CHAPTER 31

Kehidupan itu unik, ya?

Ortiz Romano nyaris terpukau dengan upaya Francise untuk menebus kesalahan mereka. Memang butuh waktu yang cukup lama untuk Russel Francise mendapatkan validitas pasal berkas-berkas kejahatan Daphne Francise yang diberikan berminggu-minggu lalu. Walaupun demikian, lantaran Ortiz bersungguh-sungguh memberikan fakta orisinil, akhirnya warna monokrom yang biasa dilihat oleh netra Francise lenyap. Francise, utamanya Daphne, tidak dapat mengelak lagi. Pada dasarnya, Daphne memang super problematik.

Tidak tanggung-tanggung dengan aksi semacam itu, Francise bahkan langsung membawa anggota keluarga problematik itu untuk melakukan pengadilan. Ortiz ikut campur di sana, ikut mengurus polemik Francise. Dan Ortiz bersumpah itu merupakan pengadilan paling cepat yang pernah dia ketahui hingga setidaknya Daphne bisa menerima hadiah terbaiknya. Ortiz Romano memang terlalu pandai mengorek-orek kesalahan orang lain tanpa membuat posisinya terancam.

Setidaknya, keselamatan Marigold Anneliese terjamin sekarang.

Satu hal yang menarik dari predestinasi sekarang adalah Ortiz menyadari adanya transisi drastis. Pria tersebut memang tidak terlalu banyak mengobservasi, tetapi siapapun tahu jika keluarga Francise itu kelewat semrawutan. Bukan masalah Marigold Anneliese yang kadangkala bertingkah amoral. Secara umum, Francise bukanlah lingkungan yang baik, terlebih dengan adanya Daphne Frances. Toksisitasnya begitu tinggi. Tatkala Daphne pergi, dan tatkala Ortiz berhasil melakukan banyak kontemplasi, Francise sedikit lebih prismatik.

Malam ini, Ortiz kembali merepetisi fragmen, menjadi tamu legal Francise di acara makan malam super membosankan ini. Bisa dikatakan, ini menjadi bentuk selebrasi atas kepergian Daphne Francise, seorang bibi gila maniak harta dan tahta. Tetapi, sesungguhnya, kendati kedua belah pihak seolah telah jauh dari terma rivalitas, entah mengapa eksistensi sosok Ortiz Romano seolah tetap menimbulkan impresi tegang.

Impresif.

Selesai dengan penutup makanan, secara direk menutup kesunyian, Ortiz yang baru selesai meneguk limunnya tahu-tahu langsung dilontarkan inkuiri. Jovovich Ivanov berupaya untuk meminta keadilan sesuai kesepakatan awal. Wanita tersebut bahkan menjadi orang pertama yang menghabiskan makanannya, berhubung memang sesi obrolan tidak akan terjadi jika masih ada yang belum menghabiskan makanannya. Dia mengawali, "Jadi, bagaimana soal Marigold?"

Russel memberi adisi, "Aku kira kau akan membawanya hari ini, membuat inisiatif walaupun kami tidak menyuruhmu untuk membawanya bersama."

"Tidak untuk hari ini," balas Ortiz. "Kalian tahu apa yang menimpanya setelah dia mendapatkan banyak serangan?"

"Depresi?" Dan rupanya insting Jovovich bekerja dengan baik.

Itu sebabnya Ortiz Romano mulai menarik sudut bibir. Francise mengerti betul bagaimana kondisi Marigold. Dan kini agaknya mulai ada suar-suat perhatian yang mulai mereka loloskan. Toksisitas Daphne memberi pengaruh buruk terhadap rumah ini dan seisinya, dan kini itu tidak ada lagi. Sebab Ortiz jamin, topik pasal Marigold Anneliese sebenarnya bukan hal yang cukup menarik bagi mereka jika Daphne ada di sini, apalagi jikalau membahas pasal konflik yang dimiliki perempuan itu.

"Benar, dan itu terjadi lagi." Ortiz balas demikian.

Saat itu, atmosfer mendadak sunyi. Jovovich bahkan berlagak dramatis hingga refleks menutup mulutnya yang terbuka minim sebab keterkejutan. Dan seberapa kuat Ortiz berusaha menjadi kawan, dia selalu tertarik untuk menertawakan natur goblok Francise. Alhasil Ortiz juga tertarik untuk memberikan adisi, tentunya dia akan menutupi kesalahan yang dia punya, kesalahan yang sebenarnya berkontribusi besar untuk memberikan tekanan pada Marigold, membuat depresi kedua. Katanya, "Merasa tidak berguna, merasa tidak dihargai, merasa tidak diinginkan, dan merasa tidak dicintai. Aku tidak akan membela diri, sebab aku pernah menjadi salah seorang yang membuatnya merasa seperti itu. Pada intinya, krisis itu datang lagi," katanya. "Dan bagaimana jadinya jika rencana usulan Daphne untuk mengubah identitas Marigold menjadi Rosemary benar-benar terjadi? Lebih dari depresi? Atau mungkin Marigold sudah tidak bisa mengenal batas-batas lagi."

