Part Sebelas
Setelah puas membeli beberapa makanan dan juga mencoba beberapa mainan, Lavina dan Leon pun memilih pulang ke rumah.
Lavina tersenyum saat dua boneka berupa gajah dan panda dalam dekapannya. Serta merta makanan yang berada di tangan Leon. Sesampai di rumah, mata Lavina menangkap sebuah mobil terparkir sebelah rumah. Mobil asing yang tak tahu siapa pemiliknya.
Namun semakin ia mendekat, ia melihat sosok wanita sedang duduk di kursi teras rumah. Pakaian wanita itu terbuka sehingga menampakkan tubuh mulus tanpa cacat itu.
Untuk apa dia ke sini? Pikir Lavina.
Tapi setelah sadar, Lavina menghembuskan napasnya. Ia merasa jengkel dengan kehadiran dia di sini. Sudah pasti kehadiran dia hanya untuk Leon.
"Lo di sini?" Leon terkejut mendapati sosok Kimi.
Kimi tersenyum lebar, namun cemberut ketika melihat Leon bersama Lavina. Lavina tahu itu, namun ia mengabaikan rasa tak suka Kimi padanya.
"Iya, aku mau ngajak kamu jalan-jalan," ujar Kimi mendekati Leon.
Lavina mencibir. Duh, zaman sekarang bukannya bersembunyi mendekati suami orang, malah secara terang-terangan. Tak ingin melihat keduanya, Lavina memilih masuk ke rumah dan membawa makanan dan barang yang didapat di bazar tadi.
Leon hanya memberi kunci rumah dalam diam, ketika Lavina memintanya. Ia tersenyum tipis melihat wajah jutek Lavina. Setelah Lavina menghilang dari pandangannya, atensi Leon beralih pada Kimi.
"Sorry, gue habis keluar. Jadi kayaknya gak bisa," tolak Leon. Bersama di bazar dengan Lavina cukup melelahkan.
"Begitu ya," gumam Kimi. Wanita itu tampak kecewa. Dulu, ketika ia mengajak keluar, Leon pasti tak menolak. Tapi, sekarang?
Leon menatap jam tangan di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul 9 malam.
"Dari kapan ke sini?"
"Dari jam 8."
"Satu jam nunggu di sini?" kejut Leon dan diangguki Kimi.
"Aku juga sudah nelpon kamu berkali-kali, tapi sama sekali gak kamu jawab," terang Kimi.
Sehingga Leon mengambil ponselnya di saku celananya. Benar saja, ada 10 panggilan tak terjawab dari Kimi. Apa lagi ketika ponselnya dalam mode silent.
"Harusnya lo gak usah nunggu," kata Leon dan menatap Kimi.
"Kenapa?" tanya Kimi.
"Kenapa? Ya buat apa nunggu sedangkan gue gak ada di rumah. Lo telpon juga gak gue angkat, bahkan satu jam lo nunggu di sini," jelas Leon.
"Kamu gak suka aku ke sini lagi?" Kimi menatap Leon dengan mata berkaca-kaca. Dari dulu, Leon sama sekali tak menangkap sinyal-sinyal yang ia berikan. Pria itu mengabaikannya tapi juga perhatian sehingga ada harapan tinggi untuk bersama Leon.
Kimi masih ingat bagaimana ia mengenal Leon. Pria itu membantunya menggantikan ban mobilnya ketika ia berada di jalan sepi. Mulai dari itu ia mencari nama dan di mana rumah Leon berada. Satu tahun mereka saling mengenal, nyatanya Leon tak menanggapinya dengan serius.
Leon menghela napas melihat Kimi ingin menangis.
"Sekarang lo dan gue beda. Gue udah nikah, dan lo cuma gue anggap adik gue sendiri."
Terdengar kejam saat orang mengharapkannya, sedangkan ia mengatakan hal yang kemungkinan akan membuat sakit hati. Tapi itulah kenyataannya. Ia tak menganggap Kimi lebih dari seorang adik. Ia tahu sinyal-sinyal cinta itu, tapi Leon tak mau membuat Kimi mengharap yang tak bisa Leon berikan.
Termasuk cinta.
Apa itu cinta? Leon tak tahu dan sepertinya belum merasakan.
"Pulanglah, ini sudah malam," kata Leon sambil mengusap rambut Kimi.
Kimi mengusap air matanya kasar. Ia tahu bahwa Leon mengusirnya secara halus.
"Oke aku akan pulang. Selamat malam."
Kimi memilih pergi. Usahanya ke sini dan rela menunggu Leon, berakhir dengan tolakan dan pengusiran halus.
