CHAPTER 24
Konstan.
Belum ada berita bagus pasal Marigold Anneliese.
Ajax Scheiffer tidak sepenuhnya bisa menemui perempuan tersebut. Pria tersebut terkendala waktu, responsibilitas, dan kewarasan pribadi.
Meskipun demikian, setidaknya Javier Ortiz sudah cukup baik dalam hal memerankan perannya sebagai fasilitator. Terapis sekaligus psikiater prominen itu cukup rutin memberikan informasi pasal Marigold Anneliese. Sejauh yang Ajax terima, memang belum ada progresivitas bagus. Marigold Anneliese masih menolak untuk mendapatkan bantuan, mengklaim bahwa dirinya baik-baik saja, sehingga cukup sulit untuk mengurusnya. Atau, sebenarnya lebih buruk, malah ada situasi deflasi sedikit, mengingat perempuan itu kukuh berteman dengan kesedihan aneh.
Cukup kompleks.
"Hei, Scheiffer. Sudah melakukan kontak dengan Marigold?"
Menoleh ke kanan, Ajax Scheiffer mendapati Esme dan Ruho. Selepas kelas pasal sivilisasi dengan mereka, Ajax memang beranjak pergi untuk menghuni tempat tonkrongan kampus seperti biasanya dengan Clover, sementara Esme dan Ruho kompak memasuki kelas mengulang. Sebelumnya mereka belum benar-benar membahas isu pasal Marigold lagi.
Esme dan Ruho duduk di hadapan, menagih.
"Menurutmu?"
"Seperti biasa, tidakㅡ" Ruho menyahuti demikian, tetapi kandas, dipaksa untuk bungkam sebab Esme Primrose menginterupsi. "Setiap kali membahas soal Marigold, kau terlihat mengulur-ulur isi konversasi, seolah mengindikasikan ada suatu isu yang kaututupi dari kami."
Ruho memberi tambahn, menyadari. "Benar. Mengapa kau tidak langsung menjawab?"
Ajax terkekeh meremehkan. "Kaupikir begitu? Kau mengharapkan apa?"
Esme Primrose telak memutar bola netra sekaligus menghela napas jengkel. Berhubung Esme pandai dalam hal mencermati dan mengobservasi walaupun terkesan tidak peduli, sesungguhnya dia beberapa kali menemukan gelagat aneh dari Ajax setiap kali membahas soal Marigold Anneliese. Sehingga dia balas, "Aku sahabat Marigold Anneliese dan aku mengkhawatirkan perempuan tersebut. Setidaknya beritahukan sesuatu jika kau mengetahui kondisinya."
"Serius?" Ajax tertawa kecil. "Kalian bahkan menikmati keabsenan Marigold."
Pamor Marigold Anneliese memang terlampau tinggi. Bukan benar-benar perempuan yang pandai dalam edukasi, tetapi ada warna sendiri darinya yang terkesan atraktif dan eksklusif, dan itu dalam konotasi yang positif. Hal itu yang kemudian menarik Esme dan Ruho untuk mendekati Marigold sejak semester-semester awal, supaya terpapar dengan esensi pamornya. Kendati lama-kelamaan ada afeksi persahabatan diantara mereka, terlebih saat ada Alaska Haze yang terkesan lebih positif ketimbang dua perempuan itu datang.
Ajax memang kerapkali meragukan.
"Itu bercanda, gila." Ruho menanggapi.
"Dan aku sama sekali tidak menikmati keabsenannya," bela Esme.
"Bercanda di saat situasi serius?"
Sementara Ruho terdiam, memilih sibuk dengan ponselnya, Esme kembali memulai agresi kecil dengan dengusan napas yang cukup kasar. "Yo! Fuck you, Scheiffer!" Nadanya keluar begitu tajam. Esme Primrose memang mudah tersinggung atas situasi yang merujuk pada pertemanannya dengan Marigold, tapi dia selalu diam. Semua orang kerapkali meragukan banyak hal soalnya. "Oh, ya, serius? Indikasi apa yang membuatmu berkata bahwa kami bermain dalam situasi yang serius selain karena isu soal candaan sepele yang bahkan tidak kulakukan? Aku pribadi bahkan tidak tahu Marigold sakit apa, sementara kau asyik membungkam diri. Aku akan berkontribusi membantu secara tulus jika memang dia memiliki masalah. Akui saja, kau meragukanku, dan itu membuatmu berpikir jika pertemananku dengan Marigold memang tidak tulus."
