Part Tujuhbelas
"Yang giat ya, Vin. Siapa tau mama cepat dapat cucu."
"Mama tenang aja, tanpa disuruh udah giat kok. Iya, 'kan beb?" Leon tiba-tiba datang dan melingkarkan tangannya di pundak Lavina.
Perkataan Leon tentunya membuat Lavina bertambah malu. Harusnya Lavina paham sih, sifat Leon yang tak punya malu, mana pernah merasakan hal memalukan.
"Duh, mama senang dengarnya." Mama Rida tersenyum menggoda ke arah Lavina.
Masakan pun selesai, sehingga tinggal menata di meja makan. Dengan kesal Lavina mencubit perut keras Leon saat hanya ada mereka beruda saja.
"Bisa-bisanya ngomong kayak gitu sama Mama." Lavaina geregetan sendiri.
"Kenapa? Aku jawab benar loh. Apa salahnya?"
"Tapi gak gitu juga!"
"Biarin lah, Mama juga pernah muda," sahut Leon enteng.
"Memang gak punya malu." Terlanjur kesal. Lavina meninggalkan Leon. Suka-suka Leon saja. Ia memang tak pernah menang berdebat dengan pria itu.
"Serba salah mulu gue," dengus Leon lalu mengikuti Lavina ke ruang makan.
Duduk di samping Lavina, Leon mengamati istrinya yang sedang mengambil makanan. Mereka makan dengan tenang tanpa mengeluarkan sepatah kata. Bagi keluarga mereka, makan ya makan, bercanda ya bercanda. Ada waktunya sendiri. Tidak seperti dikeluarga Lavina yang makan sambil mengobrol.
Akhirnya makan selesai, dan orang tua Leon memilih berada di kamar.
"Mas, aku pengen sate kambing. Beliin gih," perintah Lavina pada Leon. Entah kenapa ia membayangkan makan sate dan bikin ia ngiler.
"Hah? Sate? Kamu barusan makan loh."
"Tapi gak kenyang. Mau dong dibeliin sate. Yah, yah?"
"Gak heran lemakmu makin gede," ucap Leon entwng sambil mencubit lemak di perut Lavina. Tanpa menyadari kalau ucapan Leon barusan bisa saja menyakiti.
"Kalo gitu gak usah!" Dengan ketus, Lavina langsung beranjak dari duduknya memuju ke kamar.
Dan Lavina hampir menangis saat Leon sama sekali tak menurutinya bahkan tidak merayunya. Dasar pria tidak pernah peka!
"Dari tadi salah mulu gue." Leon heran, serba salah terus. Mana Lavina suka marah-marah.
Merogoh celana terdapat uang 2 lembar warna biru dan ungu, Leon keluar rumah sambil mengambil kunci motor mamanya di tempat para kunci.
Demi istri yang suka ngambeg'an dan suka marah-marah tak jelas. Sebagai suami baik dan budi pekerti, Leon akan menurutinya.
****
"Kayak orang ngidam aja," dengus Leon setelah mendapatkan sate kambing permintaan dari Lavina. Setelah ia berputar-putar keliling kota, mana gerimis lagi. Untung saja tidak hujan deras. Musim hujan begini enaknya memang di kamar sambil cari yang anget-anget.
Mengunci pintu rumah dan mematikan lampu, barulah Leon menuju ke kamar. Membuka kamar, ia mendapati Lavina yang belum tidur sambil memainkan ponsel. Rasanya Leon gemas deh sama tuh istri, bibirnya kenapa juga dimonyong-monyongkan. Kode atau gimana sih?!
"Nih kanjeng ratu, sate pesanan anda sudah datang," ujar Leon sembari menyerahkan satu bungkus sate ke arah Lavina.
"Gak mau!" ketus Lavina tapi matanya melirik sate itu. Apalagi merasakan baunya, rasanya Lavina mau memakannya!
Tapi 'kan sekarang ia sedang mode ngambeg on. Masa iya, ia mengambilnya. Setidaknya ada drama rayu merayu kek. Tapi nyatanya yanh dihadapi adalah Leon, mana pria itu peka. Pekanya cuma bagian tertentu aja.
"Yang bener? Gak mau beneran? Enak loh Sayang."
"Enggak!"
"Ya udah, kasih ke ibu aja."
