CHAPTER 14

Jangan menangis. Tetap bernapas.

Jangan tolol. Tetap berjaga-jaga.

Ada banyak cerita yang terangkum di sebuah dunia di mana hal buruk menjadi salah satu sisi besar yang mewarnaiㅡmerah atau hitam, itu opsinya; menyedihkan dan menakutkan. Hepzibah Pyncheon sudah cukup banyak tinggal sendirian, malang dan agak nestapa, hingga otaknya sendiri seolah dirasuki kayu-kayu rumahnya yang kering. Atau, gadis kecil Pecola Breedlove, dapat diprotasiskan begitu nelangsa ketika dia mendapatkan banyak aksi diskriminatif dan kekerasan verbal dan fisikal dari orangtuanya. Atau, Nellie Murray, sebab pikiran dan daksanya diracuni cinta, sifat bajingan, dan drama aborsi, tahu-tahu dapat predestinasi untuk mati. Nahas. Hingga setidaknya Marigold Anneliese dapat bergabung menuju cerita nelangsa semacam itu, lantaran pria jahanam itu memerangkap Marigold dengan afeksi palsu.

Di belakang posterior, Ortiz ada di sana. Tidak tahu apa yang pria tersebut lakukan, memejam mencoba tidur, menyentuhkan, atau entah; Marigold tidak mau tahu. Namun, yang pasti, napas berat Ortiz terasa begitu jelas di lehernya, pria itu tengah mengatur napas dengan suara seperti orang gila udara. Jika biasanya itu menjadi suara merdu yang berujung memberikan impresi mesra, tetapi sekarang Marigold mutlak bingung dengan isi kalbu.

Ah, sakit jiwa.

Bodoh untuk berpikir jika Marigold Anneliese akan memenangkan gim. Dia bisa menjadi superior di hadapan orang-orangㅡpara orang difabel, orang-orang asing, teman-temannya, atau bahkan para edukator lain. Untuk kali ini, berbeda dengan Ortiz Romano, sebab eksistensinya sudah cukup efektif untuk melumpuhkan Marigold. Marigold kalah.

Alhasil Marigold sudah tidak berani memberontak lagi. Bahkan saat dia tidak suka saat dia dipanggil sebagai Rosemary Cecilia atau His Anneliese sekalipun, Marigold tidak peduli.

Lagi, bodoh untuk berpikir jika harusnya dia jangan memandang remeh Ortiz, menganggap bahwa Ortiz benar-benar berperan menjadi orang baik. Pada hakikatnya, lebih baik harusnya Marigold jangan bereaksi berlebihan atas insiden tempo lalu. Apa yang dia hadapi sekarang sebab terlanjur memantik kemarahan Ortiz. 

Marigold Anneliese menjadi Rosemary Cecilia.

Maka dalam kesimpulan akhir yang Marigold percayai saat ini, sampah keluarga Francise dengan nama Marigold-lah yang sudah mati menuju alam tak terpetakan. Sebab semua orang memercayai dan mendambakan eksistensi Rosemary Cecilia dikala orang itu sudah tidak ada. Marigold menjadi boneka pengganti, tidak menghargai untuk menghargai. Lagi, harusnya Marigold yang mati, bukan Rosemary. Barangkali jika predestinasi itu terjadi, Marigold tidak akan banyak memikul tanggungan beban yang begitu berat dan menyesakan napas juga kalbu. Bahkan saat sebenarnya Marigold Anneliese pun masih dianggap, itu tetap menyakitkan. 

Nahas lagi, fokus Marigold dibuyarkan dengan napas hangat, suara bariton samar, dan belaian di belakang kepalanya. Ingin mengaku jika itu merupakan kehangatan luar biasa, tetapi akal rasional menganggap itu sebagai bencana. Marigold tahan-tahan untuk tidak menangis sejak Ortiz melarangnya begitu keras; itu berhasil, kecuali di dalam hati. Bagaimanpun juga Ortiz selalu memancing perasaan melodramatis untuk kembali keluar. Bahkan hingga detik ini, hingga Marigold terpaksa menghadap Ortiz. “Fiore, you’re beautiful.”

Jelas, Marigold tidak suka. Bahkan jika pujian itu dibagi setengahnya untuknya. Rosemary Cecilia sudah mati, kenapa dia masih diinginkan dan dihargai?

Nahas.

Kemudian, Ortiz Romano mengusap-usap wajah Marigold. Ortiz bisa membuat Marigold kembali jatuh cinta semakin dalam setiap detik dengan sentuhan itu, tetapi harusnya tidak untuk saat ini. Marigold saja tidak paham jika pria itu sedang jatuh cinta pada His Rosie atau His Anneliese. Pria ini tidak waras.

Ortiz mengambil ujung selimut abu-abu tebal yang merangkumi daksa Marigold untuk ikut membungkus daksanya juga. “I just want an answer, Anneliese?” ucapnya memulai. “Lagipula kau jatuh cinta padaku, kan?”

Oh, dia berbicara pada Marigold.

