CHAPTER 22
Jauh dari kesan prismatik, Marigold Anneliese lebih condong terhadap warna monokrom.
Kesimpulan itulah yang Javier ambil.
Javier Ortiz benci jika seseorang yang pernah dia rawat mengalami "cerita kedua yang tidak mengenakkan", dalam artian "kambuh". Barangkali itu wajar-wajar saja. Sangat tidak aneh jika gangguan semacam itu terjadi lagi dalam situasi yang tidak kondusif. Hanya saja dalam kasus Marigold Anneliese, dasar polemiknya lebih rumit. Marigold seolah dipaksa untuk menjadi tidak wajar supaya dapat dikontrol. Ortiz tahu masalah yang Marigold pegang, harusnya dia tahu konsekuensi perbuatan yang dia lakukan. Parahnya, kini kondisi Marigold Anneliese lebih sulit daripada sebelumnya.
Bagaimana alam semesta mendukung orang-orang untuk membebani Marigold adalah sesuatu yang berada di luar kepala. Javier tidak komprehensibel. Tetapi Marigold terlalu sering digelincirkan. Ada orang yang menyakiti secara fisik, ada orang yang lebih suka menyakiti faktor internal seseorang, ada juga yang memilih kedua opsi. Marigold mendapatkan opsi nomor dua. Atau, bahkan keduanya. Javier tidak tahu apa saja yang dilakukan Ortiz pada Marigold selain menekannya.
Satu kata, gila.
Ortiz sempat berniat mengklaim balik Marigold yang dibawa Javier. Namun, barangkali kelewat panik atau marah, agresi pribadinya malah membahayakan diri sendiri sehingga Ortiz menyerah mengejar. Ortiz tidak pandai berkendara jika tensi kemarahan dan keputusasaannya begitu tinggi.
Kini, Marigold berada di kamar. Sampai di kediaman Ajax Scheiffer, perempuan itu langsung menguasai ruangan tersebut. Javier maupun Ajax tidak punya niat untuk mengganggu dalam kondisi semacam itu. Faktanya, untuk menginstruksikan Marigold agar mengganti pakaian pun sulit sebab Marigold menolak segala bentuk komunikasi.
"Dia terlihat tidak sehat."
Kalau mengikuti insting, sebenarnya Ajax ingin memeluki tubuh Marigold hingga akhirnya mereka bisa terbaring bersama-sama seperti biasanya. Itu aktivitas umum tatkala masing-masing memiliki masalah. Sayang sekali, melihat sudut pandang lain, mengikuti insting pribadi bukan hal yang tepat. Ajax tidak pernah melihat Marigold berada dalam kondisi terbawah seperti yang terlihat saat ini.
Javier membasahi labium, mengangguk kecil. "Marigold punya riwayat depresi, aku mengasumsikan bahwa dia mengalami kondisi itu lagi. Danㅡ" Pria itu menjeda, menghela napas frustrasi. "Ortiz Romana mengklaim bahwa Marigold mengalami pregnansi. Aku tidak tahu itu pasti atau tidak. Namun, jika benar, wajar jika dia rapuh seperti itu, kendati belum jelas apakah Marigold mengetahui isu soal pregnansi atau tidak."
Pandangan Ajax tiba-tiba kosong. Pikirannya mengambang absurd dengan segala penghakiman yang mulai terdengar. Dia gagal melindungi Marigold lagi, itu masalahnya. Ajax tidak kecewa atas pilihan awal Marigold untuk terlibat dan akrab dengan Ortiz. Ajax tidak komprehensibel atas kisah kedua orang tersebut. Tapi ... bukankah Marigold menghindari kecelakaan semacam itu?
"Marigold kemungkinan tidak mengetahui isu pregnansinya?"
Javier berdeham. "Aku tidak komprehensibel soal itu. Mungkin saja Ortiz mengklaim secara sepihak untuk membuatnya merasa berhak," balasnya. "Kita hanya perlu menunggu ketidakstabilannya menurun."
"Apakah Ortiz akan bertanggungjawab atas itu?"
Terkesan patetis, tetapi Ajax pribadi tahu-tahu merasa bahwa hubungan Marigold dan Ortiz sudah sangat jauh ketimbang hubungan Marigold dengan Ajax sendiri. Ada sesuatu yang sebenarnya lebih spesial dari yang bisa Ajax observasi.
Javier mengedikkan bahu, terkesan tidak komprehensibel lagi. "Di luar konteks Rosemary Cecilia, dia tidak hipokrit, dalam artian bahwa korporasi besarnya harus memiliki pewaris. Sengaja atau tidak sengaja, pria itu akan bertanggungjawab."
"Kenapa dia tidak menikah saja?"
"Orang gila itu kebingungan dengan perasaannya sendiri."
"Hubungan mereka sejak kapan?"
Javier menggeleng. Tidak tahu pasti.