Lavina mengintip di jendela. Ia tak mendengar apa yang dibicarakan mereka. Melihat Kimi berlalu dan Leon memasuki rumah. Buru-buru ia naik ke tangga menuju ke kamar. Sayangnya, saat melangkah dalam tangga ketiga, Leon memergokinya.
"Ngapain lo? Habis nguping ya?"
"Idih, siapa juga yang nguping. Ge-er lo," sinis Lavina menutupi malunya. Gimana lagi, ia 'kan memang menguping, meski tak mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Halah, ngaku lo." Leon mendekati Lavina. Mereka sama-sama melangkah menuju ke kamar.
"Dibilangin enggak, ya enggak!" Lavina rasanya kesal sekali. Ingin sekali menjambak rambut gandrong Leon.
"Lah kok ngamuk," ejek Leon merangkul leher Lavina. Bisa diralatkan kalau Leon saat ini mengeteki Lavina.
"Ih, Leon. Bau asem lo. Lepasin!"
"Asem-asemu itu, wangi ini."
"Wangi dari mana. Asem! Hueek."
"Masa sih?" Leon melepas dan mengendus ketiaknya. Kata asem tak ada tuh dibadannya. Wangi gini.
Lavina melihat Leon mengendus ketiaknya, langsung saja berlari menuju ke kamar. Apa yang ia katakan tentu saja bohong. Memang wangi sih, tapi kan sesak juga.
"Dasar gembrot." Leon geleng-geleng kepala dan menyusul istrinya. Di kamar Leon tak mendapati Lavina. Namun, saat mendengar suara gemericik air dan nyanyian di kamar mandi, Leon langsung menyeringai.
Leon melepas kaosnya lalu masuk ke kamar mandi yang untungnya tidak dikunci. Apa lagi kalau bukan mandi bersama Lavina.
"LEON! NGAPAIN KE SINI! KELUAR!!"
"KALAU GUE GAK MAU?!"
"KELU- AKH LEON!!"
****
Lavina menghela napas pelan. Dikit demi sedikit ia meredakan emosinya. Apalagi saat ia melihat wajah Leon tampak bersinar terang dan tersenyum begitu lebarnya.
Boleh gak sih, Lavina sunat Leon sampai ke akarnya?!
Lavina gemas banget sama pria yang statusnya adalah suaminya. Gemas pengen nampol dan buang ke lautan lepas, supaya dia bisa bertemu temannya di laut sana.
Lavina mendongak, ia menatap jam yang menunjukkan pukul 10 malam. Ternyata lama juga mereka di kamar mandi.
Lavina capek.
Bruk.
Tanpa malu, Lavina menjatuhkan diri di ranjang dengan posisi mengkurap. Lavina menguap namun matanya tak merasa mengantuk.
"Heh, pijitin gue. Gue capek." Lavina memiringkan kepalanya, menatap Leon supaya pria itu memijatnya.
Leon menoleh, menaikan alis sebelahnya. Namun tak lama kemudian ia tertawa kecil melihat wajah kesal plus jutek Lavina.
"Sopan gitu sama suami. Dosa lo."
"Cepetan dong. Capek gue. Pijetin."
"Kalau gue pijetin, gue gak jamin kalo tangan ini gak merembet ke mana-mana," godanya.
Lavina mendengus. Dengan cepat ia mencubit lengan Leon.
"Gak usah modus lo. Gue kalau gak capek mana mau minta lo pijitin. Ingat, semua karena lo!" Lavina menyalahkan Leon atas tubuhnya. Ia cepak 'kan karena Singa Laut ini.
"Iya, iya. Bawel amat sih lo. Padahal bukan gue aja yang suka," gumam Leon dan tentu saja masih di dengar Lavina.
"Gue denger ya."
Leon akhirnya memijat pundak Lavina. Bisa-bisanya ia manut saja disuruh-suruh. Harusnya kebalik, 'kan. Lavina sebagai istri yang harusnya pijat suami, bukan malah ia yang mijat sang istri.
"Gimana bu, enak?"
"Enak, Pak. Jangan keras-keras dong. Sakit."
"Ini udah pelan, beb."
"Beb bab beb, emang gue bebek!" ketus Lavina.
"Lah 'kan memang mirip, coba lo majuin bibir lo, nanti sama kayak bebek. Wahahaha... "
"Ngeselin lo."
"Vin, kok bokong lo empuk ya."
PLAK!
"DASAR MESUM!"
****
08/05/22
Akhirnya bisa up jg.
Setelah ketik langsung up ini, doain ide lancar jaya wakak
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top