"Dia depresi." Akhirnya Ajax menyerah. Esme tidak pernah semarah itu.
Esme menindaklanjuti. Kemarahannya mereda tiba-tiba. Saat menanggapi, suaranya menjadi lembut. "Kenapa?"
Namun, Ruho, yang tidak emosional, justru terkekeh. Namun, pandangannya masih menuju pada ponselnya. "Hei, Scheiffer, jangan bercanda. Gila katamu?"
Esme mencibir kasar, "Jangan tolol dan goblok, Ruho! Depresi tidak sama dengan gila!" Esme terlihat marah lagi. "Fuck you, Kim. Jika kau menganggap itu sebagai candaan, lebih baik kau pergi saja. Dan, sialan, berhenti melakukan siaran di media sosialmu, Tolol!"
Namun, Ruho tidak merespon selain hanya memutar bola netra dan menyimpan ponselnya.
"Itu diagnosa final?" adisi Esme.
"Belum diketahui. Kondisinya merujuk pada psikosis, major, atau entahlah. Disintegrasi cukup masif."
Sejak awal juga Esme, Alaska, atau Ruho sendiri menganggap adanya sedikit disintegrasi. Marigold Anneliese sudah nampak kehilangan nyawa. Ingat, Marigold menjadi pendiam itu seperti tanda akhir zaman. Hanya saja Marigold tidak pernah memberikan jawaban eksak selain hanya karena masalah-masalah kecil, misalnya seperti detensi, tugas, atau hal semacamnya.
"Dia ada masalah apa?" Esme mengungkapkan lebih banyak kuriositas.
Ajax membalas simpel. "Bukan topik yang harus dibicarakan." Pria tersebut memilih untuk bangun, bersiap-siap pergi demi menghentikan topik sensitif semacam itu.
Berjalan keluar gedung humaniora hingga berakhir di tempat parkir, Ajax bertemu dengan kawan Marigold lainnya, Alaska Haze, yang akhir-akhir ini jarang mengunjungi gedung humaniora lagi. Membuat sebuah keputusan, Ajax menghampiri perempuan tersebut. Alaska Haze jauh dari kata familier, beban menguasai, seolah ada konflik dengan edukator favoritnya atau tengah dilanda rasa sensitif karena keluarganya yang agak reseh. Bagi Ajax, jika Esme dan Ruho finalnya tahu soal isu yang dipegang Marigold, Alaska lebih berhak untuk tahu mengingat dia punya kontribusi lebih.
Memanggil pelan, Alaska menoleh dengan kurva khasnya. "Pulang?"
"Menurutmu?"
"Tergantung," katanya. "Akhir pekan aku akan menemui Marigold. Kau teman terbaiknya. Ingin ikut?"
Perempuan di hadapan tidak langsung membalas selain fokus megotak-atik isi tas demi menemukan kunci mobilnya. "Maaf. Aku sedang ada masalah dengan mama. Jika kau ingin menemuinya, sampaikan salamku saja. Aku memerdulikannya." Ajax mengernyit, perempuan ini adalah satu-satunya yang Ajax percayai, dan kini dia membuat Ajax skeptis. Sungguh?
r e c o v e r y
"Bodoh sekali. Aku tidak mengantisipasi skenario saat kau kembali menginvasi."
Sejenak, Ortiz menciptakan keheningan masif, memikirkan banyak hal semenjak dia menapakkan kaki di bangunan asilum besar ini. "Aku optimis. Jangan meragukan itu. Ini baru lima hari, jangan berpikir kalau aku benar-benar merelakan Marigold dan anakku pergi."
"Aku khawatir tujuanmu tidak akan mencapai garis finis," balas Javier.
Ortiz menarik napas tajam, menyeret diri pada keadaan yang terkesan malang dan putus asa. Dalam kalbu mencoba merangkai kata sebaik mungkin agar tidak ceroboh dan final membuat kekacauan versi kedua. Walaupun pengontrolan dirinya masih sulit, teknik semacam itu barangkali cukup efektif untuk membuat diri sendiri merasa sedikit atau cukup rileks. Ortiz berada di dalam tahapan di mana dia mulai percaya jika sebenarnya sejak lama ada afeksi yang dia taruh untuk Marigold, alhasil dia tidak ingin membuat konstelasi rumit seperti yang sering terjadi saat dia kukuh didominasi oleh doktrin Rosemary Cecilia dan keluarga gilanya.
