Part Empat.
Leon masuk ke kamar Lavina dengan memegang perutnya. Di sana, pria itu melihat wajah kepuasan Lavina sambil menertawakannya.
"Gimana, rasanya enak 'kan?" ejek Lavina dan masih tertawa ngakak. Dasar, memang gak ada anggun-anggunnya.
Leon mendengus, kalau saja perutnya tak sakit, ia pasti akan membalasnya. Duh, ia sudah bolak balik ke kamar mandi, kenapa masih mulas. Merasa ingin kentut, tiba-tiba ide tercetus dipikiran Leon.
Pria itu mendekati Lavina yang masih saja tertawa. Mungkin lucu membuatnya sakit perut. Jurus pamungkasnya Leon keluarkan, apa lagi kalau bukan kentutnya yang super bau.
Brooottt!!
"LEON!!"
"HAHA, RASAIN. ENAK 'KAN KENTUT GUE." Leon langsung ngacir ke kamar mandi dan mengeluarkan isinya.
"KURANG AJAR LO YA, HUEEKK!!" Lavina rasanya ingin muntah merasakan bau kentut Leon. Rasa bahagia tadi langsung hilang gara-gara kentut. Karena kamar mandi di pakai Leon, ia turun ke bawah untuk muntah ke kamar mandi dekat dapur.
"Hueekk." Lavina nemutahkan isi perutnya.
"Kamu kenapa Vin? Kok muntah? Gak mungkin 'kan sehari nikah langsung hamil?"
Lavina membasuh bibirnya dengan air. Ia menatap malas ibunya. Pertanyaan apa itu, mana ada sehari nikah hamil, apalagi melakukan hubungan intim saja tidak.
"Siapa yang hamil sih, Bu." Tak tahu apa, sebab ia muntah karena dikentutin Leon. Awas aja, ia akan membalas Leon.
"Berarti masuk angin, suruh kerokin suamimu ya. Ibu mau keluar sama ayah kamu." Sarmi membalikan badannya keluar dari rumah bersama suaminya.
"Dikerokin dia? Ogah." Lavina bergedik ngeri. Tubuhnya tak boleh dilihat oleh Leon. Meski ia sangsi sih kalau pria itu nafsu dengannya. Secara badannya tidak seksi dan bohay. Malah gembrot seperti ini. Tapi setidaknya wajahnya cantik sih.
Lavina menghela napas. Mungkin karena itulah calon suami akibat perjodohan itu kabur sama perempuan lain. Meski ia biasa saja dan bahagia, tapi kadang Lavina merasa tak pantas dengan siapa pun.
Lavina kembali ke kamar dan melihat Leon masih memegang perutnya. Lama-lama ia jadi tak tega melihatnya. Kasian juga si Leon. Gitu-gitu 'kan dia suaminya sekarang. Berasa durhaka gak sih?
"Masih sakit?" tanya Lavina seraya mendekat.
"Menurut situ?" sinis Leon.
Lavina meringis. Ia berjalan ke arah meja riasnya, di sana ia mengambil minyak oles dan menyerahkan pada Leon.
Leon tidak mengambil namun menatap Lavina penuh tanda tanya.
"Usapin ke perut supaya mendingan," katanya sok tak peduli.
Leon menyeringai membuat bulu kuduk Lavina merinding.
"Kenapa gak lo aja yang usapin," cetus Leon sambil tesenyum lebar.
"Lo 'kan punya tangan, masa gitu aja gak bisa."
"Gak bisa, dan lo sebagai istri bantu suami dong. Lo mau jadi istri durhaka?" tuding Leon membuat Lavina mengerucutkan bibirnya kesal.
"Ya udah, buka baju lo."
"Lo mau cari kesempatan dalam kesempitan, 'kan. Bilang aja lo pengen lihat tubuh gue."
Bugh!
Lavina memukul lengan Leon.
"Lo pikir gue usapin minyak ini di mulut lo gitu?"
Leon terkekeh, gemes banget sama Lavina. Rasanya ingin menarik bibir perempuan itu molor.
"Bilang dong dari tadi."
"Lo aja yang bodoh," kesal Lavina.
"Eits, mengumpati suami berdosa. Ingat dosa Mbrot."
Lavina mendengus, matanya melihat Leon melepas bajunya hingga telanjang dada. Sebenarnya sih tak usah dilepas, cukup di naikan sih udah cukup. Tapi-
KENAPA BAGUS BANGETTTT.
Andai Leon bukan orang yang ngeselin, udah Lavina grepe-grepe itu badan. Ada berapa kotak ya, satu, dua, tiga, enam!