Kemudian, Javier Ortiz mempersiapkan diri untuk pergi, merasa terlalu lama menginvasi privasi, kendati di sisi lain merasa bingung sebab seolah ada yang masih mengganggu pikirannya. "Jika kondisinya memburuk, atau simtom-simton yang merujuk pada depresi kembali terlihat, hubungi aku untuk melakukan eksaminasi medis selanjutnya."
Menyetujui kesimpulan akhir, Javier beranjak pergi, sementara Ajax mendadak kosong hingga kehilangan nyali untuk sekedar memantau Marigold. Melihat bagaimana Marigold Anneliese terdiam menghindari segala bentuk kontak, baik lisan atau fisik, sangat normal jika Ajax kehilangan akal. Lebih parah, Ajax bahkan berasumsi tolol jika Marigold Anneliese tidak suka jika dia dibawa ke sini sebab terlalu terbiasa bersama Ortiz.
Meski ujung-ujungnya rasa penasaran dan cinta Ajax lebih tinggi hingga dia berakhir melangkah melindap-lindap mendekati pintu kamar. Beruntung baginya, Marigold tidak mengunci pintu, mempermudah Ajax Scheiffer untuk melihat kondisi Marigold. Rupanya, perempuan itu tengah menangis.
Ajax Scheiffer merasa kehilangan Marigold Anneliese lagi.
r e c o v e r y
Satu-satunya keinginan terbesar Ortiz adalah mendapatkan Marigold kembali.
Marigold Anneliese, ya?
Mendapatkan polemik semacam ini malah membuat pikiran Ortiz kacau balau seolah terkena turbulensi atau eror. Ditambah dengan afirmasi kakaknya sendiri yang tahu-tahu malah membuat visi Ortiz mengambang dan kabur. Walau tidak sepenuhnya, sebab berhari-hari sebelum Javier Ortiz memberi kekacauan, Ortiz sudah merasa bahwa predestinasi mulai mempermainkannya. Dalam artian bahwa Ortiz tahu jika jawaban yang dia cari memang Marigold Anneliese, kendati tololnya dia begitu sakit jiwa hingga kesulitan memperlakukan gadis itu baik-baik dan malah memaksanya untuk menjadi Rosemary.
Memang tolol sekali.
Ortiz Romano banyak berbohong, tetapi kali ini biarkan dia jujur.
Pertama kali dia datang pada keluarga Francise, dia memang tidak memiliki niat baik-baik. Ortiz Romano akan mengakui dengan bangga bahwa dia merupakan orang hipokrit, manipulatif, dan licik. Kedatangannya pada keluarga Francise bukanlah praktik yang dia lakukan untuk pertama kalinya, dia banyak memperkeruh suasana dan membahayakan rival-rival bisnis, kendati tentunya dalam formasi yang berbeda-beda. Di keluarga Francise, dia mengincar Rosemary Cecilia sebagai seseorang yang paling utama yang harus dia singkirkan dengan cara apapun, bahkan jika artinya dia harus membunuh gadis itu pun dia akan sedia. Semua niat itu pun terjadi sebelum dia bertemu dengan Marigold. Ortiz sendiri bahkan tidak pernah tahu jika Rosemary Cecilia memiliki seorang kembaran, selain hanya tahu jika dia memiliki saudari yang lebih sering mengasingkan diriㅡsebuah alasan eksak tentang mengapa Marigold memiliki unit apartemen sendiri.
Ortiz Romano berkata jujur pada Marigold Anneliese bahwa perasaannya pada Rosemary pada saat itu sangatlah tipis. Rosemary Cecilia bukanlah tipe idealnya, atau secara umum tidak memiliki sesuatu yang tertarik yang bisa menggerakkan hati Ortiz. Walau, memang, Rosemary Cecilia merupakan perempuan cantik dengan sikap dan sifat yang sempurna. Faktanya, dia tertarik dengan Marigold sejak awal, sejak dia bertemu tidak sengaja di rumah utama Massachusetts.
Tapi, jika dia tertarik, kenapa Ortiz tidak menjadikan Marigold Anneliese menjadi ratu? Apa benar dan memungkinkan jika orang selicik dan semanipulatif Ortiz bisa dicuci otaknya?
Sepertinya benar dan memungkinkan.
Sungguh, seandainya Ortiz menginginkan Marigold, dia bisa dengan mudah mendobrak rumah Ajax Scheiffer atau menelisik seluruh sudut bangunan-bangunan yang Ortiz curigai. Hanya saja, agresi yang biasa hadir menghilang, berubah jadi perasaan penuh hesitasi. Dia sepertinya masih ingin mengevaluasi diri.
Namun, saa Ortiz sedang melakukan lebih banyak kontemplasi dan evaluasi, Ortiz mendadak dibuat mengernyit heran sebab dia mendapatkan tamu yang tidak disangka-sangka. Tidak tahu bermakna positif atau negatif, tatkala sesuatu beralih sukar, Jovovich Ivanov untuk pertama kalinya menyambangi rumah Ortiz.
