Part Dua

Jangan lupa vote ⭐ sebelum membaca.
Jangan pelit ya, biar semangat upnya.

Pesta yang memuakan bagi Lavina akhirnya berakhir. Sedari tadi Lavina sudah kesal, capek, letih, dan banyak lagi perasaan aduk campur begini. Apalagi rasanya masih tak rela kalau saat ini statusnya istrinya Leon. Si Singa Laut yang melihat wujudnya saja ingin di lumat hidup-hidup.

"Sini, ikut gue." Tak peduli pria itu masih makan, Lavina menyeret Leon menuju ke kamarnya.

"Eh-eh, mau ngapain. Oh, ternyata istri gue gak sabar mau malam pertama ya. Aduh sabar dong aelah, masih makan gue, buat energi nanti malam."

Lavina mendorong Leon ke kamarnya dan menutup pintu keras. Ia menatap pria itu tajam dan sinis.

"Kenapa? Gue tau gue ganteng." Leon menyibak rambutnya ke belakang agar terlihat keren. Nyatanya, Leon memang tampan, badan tinggi dan kekar. Kadang Lavina terpesona juga saat mereka saling berhadapan. Namun nilai minusnya itulah membuat Lavina kesal.

Dengan lagak ingin muntah, Lavina mencari buku.
"Jangan ngimpi lo. Gue gak rela, disentuh sama lo."

"Halah, boong lo. Nanti gue sentuh dikit minta nambah."

"Dasar gila," sinis Lavina. Menyembunyikan wajahnya yang tiba-tiba memerah. Dasar Leon bikin tensinya naik. Pasti ini ia darah tinggi, bukan sedang merona.

Leon tertawa berbahak-bahak. Menggoda Lavina memang menyenangkan sekali.
"Lo tau, Vin, gak ada perempuan yang nolak pesona gue. Sekali kedip langsung antre."

"Pasti matanya katarak."

"Kayaknya mata lo aja yang burem."

Lavina mengabaikan Leon dan menulis surat perjanjian. Setelah selesai, ia memberikan pada Leon.

"Tanda tangani itu. 2 bulan lagi kita cerai."

Leon membaca tulisan Lavina yang jauh dari kata cantik. Besar-besar dan tidak aturan. Leon berdecak sambil geleng-geleng kepala.

"Gue gak mau." Leon menghempaskan kertas itu ke udara dan jatuh ke lantai.

"Lo-" Lavina mengambil kertas itu.

"Tanda tangan gak."

"Gak mau."

"Sini, lo kudu tanda tangan," paksa Lavina.

"Lah kok lo maksa. Gue gak mau."

"Ish, lo kok ngeselin sih."

"Heh, di sini gue yang dirugiin. Gue dipaksa nikah sama cewek kayak lo. Dan sekarang lo buat perjanjian 2 bulan cerai tanpa sentuh lo gitu? Ih, emang gue mainan."

Enak aja, Leon udah dinikahan paksa, masih untung ia mau dan tak memalukan keluarga Lavina. Harusnya berterima kasih, eh malah buat perjanjian tak menguntungkan.

"Terus ngapain lo mau. Harusnya lo kabur," geram Lavina.

"Terus kenapa gak lo sendiri yg kabur. Kayak calon suami lo itu."

"Ya mana bisa gue kabur. Ortu gue dong yang malu."

"Ya sama. Gimana gue kabur kalo emak lo aja narik gue, dudukin gue di depan penghulu."

"Aish." Lavina merengut kesal.

"Oke, gue mau cerai, kalo lo bisa kasih gue duit 100 juta buat kompensasi. Gimana?" nego Leon tak kira-kira.

"Loh kok lo matre jadi laki."

"Emang harus perempuan gitu yang matre. Laki juga bisa kali."

"Gak adil. Lo aja nikahin gue cuma 500 ribu."

"Lah, memang dompet gue isinya segitu. Masih untung gak gue kasih sandal jepit yang gue pakai."

"DASAR SINGA NYEBELIN!" Dari pada stres, Lavina masuk ke kamar mandi untuk membersihkan riasan dan sanggulnya. Pokoknya ia akan buat Leon dan dirinya cerai.

"Suayang, jangan lama-lama di kamar mandinya. Malam pertama sudah menunggu. Haha."

"LEON GILA!"

"APA? KAMU JUGA GAK SABAR. AYOK KITA NANA NINA!"

****

"Ngapain lo masih di sini?" Saat keluar dari kamar mandi, Lavina masih melihat keberadaan Leon di kamarnya. Dan apa-apaan itu, enak aja rebahan di ranjang tercintanya.

