Dua Puluhsatu
Leon sangat malu keluar dari kamar mandi, dengan pakaian seperti ini. Nak, kamu masih kecil, masih di perut Mama, kenapa ngidamnya aneh-aneh. Gimana nanti kalau sudah lahir dan besar. Leon harap, anaknya tak membuatnya stres berlebihan.
"Astaga, imut banget," histeris Lavina, bergitu antusias melihat Leon memakai pakaian pilihannya.
Leon jadi gemas. Ingin sekali memukul kepala Lavina supaya sadar kalau Leon sama sekali tidak imut. Malah terlihat seperti banci di pojok sambil nunggu mangsa datang.
"Ya ampun, Vin. Masa tega kamu sama aku," melas Leon, berharap Lavina iba dan segera menyuruhnya mengganti pakaian.
Namun bukannya iba, Lavina malah terkikik sambil mengambil gambar Leon di ponsel pintarnya. Wajah melas Leon sepertinya malah membuat Lavina senang. Apalagi dengan bando mengias di kepala. Andaikan rambut Leon masih panjang, Lavina bisa membayangkan betapa imutnya Leon saat ini.
"Bagus tau. Coba kamu pose, mau aku foto."
"Ogah." Leon membalikkan badannya. Gila apa, Leon suka rela di foto. Mana pakaiannya nggak banget lagi.
"Ayo dong, ini 'kan keinginan anak kamu juga."
Nah, ini nih. Mana bisa Leon nolak. Keinginan anak yang katanya tidak terpenuhi suka ngiler nantinya.
"Malu, Vin."
"Gak pa-pa, cuma kita berdua kok. Setelah ini udah."
Pada akhirnya Leon menurut. Tapi tidak nanti. Nanti, saat Lavina tidur, Leon akan menghapus foto itu dan pura-pura tak tahu apa pun kalau Lavina bertanya kenapa fotonya hilang.
Hehe, ternyata ide Leon cermelang juga ya.
"Udah?" tanya Leon.
"Udah, makasih suamiku." Leon mesam mesem saat dipeluk oleh Lavina. Duh, akhirnya Leon bisa memeluk istrinya. Istrinya tak mual 'kan dekat dengannya? Kayaknya tidak deh, buktinya lihat wajahnya aja tidak mengeluh eneg.
"Vin," panggil Leon.
"Hm?"
"Vin."
"Apa sih, Mas."
"Kangen."
"Ka-kangen?"
"Ho'oh, gak kuat aku tuh." Leon melonggarkan pelukan mereka. "Boleh, 'kan nengok dedek kita hehe."
"Maksudnya begituan?" tanya Lavina ragu, tentu diangguki oleh Leon.
Bruk!
"Ih, LEON!!"
"BENTAR LAGI!"
Akhirnya Leon bisa bercocok tanam lagi dengan sang istri.
****
Menyelimuti Lavina agar tidak kedinginan. Leon ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Meski jam 3 pagi, Leon mandi dengan air dingin. Beberapa menit kemudian, Leon selesai membersihkan diri dan berganti pakaian.
Menatap Lavina yang tidur terlelap, Leon menahan tawa sambil mengambil ponsel Lavina. Apa lagi kalau bukan menghapus foto-foto terpaksanya tadi.
Ya kali, Leon mau aibnya di simpan. Ganteng-ganteng gini malah di suruh dandan ala maid seksoy. Coba yang pakai Lavina, Leon ikhlas lahir batin melihatnya. Bahkan suka rela menfoto dan menjadikan wallpaper.
"Maaf ya beb, demi kebahagiaan bersama." Leon menghapus foto-foto tersebut. Jika Lavina marah, itu urusan nanti. Dan untuk anaknya, jangan jadi tukang ngileran, batin Leon harap-harap cemas.
Ya kali keturunan Leon Prakasa jadi tukang ngileran. Gemoy kayak Lavina mah, Leon tak masalah.
Setelah puas dan tak ada sisa foto dirinya yang menggelikan, Leon membalikkan ponsel Lavina ke tempat semula. Untung Leon ingat posisi ponsel tadi.
Paginya, Leon merasa baik-baik saja. Menikmati makanan buatan Lavina, Lavina tak mengomel dan mengeluh keberadaannya seperti waktu lalu.
"Gak ke bengkel?" tanya Lavina saat melihat Leon ongkang-ongkang di rumah. Biasanya Leon akan berangkat ke bengkelnya setelah sarapan.
Eh, udah lama ya ternyata, Lavina tak melihat momen Leon berangkat ke bengkel.
"Enggak, tutup hari ini. Uangku masih banyak," sombong Leon sambil menikmati kopinya.
"Sombong," cibir Lavina lalu duduk di samping Leon.
Kehamilan Lavina sudah berusia 2 bulan. Namun perutnya besar saja. Sepertinya anaknya juga berdempetan dengan lemaknya, yang mungkin saja bertambah.