"Mengapa kau tidak memberitahukan itu sejak awal?" Russel menanggapi dengan lagak seolah cukup emosi.

"Seperti yang telah kukatakan sejak awal, sebelumnya ada seseorang yang mungkin saja tengah memikirkan cara-cara baru untuk memenangkan permainan yang sudah dia rancang sejak lama. Aku berusaha semampunya untuk memberikan keamanan untuk Marigold." Segelintir tawa ironis menggelitik internal pria tersebut. Dia menatap kosong objek di meja secara acak. Lagi-lagi, membicarakan pasal Marigold seolah menjadi wadah evaluasi diri. "Daphne menyerang Marigold bukan secara fisik, melainkan sisi mentalnya. Seandainya dia tahu kondisi Marigold, itu bisa menjadi bencana baru."

"Bagaimana kondisinya?" Bukan Russel ataupun Jovovich, anggota keluarga lain yang seratus persen tidak diingat Ortiz direk bertanya.

"Membaik. Kendati psikosisnya kadang muncul lagi. Secara umum, pemulihannya berjalan dengan baik."

"Dia di tempat kakakmu lagi?"

Ortiz hanya berdeham.

Russel tertawa, "Aku masih tidak percaya bahwa Ortiz Romano melakukan hal ini untuk Marigold, gadis yang biasanya menjadi seseorang yang paling dibenci."

"Sekarang aku tanya padamu, bagaimana perasaanmu pada Marigold?"

"Aku menyayanginyaㅡ"

Kembali amoral hanya untuk menunjukkan penegasan, Ortiz menyela laiknya gundala, "Setelah bertahun-tahun lamanya melakukan diskriminasi besar-besaran kepadanya dan menyiksanya, begitu Tuan Russel. Akui saja, kita sama saja. Persetan jika kau tidak memiliki pilihan atau apalah itu. Pada dasarnya, kita pernah sama-sama jahat, membenci dan menyakitinya. Aku pribadi telah mengevaluasi diri. Terserah jika kau tidak memercayainya."

Ortiz tidak suka jika pilihannya dipertanyakan.

"Baiklah. Seperti yang kaukatakan, evaluasi. Aku tidak ingin Marigold disakiti."

Dari awal, keluarga Francise sudah memiliki macam-macam privilese. Marigold Anneliese adalah yang paling unik, yakni privelese untuk mendapatkan kebencian. Kini, keluarga Francise sudah mendalami proses justifikasi, mengenali banyak ragam kesalahan yang harus dibenahi dan melakukan hal-hal benar di masa depan. Secara otomatis, privilese yang dimiliki Marigold Anneliese mutlak berubah. Semuanya berubah menjadi positif.

"Tidak akan," balas Ortiz begitu yakin.

"Apakah artinya kau akan membawanya pulang ke rumahmu?"

"Tergantung keputusan dan keadaan akhit Marigold. Namun, tentu, aku berharap untuk membawanya ke rumahku. Aku ingin menjadi supervisi Marigold sekaligus kandungannya."

Pelik, ya?

Tapi, sial, kenapa Ortiz Romano sangat percaya diri jika Marigold akan menerimanya kembali?

"Aku tidak masalah dengan itu." Russel memberikan reaksi positif. "Hanya saja, kau jangan membiarkannya lupa pada keluarganya sendiri. Atau, seandainya dia menerima bisnis, jangan mengintimidasinya."

"Tidak denganku. Semua keputusan ada pada Marigold," respon pria tersebut. "Selama kau juga tidak mencampuri urusan asmaraku dengan Marigold."

"Kau sangat mencintainya, ya." Jovovich menanggapi. Dia pernah tersesat, tidak menganggap eksistensi Marigold hingga rela merendahkan putrinya sendiri. Tatkala melihat upaya Ortiz, sesungguhnya itu mendongkrak pemahaman dan kesadaran wanita tersebut. Tapi, kecintaan Ortiz seolah tidak ada bandingannya. Bahkan dia pikir, wajar jika Marigold lebih dekat dengan Ortiz ketimbang orangtuanya sendiri.

