Part Satu

Gagal menikah. Dua kata yang maknanya sangat menyakitkan. Tak ada seorang pun yang ingin gagal dalam pernikahan, apalagi ketika baru saja memulai.

Lavina Puspita, menahan diri agar tak bersorak gembira kala mendengar bahwa calon suaminya tidak jadi datang dan malah kabur bersama perempuan lain.

Mungkin sebagian orang akan menangis kala mendapatkan musibah itu. Tapi tidak demikian untuk Lavina. Perempuan itu malah berterima kasih pada pria itu yang telah menggagalkannya dengan cara kabur bersama perempuan lain.

Perjodohan konyol ini memang harus dihentikan. Sang konyol di zaman sekarang, masih saja ada acara jodoh menjodoh.

Lavina mengamati ibunya yang mondar mandir karena merasa malu, mungkin. Secara pesta diadakan sangat besar karena akan mendapat mantu kaya raya.

Ingin tertawa, tapi beliau adalah ibunya. Pada akhirnya Lavina memilih pura-pura menghapus air matanya. Agar telihat bahwa ia juga terpukul. Padahal mah, jangankan terpukul atau kecewa, Lavina malah ingin cepat-cepat pergi ke kamar untuk menghapus riasan tebal ini. Dan juga sanggulan yang terasa berat baginya.

Kapan sih ini bubar, batin Lavina kesal.

"Gimana ini, Mas. Masa Vina gagal nikah." Sarmi, Ibu Lavina tampak tak tenang kala mendapat kabar dari calon besan, kalau putra mereka kabur.

"Mau gimana sih, Bu, ya udah memang mereka bukan jodohnya. Dibubarin aja tamunya." Handoko, Ayah Lavina sebenarnya malu pada tamu undangan karena harusnya pesta bahagia menjadi pesta duka.

Sang mempelai pria kabur bersama perempuan lain.

"Gak bisa gitu dong, Mas. Kita ngeluarin biaya banyak tapi malah gagal," kesal Sarmi.

"Maunya gimana, calonnya juga ngilang. Lihat, Vina, dia juga kecewa."

Sarmi menatap putri semata wayangnya yang sedih, atau lebih jelasnya lagi pura-pura bersedih.

"Gimana Pak, Bu? Apa calon prianya sudah datang?" Pak penghulu bertanya pada mereka. Sarmi menghela napas. Saat ia akan mengatakan kata maaf, matanya tak sengaja menatap Leon, anak tetangganya yang tengah asyik makan soto babat.

"Bentar, Pak." Sarmi menuju ke arah Leon berada. Tanpa aba-aba Sarmi menarik kerah belakang Leon hingga pria itu tertarik ke belakang.

"Aduh-aduh, Tante, ngapain ditarik." Hampir saja Leon tercekik gara-gara tarikan Sarmi. Saat enak-enaknya makan gratisan, eh malah dapat perlakuan seperti ini. Untung saja ia tak tersedak.

"Aduh, Leon, ikut tante aja bentar. Ini penting."

"Hah?" Leon belum beraksi sudah ditarik ke pak penghulu.

"Ini Pak, calon suaminya. Cepat nikahin mereka," ujar Sarmi lantang. Leon terkaget-kaget mendapat serangan mendadak.

"Kalau begitu mari kita mulai."

"Tante, ini kenapa saya di sini?" Leon yang tak tahu apa-apa, terbengong saat ia duduk di depan pak penghulu.

"Leon, tolongin tante ya. Nikah sama Vina."

"A-APA?!"

Sarmi mengabaikan Leon dan mendekat pada orang tua Leon perihal Leon menjadi pengantin pria Lavina.

Bukan hanya Leon saja yang syok, Lavina juga merasakannya. Lavina sudah dibuat bahagia sampai ke awan karena pernikahan gagal, malah dijatuhkan ketika pernikahan itu terus berlanjut.

Terlebih calonnya adalah Leon Prakasa.

"Kenapa lo di sini," geram Lavina berkata pelan agar tak ada mendengar.

"Ya duduk lah," sahut Leon.

"Bukan gitu, maksud gue," kesal Lavina yang ingin memukul Leon. Namun ia tahan.

"Gue di paksa sama emak lo. Puas?"

"Harusnya lo kabur dong."

"Gimana mau kabur, kalo emak lo aja udah narik kerah kemeja gue."

"Ish!"

Lavina rasanya ingin kabur saja. Bisa-bisanya ibunya menikahkan dengan Singa laut ini. Harusnya kalau udah gagal, dibubarin aja. Sekalian makanannya dibagi-bagi secara gratis. Itung-itung sedekah.

Aelah, Lavina pengen pindah dimensi aja.