Tetapi Marigold hanya mengulas sedikit senyum, lagi-lagi secara terpaksa demi mempertahankan harapan untuk bebas. Setidaknya ada satu titik kecil yang membuatnya bertahan untuk hidup. “Hm, I do love you.”

Kerongkongannya pahit.

Harusnya, sejak awal Marigold jangan pernah memberikan kesempatan pada seorang penjahat yang sama. Harusnya dia sadar jika seorang yang obsesif itu manipulatif.

“Beristirahatlah,” rapal Ortiz lemah lembut, terdengar mesra.

Marigold menggeleng.

“Kenapa? Tidak bisa tidur, Fiore?”

Bukan hanya Rosemary, panggilan Fiore sebenarnya untuk kedua gadis. Namun, seperti biasa, Marigold tidak ingin berbagi. Alhasil, dia selalu merasa sakit jika dipanggil begitu.

Meski terlihat seperti orang bodoh, dia menjawab seraya tersenyum. “Tugas darimu. Aku harus mengerjakannya.”

Ortiz terlihat menggeleng. Sigap membalas, “Tidak usah, My Anneliese.”

Ortiz masih melihatnya sebagai Marigold.

“Tapi jika tidakㅡ”

Sekali lagi Ortiz menggeleng, “I want you to be My Rosie now, lupakan soal Anneliese dan kehidupannya.”

DISGUSTING HOUND DOG.

Bukan soal keringanan tugas detensi yang diringankan atau mungkin dihilangkan. Marigold tidak peduli dengan hal tersebut. Dia lebih rela mengerjakan tugas dan pergi dari kamar ini. Namun, detik dan detik berjalan, Marigold semakin dibuat dengki, sedih, dan sakit di dalam satu waktu yang berasamaan.

Orang gila ini kebingungan apakah dia mencintai Rosemary atau Marigold, dan dia ingin Marigold berperan sebagai keduanya. Namun, apa tujuan dari itu? Apakah jika ternyata dia menyukai Rosemary, dia akan menghapus jati diri Marigold sebagai dirinya sendiri? Dan apakah jika dia ternyata menyukai Marigold, apakah dia percaya jika Marigold akan memberi kesempatan lagi? Tidakkah orang jahanam ini mencari jawaban satu tahun belakangan terakhir?

Namun, sial, perlakuan Ortiz pada Rosemary lebih menyenangkan dibandingkan kepada Marigold. Dan sialnya, Marigold yang sakit merasa sedikit terperdaya dan kembali berharap.

Be his princess and his doll. Be his princess and his whore. Be his princess and his pet.

Maka Marigold cepat-cepat memejamkan netra sebab tak sanggup lama-lama bersitatap dengan Ortiz. Setidaknya dia bisa lebih handal menahan tangisan, cepat-cepat tidur, walau besok dan besok dia akan menghadapi katastrofe yang sama. Mengiris dan menyakiti diri sendiri dengan dalih melakukan defensi, sebab konsekuensi melakukan defensi pun sama-sama menyakiti.

Namun, perasaan buruk membuat Marigold terjaga, memejam begitu gundah. Sementara Ortiz sibuk memberikan bahasa-bahasa mesra dengan gumaman lulabi yang Marigold ketahui sebagai nada lulabi favorit Rosemary dari orangtuanya, berikut belaian yang masih belum mau berhenti. Walaupun beruntung Ortiz tidak menyadari jika Marigold belum tertidur, selain memerhatikan dan menunggu Ortiz terlelap lebih dahulu. Bukan hendak kabur sebab dia tidak bisa melakukannya, tetapi untuk merasa bebas sementara waktuㅡdan sedikit menangis.

r e c o v e r y

Orang mungkin akan bertanya-tanya tentang abilitas Ajax Scheiffer dalam hal menangis. Sosok impulsif dan garang sepertinya sulit untuk mendapatkan fakta yang bagi rival mungkin akan terkesan melemahkan. Namun, di luar sisi kehampaan dan kemarahan yang terjadi sebab adanya insiden di lingkungan keluarganya, terhadap ibunya yang begitu dia sayangi yang telah meninggal, adalah pasal Marigold Anneliese yang begitu dia perhatikan. Ajax Scheiffer bisa melodramatis seperti orang gila jika berkaitan dengan perempuan tersebut.

Bukan untuk menunjukkan seberapa melankolis hati dan perasaannya; atau katakanlah, ya, lemah, sebab siapa yang tidak merasa tak berdaya di hadapan person spesial yang begitu disayangi? Ajax pikir, tidak ada. Tapi bukan pula hanya demikian, sebab Ajax mulai memikirkan seberapa tak becusnya dia menjaga Marigold. Memikirkan seberapa sulitnya kehidupan Marigold di lingkungan keluarga membuat Ajax takut jika Marigold menyembunyikan banyak ketakutan yang menerornya. Walau bodoh jika dia berpikir Marigold nekat melakukan hal aneh-aneh terlebih sebelumnya dia nampak rapuh.