Adapun Ortiz tersenyum, mengangguk, hingga mulai mengimajinasikan hal-hal indah. Bahkan seberapa kuat memori gelap menyerangnya, pikirannya murni balik memberikan serangan dengan lebih banyak mengeluarkan imaji positif. Bodoh karena dia baru menyadari perasaan suci ini, tetapi sesungguhnya dia tidak berbohong. Ortiz balas, "Benar, aku sangat-sangat mencintai Marigold."

Marigold Anneliese, bukan perempuan lain lagi.

r e c o v e r y

"Eh, kau di sini?"

Terlampau senang, Esme Primrose menunjukkan keterkejutan dan kesenangan pribadinya saat dia melihat figur Alaska Haze tengah berada di Dungeon Bar. Sudah tidak terhitung, Alaska Haze memang tiba-tiba menghilang. Biasanya dia bahkan bisa begitu rajin mendatangi gedung humaniora hingga dia final disebut sebagai mahasiswi Sastra Italia ilegal, atau sekedar mengajaknya untuk pergi keluar. Tetapi gadis itu benar-benar tidak ada kabar.

Alaska Haze pula menunjukkan reaksi terkejutnya. Barangkali gadis itu tidak mengira jika Esme akan kembali mengunjungi Dungeon Bar. Esme Primrose sudah jarang terlihat di kawasan ini. Paling-paling hanya ada Ruho, di mana Ruho sendiri pergi sendirian tanpa Esmeㅡralat, bersama kekasih atau pria-pria lain. Esme sungguh tidak bisa ditebak.

"Aku merindukanmu tahu." Esme menambahkan dengan reaksi ceria.

"Hai." Begitu canggung. Ini bukan Alaska Haze.

Bagi Esme, biasanya Alaska itu paling emotif. Ketimbang Marigold, Ruho, atau bahkan dirinya sendiri, biasanya seseorang yang paling mudah mengumbar isi hati itu adalah perempuan seni ini. Dia paling terbuka. Hingga kadang-kadang satu titik luka saja bisa dia ceritakan menjadi satu buah cerita tragedi pendek. Tentunya, di luar ranah privasi, itulah yang terjadi. Dan baginya, itulah mengapa Alaska kadangkala bisa menjadi paling menghibur.

"No offense, wajahmu menunjukkan banyak konflik."

"Terlihat, ya?" Alaska membalas lesu.

Esme mengangguk. "Sangat," katanya. " Apa itu yang mendasari sikap anehmu?"

"Sikap aneh apanya?"

"Kau menghindari kami."

Alaska menggeleng tidak setuju. "Tidak bagiku. Bukan itu masalahnya. Ada dasar lain atas pilihan itu."

"Oh, jadi ada lebih dari satu masalah." Pandai.

Alaska berdecak kesal. Esme Primrose terlampau peka. Meski memang ucapannya terlalu jelas, jika Esme adalah Ruho, tidak akan ada respon yang begitu detail seperti itu. Alaska pribadi tidak akan mampu menggeleng tidak setuju lagi. Sebab dalam kondisi seperti ini, dia seperti terdesak akan hal invisibel. Tak aneh jika Alaska mulai menarik napas berat hingga membuangnya begitu masif seolah habis selesai maraton seratus kilometer. "Kau terlalu perhatian."

Esme tertawa. "Jadi, kenapa? Toh, aku bukan Queen of Gossip." Ruho.

Masuk akal jika Alaska sudah tidak berminat untuk menceritakan masalahnya lagi. Dulu, jika bukan karena ketegasan Marigold ataupun kebijaksanaan Esme, Alaska dan Ruho sebenarnya bisa terpecah belah. Kendati akhir-akhir ini Esme pikir tidak masalah jika Ruho tidak terhitung ke dalam sirkel mereka lagi, berhubung dia merupakan biang kerok abadi. Pada hakikatnya, Ruho menjadi alasan kenapa pertemanan ini menjadi toksik, satu sama lain finalnya kurang memercayai antara masing-masing. Sirkel ini jadi terlampau toksik.

"Bukan sesuatu yang harus kaupikirkan, pada intinya hubunganku dengan si agresif itu sedang terancam, alias orangtuaku mengetahuinya karena tahu-tahu mama yang tidak pernah peduli tiba-tiba bisa menemukan dokumen aborsi, dan mama menganggap bahwa itu tidak baik. Bahkan mama mencaritahu latar belakang Sir Jamie, hingga akhirnya mama tau kalau dia pernah menikah. Pelik."