"Gak lihat apa, gue ngapain di sini? Ya rehat lah."

"Tapi kenapa harus di kamar gueee."

"Kenapa? Siapa yang narik gue ke sini? Dan jangan amnesia deh lo. Kita itu suami istri suayang," ujar Leon santai.

Lavina mendengus. Ingin sekali menerjang Leon dan menjambak rambutnya yang gondrong itu. Sekalian biar tercabut.
"Seengaknya mandi kek, ganti pakaian kek."

Leon meletakan ponselnya ke ranjang lalu atensinya beralih pada Lavina.
"Gimana kalau lo aja yang mandiin." Alisnya naik turun dan menyebalkan bagi Lavina.

"Ogah. Gue bukan babysitter lo."

"Emang bukan, lo kan istri gue. Sekarang gue tanya sama lo. Tugas istri itu apa?"

Lavina terdiam sambil berpikir.
"Berbakti? Melayani?" ujarnya ragu.

Ctak!

Suara jentikan antara ibu jari dan jari telunjuk milik Leon terdengar. Tentu saja pria itu menyeringai mendengar jawaban Lavina. Dan tiba-tiba saja Lavina merasa merinding. Kenapa hawa-hawanya agak horor ya.

"Nah, tuh tau. Mandiin suami 'kan juga tugas istri. Tentu saja termasuk melayani."

"Enak di lo, rugi di gue dong. Udah sana mandi di rumah lo. Di sini gak ada pakaian lo."

"Gak mau, enak gini."

Lavina menghela napas dan mengelus dadanya. Merapalkan diri agar sabar menghadapi sikap Leon.

"Pokoknya, gak lama lagi gue sama dia harus cerai. Jadi tetangga aja udah nyebelin, bikin darting. Sehari jadi suami istri juga bikin esmosi," gumam Lavina menahan rasa dongkol.

"Sak karepmu," sinis Lavina, mengambil bantal lalu membawa ke sofa panjang. Malam ini, ia tidur di sini. Tidak mau tidur satu ranjang dengan Singa Laut itu. Bisa-bisa di gre-

"Ngapain tidur di sana? Takut gue grepe-grepe gitu?"

Lavina langsung terbangun dan memicingkan mata. Kok Leon bisa tahu apa yang ia pikirkan.

"Tenang, gue gak bakal sentuh lo kali. Seksi aja enggak, gak nafsu gue." Untuk sekarang sih, Batin Leon.

"Gak seksi, yang penting cantik."

Leon tertawa, Lavina kesal.

"Iya, cantik banget. Apalagi kalau lihatnya dari sedotan. Haha!" Leon puas menertawakan Lavina.

Leon beranjak dari duduknya dan menghampiri Lavina.
"Sana tidur di ranjang. Kasian gue lihatnya. Gue pulang dulu, siap-siap malam pertama ya suayang."

Sebelum Lavina menghantamnya dengan bantal, buru-buru ia ngacir keluar dari kamar. Senyum Leon terbit dan terkekeh setelahnya. Selalu saja puas membuat Lavina marah. Gemesin, pengen nampol rasanya.

"Loh, Leon kok kamu keluar?" langkah kaki Leon terhenti mendenger celetukan Sarmi, mertuanya. Uhuk.

"Anu, Tante, Leon mau pulang dulu. Ambil ganti baju sekalian mandi," sahut Leon sopan.

"Jangan panggil Tante dong. Sekarang 'kan kamu mantuku, panggil ibu sama kayak Lavina," ujarnya ramah sambil senyum-senyum.

"Hehe, iya Bu."

"Kamu gak usah pulang, tadi Mama kamu kasih baju kamu ke Ibu. Baru aja Ibu mau ngasih ini. Eh, kamu malah keluar." Sarmi menyerahkan tas berisi pakaian Leon. Leon pun menerimanya.

"Apalagi sekarang malam pengantin, sana puas-puasin. Jangan lupa cetak anak juga. Hihi."

Leon tertawa canggung. Mau tak mau ia kembali ke kamar Lavina. Leon membuka pintu kamar Lavina dan masuk ke sana. Ia bisa melihat perempuan itu tidur di ranjang dengan posisi miring. Berjalan pelan, ia mengintipnya.

Lavina sudah tidur, dia tampak damai dan tenang.

"Yah, malah tidur. Kan gue masih pengen goda lagi."

****
08/04/22

Tembus 100 vote langsung up.
Gimana?? Bisa??

Masa yg baca sama vote beda jauh
Wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top