"Hei, Lavina." Lavina menoleh mendengar panggilan dari Cakra. Teman sekolah dan juga tetangganya.
"Hei." Lavina tersenyum, berdiri dari duduknya lalu menghampiri Cakra.
Tentu saja, hal itu tidak luput dari penglihatan Leon. Kok akrab, sih? Leon tidak suka. Mata Leon memicing melihat Cakra memberi Lavina sesuatu yang tak Leon pahami apa isinya. Makanan?
Kok panas ya.
Apalagi Cakra tersenyum tampan, dan mereka saling melambai. Ini, bukan perselingkuhan di depan mata 'kan? Secara terang-terangan gitu.
"Enak ya, dapat makanan dari pria lain," sindir Leon setelah dekat dan melihat.
"Apa sih, Mas."
"Sakit hati Mas, Dek. Tega kamu, Vin."
"Dasar drama," ketus Lavina. Lavina membuka sekotak makanan dan mengendusnya. Sepertinya Lavina lapar lagi.
"Kamu tuh gak boleh nerima pemberian pria lain. Dosa tau, apalagi bukan mahromnya."
"Rezeki 'kan gak boleh ditolak." Iya juga ya. Rezeki 'kan gak boleh ditolak. Tambah dosa. Tapi, ini 'kan pemberian dari pria lain.
"Tapi aku gak suka. Mana pria bujang lagi."
"Siapa yang bujang?"
"Ya pria tadi lah. Siapa lagi? Aku? Lah aku 'kan nikah sama kamu," ketus Leon sambil melirik sebal makanan itu. Dasar calon pebinor, mana di depan mata lagi.
"Cakra bukan pria bujang. Dia udah punya istri," jelas Lavina. Lavina bisa menangkap kecemburuan Leon, meski Lavina sangsi jika suaminya ini sadar akan perasaannya.
"Masa?"
"Kamu lihat rumah itu? Nah, itu pas banget istrinya keluar." Lavina menolehkan kepala Leon ke arah rumah tak jauh dari mereka.
Leon tentu saja mengikuti arahan dari Lavina. Dan benar saja, ada wanita cantik dengan pakaian serba pink keluar dari rumah itu. Bukan terlihat norak, malah telihat indah jika wanita itu memakainya.
"Cantik, 'kan?"
"Iya, cantik." Leon tak menyangka, pintar juga si Cakra dapatin istri.
Berarti, bukan calon pebinor dong. Syukurlah, Leon tak jadi was-was hehe.
"Awas, matanya jelalatan juga."
"Akh... sakit Sayang. Jangan ditarik." Leon meringis saat Lavina mencubit lengannya. Mana ditarik lagi.
"Makanya matanya jangan genit." Lavina. melepas cubitannya dan Leon meringis sambil mengusap.
"Gak genit, cuma lihat aja. Sapa juga yang kasih lihat tadi."
"Halah, preet."
"Bagiku, kamu tercantik kok. Hiyah hiyah. Beper nggak?"
"SINTING!" Tak urung juga wajah Lavina memerah. Astaga, bisa juga Leon gombalnya.
"Apa? Cinta? Iya sayang, aku cinta kamu kok." Leon tertawa saat melihat Lavina masuk ke rumah dengan menghentak-hentakkan kakinya.
Cinta?
Ah, Leon sepertinya jatuh cinta deh. Merasa panas melihat Lavina berbicara dengan Cakra. Namun lega dan bahagia setelah tahu Cakra sudah memiliki istri.
Jadi, tadi ia cemburu, 'kan.
"Sayang, kok ninggalin aku." Leon menghampiri Lavina yang sudah masuk ke kamar.
Gulp.
Leon menelan ludah susah payah saat melihat Lavina membuka ponselnya. Istrinya tak melihat foto-foto itu, 'kan?
"Mas, kok foto kamu hilang?"
Deg.
"Kok bisa?" Kening Leon mengerut, seolah tak tahu apa yang terjadi. Haduh, aktingnya bagus juga ternyata.
Mata Lavina memicing, Leon berusaha tak gugup.
"LEON! KAMU PASTI YANG HAPUS, 'KAN. NGAKU?!"
"Enggak Yang, aku gak hapus kok." Leon meringis.
"Bohong. Ih, kenapa sih dihapus!!"
"Aku gak hapus. Ilang sendiri kayaknya."
"Gak mau tau, kamu pakai lagi kostumnya. Mau foto kamu lagi!"
"Apa? Pakai lagi? Kamu gak bercanda, 'kan?"
"Apa aku terlihat bercanda? Pa-kai se-ka-rang."
"GAK MAU!"
"HARUS MAU."
Leon menyesal menghapus foto-foto itu. Kalau pada akhirnya ia harus memakai dan berpose lagi.
****
03/06/22
Hampir 3 bulan cerita ini gak kelar-kelar 🤣🤣
Kang mager berusaha ngetik. Moga masih betah nunggu dan gak bosen bacanya.
Tunggu part selanjutnya entah kapN 😭😭😭
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top