Benar, tidak komprehensibel. Esme tidak bisa memikirkan banyak hal, menilai atau memberi pendapat. dia bahkan tidak persis tahu natur asli Sir Jamie. "Aku tidak komprehensibel, Haze. Namun, melihat bagaimana Sir Jamie dipuji sebagai edukator dan arsitek berdedikasi, kupikir dia bisa sebaik mungkin menyelesaikan konflik itu. Maksudnya, dia mencintaimu, dia pasti akan berjuang."

Itulah mengapa memiliki hubungan romansa itu begitu rumit. Esme Primrose merupakan satu-satunya yang tidak sedang menjalani hubungan apapun. Barangkali itu menjelaskan sedikit tentang mengapa dia tidak memiliki banyak masalah. Yah, kendati bisa diakui oleh Esme kalau cinta itu memang merupakan objek yang paling menyenangkan.

"Tidak masalah. Aku ke sini juga tidak ingin memikirkan itu juga," balas Alaska. Sejenak terdistraksi, Alaska mengambil gelas limun baru. Kemudian, atensi berubah, Alaska memandang Esme, menuturkan kuriositasnya, "Kau kenapa berada di sini sendirian? Biasanya Esme Primrose hanya datang ke Dungeon Bar bersama teman-temannya."

"Tidak sendiri. Aku menemani Ajax."

"AJAX ㅡWHAT?" Alaska nyaris tersedak. Bagi Alaska, walaupun Esme dan Ajax sangat dekat, sulit baginya untuk percaya kalau dua manusia itu bepergian berduaan. Tidak ingin berasumsi kalau Esme akan menjadi Ruho versi kedua yang mencoba mengganggu Ajax tatkala Marigold tidak ada, tetapi pada dasarnya itu mengejutkan. Oh, lagipula apa katanya? Menemani? Menemani bukan berarti mengganggu, bukan?

"Ajax yang meminta," sahutnya, mengklarifikasi.

Alaska bergumam, "Jadi, Marigold belum kembali, ya?"

"Sudah, tetapi Ajax menyadari sebuah kesimpulan bahwa Marigold tidak akan pernah bisa bersamanya. Tiba-tiba dia juga tidak suka Marigold karena alasan perselingkuhan."

Alaska pula refleks membalas, pandangannya bertahan pada permukaan limunnya, kosong sekali. "Sir Ortiz kelewat egois, ya."

Senyap, kendati musik disko menggaung hebat. Esme refleks menoleh pada Alaska yang lantas menarik atensi Alaska untuk balik memandang. "Jadi, kau sudah tahu?"

MAMPUS.

Dan adapun Alaska refleks menutup satu mulutnya dengan satu tangannya dan kembali memulai nyanyian umpatan. dia takut Esme tersinggung.

"Kauㅡ" Esme nyaris berbicara lagi, tetapi Alaska menyela. "Ah, fuck. Maaf, maaf, maaf, sungguh aku tidak punya pilihan. Itulah masalahnya, mengetahui konflik itu membuatku terbebani." Dan sesungguhnya, Alaska Haze tatkala panik bisa menjadi hiburan komedi tersendiri.

Esme tersinggung, kesetiaannya diragukan oleh banyak pihakㅡAjax, Marigold, lantas Alaska. Namun mengetahui kalau ini bukanlah polemik yang ringan, Esme hanya bisa memafhumkan kondisi lagi dan lagi. Dia tahu Ajax kebingungan. Dia tahu Marigold terhimpit kondisi mentalitas. Dia akhirnya tahu jika Alaska punya masalah lain yang lebih serius. Esme mencoba untuk tidak marah, lagi.

Kelewat pengertian.

"Jadi, Sir Ortiz benar-benar toksik, ya?"

Alaska menganga tidak percaya. "Kau tidak marah?"

"Jika aku Ruho, aku akan menjambakmu dan mencercamu habis-habisan."

Dan Alaska tidak mampu menahan tawa.

Sebab begini, sedikit distraksi, Alaska memang tidak pernah mengunjungi gedung humaniora lagi, tetapi konflik di jurusan humaniora seolah menjadi hiburan besar, terlebih sirkel Marigold merupakan sirkel paling ternama dan terfavorit. Beberapa hari yang lalu, Esme dan Ruho terkena konflik. Seperti yang Esme katakan, menjambak dan mencerca habis-habisan. Sebelumnya Alaska tidak mengetahui basisnya, tetapi mengingat sebelumnya Esme secara tidak langsung menunjukkan keintimannya bersama Ajax, wajar jika Ruho memberi agresi. Cemburu, walaupun memiliki pacar, obsesi Ruho pada Ajax masih ada. Begini, Ruho takut Marigold, tetapi tidak dengan gadis selain Marigold.