Javier meragukan Ortiz, Ortiz juga mulai merasakan situasi itu. Ortiz pikir, dia tidak bisa mencari kesimpulannya sendiri. Tidak ada opsi lain, Ortiz harus kembali melibatkan Marigold Anneliese untuk melihat warna yang sebenarnya. Tidak cukup baginya jika hanya harus melakukan kontemplasi mandiri.
Begitu visualnya sudah terlihat totalitas, Ortiz berbicara. "Bagaimana kondisinya?"
Javier pula yang sebenarnya menyadari relapan eksentrik dari adiknya sebenarnya tidak bisa menolak banyak hal tersembunyi. Jauh dari pemahaman Ortiz, entah benar atau tidak, Ortiz memiliki banyak kepedulian tersembunyi pada Marigold.
Alhasil, tidak ingin membuat banyak konflik drama semakin sulit, Javier mencoba untuk tidak menolak alur konversasi ini. Barangkali konversasi ini bisa membuka celah-celah tersembunyi pasal pengalaman-pengalaman gelap yang dialami Marigold selama ini, mengingat perempuan itu masih kukuh menolak konsultasi. "Tidak gratis," sahut Javier. "Aku akan memberitahu setelah kau beritahukan hal-hal apa saja yang kaulakukan padanya."
Tatkala Ortiz Romano memulai gumaman dengan carut marutnya, Javier otomatis seolah mendapatkan gambaran. Ortiz licik, Javier juga bisa, mereka memiliki darah yang sama. Namun, jauh dari itu, Javier merasa bahwa alasan Ortiz yang terkesan terlihat keberatan adalah sebab ada hal gelap yang dia sembunyikan.
Ortiz pula lebih banyak mengulur-ulur. "Menurutku tidak penting."
Javier mengedikkan bahu. "Jika itu adalah pilihanmu."
Lagi, pria tersebut menggumamkan rangkaian diksi kotor.
"Dia kupaksa untuk menjadi Rosemary supaya aku bisa menemukan jawaban, jika dia tidak mau, aku akan menyakitinya. Puas?"
Javier berdeham. Masuk akal. Ortiz memberikan protasis singkat dan general, tetapi sesungguhnya itu sudah merangkum banyak hal. Lagipula polanya juga nyaris sama dengan pengalaman masa lampau. Bagi Javier, meski sangat beradikuasa dan memiliki banyak kekuatan, Ortiz tetaplah pribadi goblokㅡbuktinya dia bisa dimanipulasi Rosemary dan keluarga Francise. "Melakukan hubungan seksual secara kasar, menyakitinya terkait kolam, memborgolnya, lantas apa lagi?"
"Marigold bercerita?"
Ortiz akan goblok jika mengalami kondisi semacam ini. Tak aneh jika Javier terkekeh hingga kembali memancing saudaranya untuk lagi-lagi mengumandamkan simfoni carut-marut. Ortiz barangkali sangat berkuasa, tetapi tidak jika sari-sari keburukannnya terkuakㅡalasan eksak tentang kepandaiannya dalam hal menutupi stigma. Dia akan menjadi pecundang terhebat sepanjang masa sehingga harus terpaksa mengakui stigmanya.
Javier pribadi hanya menerka-nerka. Dia mengenali formatnya lantaran mengingat poin-poin soal konsultasi lampau, diadisi oleh pemantauannya atas keanehan sikap Marigold Anneliese.
Beruntung, Javier tidak berkeinginan untuk mengolok-olok adik gobloknya. Alih-alih menambah beban malu pria tersebut, Javier langsung membawa konversasi pada topik sesuai kesepakatan. Baginya, Ortiz sudah cukup memberikan indikasi. "Dia mengklaim bahwa dia baik-baik saja. Namun, dua hari lalu dia menyakiti dirinya sendiri. Ada beberapa luka di tangan kirinya," katanya, menjeda, tatapan berubah lebih tegas, "Asal kautahu, itu impak dari perbuatanmu. Jika tidak terkontrol, mungkin kau benar-benar akan kehilangannya. Kehilangan Rosemary untuk yang kedua kalinya."