Saat Leon pura-pura keluar kamar, Lavina langsung meraih tangan Leon dan merebut sebungkus sate itu. Lavina terkekeh, hampir saja menyembur tawanya kala Lavina dengan bibir mendumel, tapi mulutnya memakan satu persatu sate itu.
Gemes deh rasanya. Leon mengganti pakaiannya yang lumayan basah. Meski gerimis, kalau perjalanannya lumayan jauh, tetap aja kaosnya kena air hujan.
"Habis?!" Leon cukup terkejut melihat sate itu ludes. Padahal cuma ganti pakaian sebentar, Lavina dengan cepat menghabiskannya.
Ini doyan apa rakus?
Glek!
Fokus Leon beralih ke arah Lavina dan sedang menjilati jarinya yang terdapat bumbu kacang. Istrinya ini, tidak sedang menggoda, 'kan?
Lavina menuju ke kamar mandi untuk mencuci tangannya dan Leon membuang bungkus sate tadi ke tempat sampah.
Tahan Leon, tahan. Udah, stop dulu. Masa tiap malam digarap terus istrinya. Kasian, keramas mulu tuh Lavina.
Tapi 'kan Lavina tak pernah nolak.
Aih, ini gara-gara Lavina ia jadi mesum begini.
Pokoknya, gara-gara Lavina.
****
Pagi harinya.
Leon mengerjapkan matanya kala merasakan yang dipeluk bukan sosok istrinya, melainkan guling. Leon mengernyit, saat batang hidung Lavina tak ia temukan di seluruh kamar.
Masa iya pagi-pagi udah bangun? Tapi saat matanya melihat jam di dinding, ternyata sudah menunjukkan jam 7 pagi.
Memang salahnya sih, setelah salat subuh di masjid terdekat, setelah pulang ia malah tidur lagi.
Leon membasuh wajahnya dan turun ke bawah. Papanya pasti sudah berangkat kerja, dan di ruang makan hanya ada mamanya saja. Lalu ke mana kah istrinya berada?
"Baru bangun, Le?"
"Iya, Ma." Leon memakan nasi goreng tersaji di meja makan. Dari rasanya sih, ini buatan Lavina.
"Ma, lihat Vina gak?" tanyanya.
"Oh, Vina di depan tuh. Tadi nyiram tanaman mama."
Leon mengangguk-angguk. Setelah menyelesaikan sarapannya. Leon menghampiri Lavina di depan.
Tapi ini apa miskah, Leon kenapa harus melihat Lavina berbincang dengan pria lain. Mana ketawa-ketawa lagi. Akrab banget.
Setelah diamati, kok orang itu terasa familiar ya? Kayak pernah kenal deh. Tapi siapa? Semakin dekat, Leon membulatkan matanya
Oalah asyem tenan. Ternyata yang pernah dekat dengan Lavina saat zaman SMA. Ini tak mungkin terjadi cinta lama bersemi kembali, 'kan?
Gak boleh, ini gak boleh terjadi. Mana doi, 11.12 sama dirinya lagi. Sama-sama ganteng. Tapi masih ganteng Leon kok. Suwer. No tipu-tipu.
"Ehem," deham Leon ke arah mereka. Sehingga keduanya menoleh ke arahnya.
"Siapa?" tanya Leon, pura-pura tak kenal siapa pria di depannya ini.
"Ini-"
"Perkenalkan saya, Cakra, teman dekat Lavina saat SMA."
"Oh, teman dekat saat SMA ya." Leon mengangguk-angguk. "Saya Leon, suami SAH Lavina."
Lavina menatap mereka berdua aneh. Tapi tak menyadari kalau tatapan keduanya bak laser yang bisa saling membunuh.
Dan apa-apaan tadi perkenalan Leon, kenapa juga nekan kata SAH. Ya kali mereka nilah siri. Ogah dong, Lavina.
"Kalo gitu, Lav, aku kerja dulu. Permisi." Cakra tersenyum pada Lavina dan melirik sekilas pada Leon.
"Senang 'kan lihat cinta pertama?" sinis Leon seperti pria yang tengah cemburu. Atau malah memang cemburu.
"Cinta pertama apa, sih. Ngawur."
"Halah, dulunya suka dekat-dekat. Nempel kayak perangko."
"Emang kalo dekat jadi cinta pertama gitu?" sinis Lavina.
"Sapa tau, 'kan."
"Terserah." Lavina meninggalkan Leon.
"Yang! Harusnya aku 'kan yang marah!"
****
01/06/22
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top