"Tapi, sungguh, kau tidak marah?"

"Mencoba untuk menjadi orang sabar," katanya.

Alaska tersenyum. "Bagaimana reaksimu soal Marigold dan Sir Ortiz?"

Esme masih kelewat tidak percaya. Dia bahkan masih tidak memercayai koneksi antara Alaska dan Sir Jamie, terasa ilegal. Apalagi saat pria yang menjadi objek adalah Ortiz Romano, pria keji yang terlihat jauh dari kata romantis. Hingga Esme membalas, "Hei, bahkan aku nyaris seperti orang idiot saat berada di kelasnya, like, wow, fuck, impresiveㅡ" Esme berbisik, "ㅡdia bahkan berhasil membuat Marigold mengikuti jejakmu, alias mengalami pregnansi."

"SUNGGUH?" Alaska melotot.

"Seratus persen."

"Jadi, bisa dikatakan Marigold tengah berbahagia dengan edukator itu?"

Esme mengedik, tidak paham. "Rumit. Marigold depresi, asal kau tahu. Aku tidak tahu dia bahagia atau tidak. Namun, memang, Marigold seolah menyingkirkan Ajax. Sir Ortiz juga sebenarnya terlihat cukup baik di depan Marigold."

Hari ini penuh dengan kejutan. Namun, Alaska kemudian memikirkan opsi lain. Persetan soal Ortiz Romano, pria itu sangat tidak bisa ditebak. Kendati di sisi lain Alaska mulai bersedih akan kondisi Marigold Anneliese, membuat semuanya terasa normal saat Marigold begitu terlihat problematik akhir-akhir ini. Yang menarik di sini adalah Esme Primrose. Alaska hingga refleks menggaungkan asumsi, "No offense. Jadi artinya ... kau seolah menggantikan Marigold? Ajax tidak pernah mengajak gadis lain atau bertahan untuk memiliki intimasi berdua selain Marigold. Kau tahu, dia adalah pria paling setia yang pernah kukenal. Maaf, pengalihan."

Bagaimana, ya. Marigold dan Esme itu sangat identik. Orang-orang kadang menganggap mereka mirip, terlebih keduanya persis memiliki surai pirang. Lebih lucu lagi, nasionalitas keduanya nyaris satu famili, di mana Marigold memiliki darah Kanada sekaligus ada keturunan Rusia dari keluarga ibunya, dan Esme Primrose berkebangsaan Amerika German. Tidak ingin berpikiran negatif, tetapi Alaska tahu-tahu berpikiran seperti itu.

Esme pula membalas tenang. "Tenang. Ajax pria baik. Aku menemaninya sebagai teman. Dia hanya, gila ... ya, begitulah, tapi ... Tuhan!" Hingga tahu-tahu ekspresi tenang bertransformasi menjadi kegelisahan begitu cepat. Dia menutup mulutnya sendiri hingga final memijit kening seolah ada polemik invisibel yang menyerang sistem internalnya. Dan biasanya, Alaska Haze yang pada dasarnya berteman lama dengan Esme sangat paham jika Esme telah berbohong. "Aku, astagaㅡ" dia menjeda. "Kami mengkhianati Marigold." Terlalu samar-samar, Alaska tidak memahaminya. Esme pula terlalu kalut untuk mengatakan poin detailnya. Tapi, kemudian, semuanya berubah menjadi terbuka, hingga tahu-tahu Esme menangis kecil. "Ajax ... kami tidur bersama."

"Do you love him?"

Esme menggeleng. "Tidak sama sekali. Aku hanya merasa kasian dan ... terintimidasi."

Alaska menghela napasnya kasar. "Pulanglah dan jauhi dia." Dia memegang tangan Esme dan menatapnya dalam-dalam. "Maaf karena kami meragukanmu, tapi kau adalah perempuan yang baik, Esme. Jangan pernah menjadi pengganti Marigold. Marigold juga pasti akan setuju denganku. Ajax sedang patah hati, dan dia bisa menyakitimu."

hm, mau tamat padahal. abis dikhianati, alhasil mengkhianati juga. biar adil. TT.

pokoknya kiranya begini, saking patah hatinya, ajax jadi red flag gitu, dan dia manfaatin esme. esme juga terlalu baik sih. (':

Sampai jumpa di bagian selanjutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top