Kehilangan Rosemary untuk yang kedua kalinya.
Itu adalah ungkapan satire paling tegas yang pernah Ortiz dapatkan. Barangkali tanpa disadari, sejak lama Javier sering menyinggung Ortiz, tetapi baru kali ini Ortiz merasa bahwa diktum itu sampai pada sanubarinya.
Belum bisa untuk menjawab sebab ada konflik besar di pikiran Ortiz, Javier lebih memilih untuk mengisi kekosongan dengan diktum adisional. Ortiz memang antagonis utama, tetapi memberikan informasi pasal Marigold mungkin tidak ada salahnya. Barangkali itu akan menjadi faktor agar pria tersebut bisa mengonstruksi pemikiran warasnya lebih cepat. "Kami sudah mengatur pengobatan khusus untuk perempuan yang mengalami pregnansi. Tapi aku pribadi tidak bisa menjamin keselamatan fetusnya apabila kondisinya semakin memburuk. Dalam kondisi terburuk, dia bisa mengalami keguguran. Sekarang, aku tanya padamu, apa Marigold tahu jika dia sedang menanggung pregnansi?" Ringkas, Ortiz menggeleng untuk merangkum jawabannya. Maka Javier menambahkan, "Sungguh, kau bajingan."
Ortiz membalas hebat, "Aku bukan alasannya, aku yakin."
"Terserah apa katamu, Ortiz. Pada intinya kau merupakan objek terkuat yang membuatnya merasa tidak berharga, selain keluarganya. Barangkali dia tidak akan merasa takut padamu, pada keluarganya, atau pada siapapun yang telah menyakitinya, tetapi dia tetap terbebani, tergantung pada waham yang terjadi padanya." Javier berdecak. "Kau mencoba membunuh pada orang yang salah, Sialan."
"Biarkan aku menemuinya."
Javier menggeleng, "Jangan bermimpi."
"Fuck you, Javier." Ortiz memulai dengan itu, di sisi lain mencoba menahan agresi yang eksesif. "Demi Tuhan, kekasihmuㅡ"
"Dengan syarat tertentu."
Ortiz mengangkat sudut labium. "Berikan syaratnya."
"Selamatkan Marigold dengan cara yang sehat, termasuk dari keluarga gobloknya. Tapi seperti yang telah kukatakan, jangan mengharapkan kesempatan lainnya."
Ortiz yang menganggapnya mudah memilih untuk berdiri, menarik diri dengan antusiasme, secara tidak langsung menginstruksinya Javier untuk segera menuntunnya pada Marigold. Meski dalam sepersekian sekon, Ortiz dibuat terdiam sejenak sebab Javier masih terkesan ingin memberikan fakta gelap lainnya, sekadar untuk meyakinkan Ortiz bahwa Marigold Anneliese memang layak untuk diselamatkan. "Berminat untuk mendengar satu fakta baru, Ortiz?" Jelas, Ortiz memberikan respon secara kilat, membuat Javier langsung kembali bersuara, "Rosemary terlalu pandai berlakon menjadi seseorang yang sangat sengsara. Jika Marigold menarik satu helai rambutnya, Rosemary bisa menjatuhkan satu milyar tetes air mata. Lebih dari itu, ada satu lakon yang sebenarnya lebih eksesif. Pertama, dia tidak tuli. Kedua, kelumpuhannya tidak bersifat permanen. Pada umumnya, Rosemary Cecilia ingin menjadi pusat perhatian yang abadi, dan Marigold Anneliese akan menjadi bulan-bulanan abadi. Sejak awal, mengapa Marigold menjadi dosa di keluarganya sendiri adalah karena Rosemary Cecilia yang tidak waras. Sejak awal, mengapa akhirnya kau bisa membenci Marigold adalah karena Rosemary Cecilia yang tak waras."
Sialan. Otak Ortiz Romano benar-benar dirusak.
"Kau salah target. Rosemary Cecilia adalah orang yang harusnya kausakiti. Apa yang kaulakukan pada Marigold hanya akan membuatmu dibenci orang yang sebenarnya sangat kaucintai."
satu kata buat ortiz dan javier???
Sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top