Yang pasti, untuk sementara waktu, ada deraian kehampaan tatkala keduanya berakhir berada dalam satu ruangan. Jovovich, sama seperti anggota keluarga Francise lainnya, memiliki dendam kesumat sendiri pada Ortiz, sehingga bisa saja dia memulai agresi ketimbang memberi kehampaan. Namun, sepertinya, tidak akan ada siapapun dari mereka yang berani mengusik pebisnis muda Ortiz itu.
"Di mana anakku?" Jovovich memulai.
"Sudah mati. Lupa?"
"Marigold Anneliese," koreksi Jovovich.
Adapun Ortiz lebih tertarik untuk berada di sisi Marigold Anneliese sebab dia membutuhkan jawaban dan validasi baru atas krisis di dalam dirinya. Sehingga dia refleks membalas sebuah isu yang biasanya tidak dia pedulikan, "Bukannya Marigold Anneliese bukanlah anak bagimu?"
Di hadapan, wanita itu terkekeh. Jovovich balas santai, "Ya, anggap saja bukan, tetapi aku ingin dia kembali."
Ortiz menaikkan satu alis. "Jangan paksa aku untuk mengembalikan seseorang yang ingin kaubunuh."
Di depan, Jovovich Ivanov tertawa, "Sejak kapan kaupeduli terhadap Anneliese?" tanyanya dengan nada satire yang terlampau melekat. "Lagipula siapa juga yang ingin membunuh anak itu?"
"Francise telah mencoba menenggelamkannya dan juga nyaris melakukan praktik eutanasia padanya, siapa yang tahu jika cara-cara itu akan dilakukan lagi?"
Sebenarnya Ortiz masih penuh hesitasi atas seluruh fakta-fakta gelap perkara Marigold Anneliese, termasuk soal praktik eutanasia tolol semacam itu. Hal itu nampak tidak masuk akal.
Namun, Ortiz mendapatkan validasi setelah itu. Reaksi pada iras Jovovich menunjukkan impresi terkejut, takut, dan panik. Barangkali memang fakta gelap tersebut merupakan rahasia besar yang tidak boleh keluar begitu saja.
Jadi, sudah pasti jika Marigold Anneliese pernah nyaris diberikan aksi eutanasia seolah gadis tersebut merupakan tersangka kejahatan besar.
"Lagipula satu-satunya orang yang ingin membunuh adalah kau. Kau satu-satunya yang benar-benar melakukan praktik pembunuhan kendati gagal." Akhirnya, Jovovich yang rupanya kehilangan kata-kata memilih isu lain untuk dibahas, tanpa ingin memberikan reaksi lisan atas ungkapan Ortiz sebelumnya.
Ortiz tersenyum begitu bengah, begitu bangga dengan pencapaian gelap semacam itu. "Ya, sekali, itu mengapa kalian menghindariku, takut jika aku membantai seluruh darah Francise."
"Sekali?" Jovovich tertawa. "Masih menyangkal, ya? Kau melakukannya berkali-kali."
"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kau tertipu anggota keluargamu sendiri," responnya.
Menggeleng abai, Jovovich sendiri memilih untuk tidak memperpanjang topik tersebut. Kembali ke intensi awal, Marigold adalah ajunnya. "Di mana anakku?"
"Ada," katanya, meski terkesan delusiㅡsial, sial, sial, dia rindu Marigold.
"Beritahu aku!"
Ortiz konstan membuat senyuman Sombo yang begitu mendominasi. Ortiz seolah melekat dengan imej seperti itu. Memainkan bolpoin secara acak, Ortiz lanjut berbicara, "Marigold mengalami pregnansi, omong-omong. Jadi, kesimpulannya aku tidak akan mengembalikan Marigold."
"SVOLACH!"
"Santai. Dia hanya hamil." Menjeda, Ortiz semakin amoral. "Merasa kalah, ya? Marigold memihakku, mencintaiku, dan kini mengandung anakku," katanya. "Menyerah saja. Biarkan Marigold bersamaku daripada kau menyesal karena kehilangan semua anak."
Jovovich Ivanov yang sebenarnya penuh amarah bisa saja melakukan agresi, kendati sial baginya jika itu hanyalah angan-angan tolol. Ortiz Romano masih sama seperti dahulu, tak lain tak lebih hanyalah seorang invader gila yang bisa seenaknya mengklaim sesuatu. Alih-alih membahayakan diri sendiri, Jovovich yang berangan-angan ingin menghabisi Ortiz malah lebih berani untuk pergi, sadar diri dengan kekuatan pribadi. Kendati sejenak Ortiz mendistraksi tatkala dia telah mencapai daun pintu. Jovovich bisa saja abai dengan itu, tetapi tahu-tahu Jovovich peduli. Katanya, "Katakan pada Daphne Francise, aku masih memegang rekam jejak kriminalnya atas kejahatannya pada Rosemary. Total lima tragedi besar. Aku masih sangat berbaik hati karena tidak membawanya ke jalur hukum. Namun, jika dia macam-mcam terhadapku dan Marigold. Aku menjamin, mimpinya untuk menguasai Francise akan pupus."
huft, capek dg semua drama ini.
Sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top