"Ayo Pak, segera nikahkan mereka." Sarmi datang dengan senyum lebarnya. Akhirnya pernikahan putrinya terus berlanjut meski pengantin prianya diganti. Setidaknya acara mewah ini gak malu-maluin.

"Ibu," rengek Lavina masih tak terima kalau pernikahannya tetap dilaksanakan.

"Udah, jangan rewel. Leon juga ganteng. Apa bedanya sama Bagas yang kabur pas pernikahan kalian."

"Kan bisa batal, Ibu."

"Gak bisa, harus lanjut. Bangkrut Ibu kalau gagal."

Lavina mencebikan bibirnya. Ibunya benar-benar egois. Ia melirik tajam pada Leon, begitu pula Leon menatap Lavina tak kalah tajam. Mereka memang tak bisa akur, tapi sialnya malah dipersatukan dalam pernikahan.

"Bisa kita mulai?"

"Bisa Pak."

Menyalurkan rasa kesalnya, Lavina menginjak kaki Leon hingga sang empu mendelik kesakitaan. Karena banyaknya orang, Leon menahannya. Tapi awas saja, Leon akan membalasnya.

"Awas lo," bisik Leon pada Lavina. Lavina menatap sinis, dan menaikan sudut bibirnya seperti sedang mengejek.

****

"Saya terima nikah dan kawinnya Lavina Puspita binti Handoko dengan uang sebesar 500 ribu rupiah dibayar tunai!"

"Gimana para saksi?"

"SAH!"

"ALHAMDULILLAH."

Lavina ogah-ogahan mencium tangan Leon, begitu pula dengan Leon yang terpaksa mencium kening.

"Bau jengkol lo," bisik Leon.

"Ngadi-ngadi lo." Kesal, Lavina mencubit kecil pinggang Leon. Rasanya jangan ditanya. Mantap sekali bunda.

"AKHH!" Refleks, Leon menjerit merasakan sensasi panas cubitan maut Lavina.

"Kenapa, Mas?" tanya pak penghulu mendengar jeritan Leon.

"Gak kenapa-napa, Pak. Istri saya kayaknya gak sabar malam pertama. Haha, iya 'kan sayang." Leon menatap tajam Lavina dan merangkul leher perempuan itu.

"Haha, sabar ya Mbak. Malam pertamanya masih panjang." Pak penghulu menanggapinya. Lavina hanya tersenyum kecut.

"Lepasin, bau asem lo."

"Biarin, enak 'kan bau ketek gue."

"Kurang ajar lo!"

"Kebalik kali."

Percakapan itu hanya didengar oleh mereka berdua saja. Apalagi suara musik terus berdendang, orang-orang tak merasakan permusuhan dua insan yang tidak pernah akur. Dan sekarang mereka malah menjadi pasangan suami istri.

Akhirnya Leon melepaskan tangannya dari leher Lavina dan mendatangani surat-surat pernikahan. Begitu juga dengan Lavina. Lavina menatap nanar melihat tanda tangan itu. Rasanya tak rela melepas masa lajangnya, apalagi menikah dengan pria seperti Singa Laut ini.

Acara tetap meriah, tapi tidak dengan hati Lavina. Ia ingin acara ini segera selesai dan ia bisa merebahakan dirinya. Matanya menatap ibunya tampak bahagia dengan pernikahan ini. Sarmi tetap tersenyum sambil bersalaman dengan para tamu. Tidak apa-apa kalau putrinya gagal menikah dengan anak temannya.

"Duh, gak sabar malam pertama."
Lavina menoleh mendengar ucapan Leon.

"Jangan ngimpi lo nyentuh gue," ancam Lavina. Mendelik kesal.

Leon menyeringai. "Ih, atut."

"Awas aja sampai lo sentuh gue."

"Memangnya kenapa? Hak gue juga 'kan. Kalau gue mau, lo bisa apa?"

"Gue tendang burung lo dan gue cincang-cincang jadi makanan katak."

"Haha, aduh, galaknya istriku. Tapi, gue gak takut tuh. Siap-siap buat malam pertama ya Suayang." Leon tertawa melihat kekesalan Lavina.

Leon benar-benar suka membuat perempuan itu yang telah menjadi istrinya marah dan kesal. Ekspresi Lavina memang hiburan sendiri bagi Leon. Ia yang suka menggoda, Lavina yang suka meledak. Benar-benar serasi, bukan.

"Belah duren, belah duren." Leon sengaja menyanyi dan mencolek lengan Lavina.

"SINGA!!!"

****
06/04/22

Gelar lapak, kalau ada yg suka, langsung lanjut. 🤣🤣

Karena ide cerita yang satunya stuk, gpp ya ide melayang di eksekusi 🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top