kau mau apa tidak? Sekalian cari angin."
Dengan ragu, gadis itu hendak meraih helmnya.
Tapi apa yang kemudian terjadi membuatnya membelalakkan mata.
Takashi sendiri yang memasangkannya!
"Kau—!"
"Ayo?"
Uluran tangan diberi. Niat untuk menjerit emosi urung kala senyum tipis terbit. Sehangat matahari, dan semanis madu.
"... sialan."
Ia mengumpat, walau pada akhirnya tetap mendekat. Mengikis jarak pada setiap detik yang berjalan.
•••
Angin kencang menyapa, membawa setiap helaian nakal untuk menari. Panas yang menyiksa, berganti menjadi sejuk kenikmatan.
Tapi wajah itu masih datar. Tak ada tawa maupun kurva pada bibir.
"(Surname)-san, mengapa tidak pegangan?! Tidak takut jatuh?!"
Takashi sedikit mengeraskan suaranya. Takut jika terlalu pelan, tidak akan terdengar.
"HAH? KAMBING MAKAN BATU?! BiICARA APA KAU?"
Gadis itu ikut mengeraskan suaranya.
Takashi menangis dalam hati, mengapa jadi kambing makan batu?
"(SURNAME)-SAN, BERPEGANGANLAH!"
(Name) mengerutkan kening dan kembali berteriak.
"HAH, MASAK TANGAN?! ASTAGA, KAU KANIBAL?! FOKUS MENYETIR SAJA!"
Takashi pasrah, ingin rasanya dia membenturkan kepala ke dinding. Mengapa pelesetannya sangat jauh?
Untung gebetan!
Sebuah ide terlintas dalam benak. Dengan senyum tipis, ia sedikit mengendarai motornya ke arah pinggir, dan mengerem mendadak.
Alhasil, gadis yang terkejut setengah mati di belakangnya dengan refleks melingkarkan tangan pada perut Takashi.
Dan ketika kontak fisik terjadi, ribuan kupu-kupu beterbangan dalam perut. Memicu jantungnya untuk berpacu cepat, bertepatan dengan wajahnya yang memerah.
Rona merah menjalar, membuat panas seluruh wajah.
Dengan gugup, laki-laki beranting itu melirik lewat kaca spion. Tawanya tercipta ketika kontak mata terjadi secara tidak langsung.
"Aku sudah memberitahumu untuk pegangan, (Surname)-san."
•••
Omake
"Baji-san, orang itu terlihat tidak asing ... "
"Hm?"
"Loh, bukannya itu Mitsuya-san?! Dia berpelukan dengan seorang gadis?!"
"Oalah, diam-diam punya pacar dia."
•••
•••
5 Juli 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top