"Buruan kasih minyaknya. Masuk angin gue ntar."
Lavina kembali merengut, ia duduk di tepi ranjang. Namun tiba-tiba ia tersenyum membuat Leon curiga.
"Ngapain lo senyum-senyum. Lo gak gila, 'kan?" tuduhnya.
"Tck, bisa diam gak sih lo." Lavina menatap malas Leon. Ia membuka tutup minyak tersebut dan menuangkan di telapak tangannya.
Haduh, Lavina deg-degan nih. Pelan-pelan Lavina mengusapnya di perut seksi Leon. Kapan lagi coba bisa elus-elus perut cowok. Lavina tertawa di dalam hati, ia mengesampingkan kalau perut ini milik Leon.
Lavina mengerjapkan matanya ketika tangan Leon memegang pergelangan tangannya. Mata mereka bertemu, dan ia bisa melihat Leon memicingkan matanya.
"A-apa?" gugup Lavina.
"Lo sengaja 'kan?"
"Se-sengaja a-apa sih."
"Lo." Leon menarik Lavina dan posisi mereka saling menindih. Lavina di bawah dan Leon di atas.
"Minggir!" Lavina deg-degan, apalagi posisi mereka ambigu begini.
"Lo, sengaja 'kan?" Suara Leon mulai serak, dan Lavina entah kenapa menelan salivanya terasa sangat susah.
"Gu-gue gak sengaja," pekik Lavina dan memejamkan matanya erat kala wajah Leon mendekat.
"Yang bener," tanya Leon.
"Iya, bener." Lavina tak berani membuka mata. Astaga, kenapa ia jadi takut begini. Harusnya ia dorong aja si Leon.
Lavina membuka matanya dan mencoba mendorong Leon agar tidak di atasnya lagi. Sayangnya semua sia-sia saat Leon mengunci kedua tangannya. Tubuh Lavina tersentak ketika mendengar bisikan Leon tepat di telinganya. Bahkan napas hangat Leon terasa membuatnya merinding.
"Kalo perut gue gak sakit, gue balas lo." Setelah membisikan itu, Leon bangkit dari atas tubuh Lavina lalu berjalan keluar.
"Astaga, selain dia ngeselin, dia juga bikin takut."
****
"Loh kok pulang sendiri?" Rida, Mama Leon menatap heran pada putranya yang datang sendiri.
"Kalo gak sendiri memang sama siapa lagi, Ma?"
"Ya sama Vina dong, 'kan dia istri kamu."
"Dia di rumahnya, Ma. Leon ke kamar dulu."
Perut Leon benar-benar masih sakit. Beruntung ia sudah tak lagi bolak-balik ke kamar mandi. Betapa tersiksanya Leon akibat ulah Lavina.
Pria itu merebahkan dirinya di ranjang kesayangannya. Ia tak menduga bahwa statusnya sudah berubah. Di mana dulunya masih lajang dan bisa bebas berkencan dengan siapa saja.
Sekarang, ia sudah menikah, menikah mendadak pula. Dan kesialannya, Leon dijadikan pengantin pengganti. Andai calon suami Lavina tak kabur, pasti ia tidak akan menikah.
Ini takdir atau kesialan sih.
"Menyebalkan."
Leon beranjak dari ranjang menuju ke balkon. Mengamati kamar Lavina hanya di depan mata. Matanya memicing memilihat perempuan itu memegang sisir sambil bernyanyi. Bahkan dia juga berjoget seakan dunianya sendiri. Pasti perempuan itu tengah bahagia sudah membuatnya sakit perut.
Ia goda ah.
"SEKSI BANGET SIH ISTRI GUEE. IHIRR!" teriakan Leon membuat Lavina yang asyik bernyanyi menoleh ke sumber suara.
Lavina membuka pintu balkon rumahnya hingga ia dan Leon saling melihat satu sama lain.
"Leon! Kenapa sih lo ganggu kesenangan guee." Wajahnya merah padam. Antara malu dan marah. Malu karena Leon melihat tingkahnya, marah karena teriakan Leon seperti menghinanya.
"Kenapa, salah gue lihat istri TERCUINTA?"
Lavina berlagak muntah, namun tak urung juga ia merona. Jangan sampai baper, itu yang Lavina rapalkan dari dulu.
"Salah, gue gak suka sama lo. Paham?"
"Apa? I love you? Iya sayang, I love you too. Haha."
"Dasar sinting!"
"APA? KANGEN?!
"LEEEOONNNN!"
****
10/04/22
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top