Ajax banyak mengkhawatirkan Marigold, kekasihnya. Sebenarnya semenjak Marigold kembali dari jeda kuliah, Ajax mengkhawatirkan banyak hal meski tidak ekspresif sebab tidak mau membuat Marigold merasa terganggu dengan sikap posesif, terlebih Ajax terdistraksi oleh polemik keluarganya sendiri sehingga dia sering terlihat cuek pada Marigold. Kadang dia berpikir jika gadis itu disakiti habis-habisan di rumah utamanya. Dan akhir-akhir ini, kekhawatirannya semakin meningkat, bercabang-cabang hingga terkesan melampaui batas. Lantas, kali ini, Marigold menghilang, dan Ajax tidak mampu membayangkan hal apa yang terjadi.

Barangkali dia bisa berpikiran positif jika Bibi Daphne kembali membawanya untuk acara makan malam. Dijemput lebih awal agar Marigold tidak melarikan diri lagi. Namun, tidak seperti itu. Ajax mesti putar balik ke apartemen saat dia hendak menjemput Marigold dari kelas tambahan di malam hariㅡsetelah Ajax pulang terapi. Faktanya wanita Francise tersebut mendatangi Ajax untuk menanyakan eksistensi Marigold, bahkan mengintimidasi banyak hal barangkali Ajax menyembunyikan perempuan itu. 

Dengan siapa Marigold bermasalah?

Bagi Ajax, itu layak dicurigai, meski dia bisa menebak-nebak.

Mengingat satu-satunya pusat yang dia punya untuk saat ini hanyalah Marigold Anneliese, rasanya begitu melodramatis jika Marigold pergi tanpa konsen. Tidak masalah jika Marigold hendak pergi ke manapun yang dia inginkan, tetapi tidak dengan jejak-jejak misterius yang memantik banyak kecurigaan dan kekhawatiran. Di luar dari kebohongan-kebohongan yang pernah Marigold akui, Marigold loyal dan konsisten, dan dia tidak akan pergi dengan meninggalkan rasa khawatir pada Ajax.

Faktanya, dunia memang mengajarkan banyak hal yang tak terduga. Tak sia-sia jika Ajax susah payah menangis kepayahan karena menganggap dirinya payah menjaga Marigold, sebab memang perasaannya begitu kuat. Dia dan Marigold terhubung begitu kuat, meski Marigold belum pernah menyatakan afeksi yang lebih dan spesial semacam itu. .

Ajax suka saat Marigold datang ke apartemennya; dan meminta perlindungan dan tempat tinggal. Marigold mulai mempercayainya lebih dalam. Namun, bukan itu yang dia maksudkan, sebab Ajax menyadari kejanggalan besar yang membuat Marigold merasa tak nyaman hingga berlari ke arahnya. 

Lantas tadi, tepat beberapa saat lalu, Clover merealisasikan sumber ketakutan dan kecemasan Ajax, bahwa Marigold disakiti pria lain yang Ajax pikir telah memberikan kenyamanan bagi gadisnya. Orang itu adalah Ortiz Romano, orang yang menjadi masalah Marigold, orang yang dipertanyakan Ajax, orang yang sudah Ajax kira.

Sangat menguntungkan saat Clover, sahabat terdekat Ajax, mabuk heroin di bilik kecil hingga bablas terbangun malam-malam dan menemukan sebuah aksi goblok di parkiran Saint Hallway tatkala Marigold Anneliese dibawa kasar-kasar oleh dosen tak berdedikasi itu. Tanpa Clover, mungkin tidak ada informasi krusial soal itu. Beruntungnya, Clover yang masih semaput itu sempat merekamnya.

Kemudian, setelah begitu lama kelimpungan, tahu-tahu ada notifikasi panggilan masuk. Nyaris menganggap itu panggilan dari Marigold, tapi itu sangat mustahil. Benar, itu orang lain, satu-satunya teman yang mampu dipercayai sedikit oleh Marigold dan Ajax sendiri, Alaska Haze.

“Hei, sudah ketemu?”

Meski tidak dapat dilihat, Ajax beri afirmatif dengan gelengan, “Belum.”

“Aku sudah bertanya pada Sir Jamie, tapi dia memilih loyalitas dan keselamatan pribadi sehingga tidak mau memberikan alamatnya,” katanya, sebab dosen-dosen itu berteman dekat; dan sudah dipastikan jika Ortiz Romano bukan orang baik-baik hingga temannya sendiri merasa khawatir jika melakukan kesalahan. “Tapi dia memberi infomasi soal kakaknya Sir Ortiz. Sifatnya kontras dengan adiknya. Mungkin jika ada hal yang tidak bisa ditolerir, dia bisa membantu.”

“Siapa dan di mana alamatnya?” tanya Ajax.

“Sebentar, aku lupaㅡ” Sejemang riuh dengan vokal Alaska, meski agak menjauh. Alaska meminta validasi ulang soal informasi pada Sir Jamie Hayes yang agaknya tengah berbeda ruangan dengan perempuan itu. Hingga tak lama kemudian, dia melanjutkan, “Javier Romano, seorang terapis yang bisa ditemui di Roman’s Therapy Center.”

Ajax menguar napas. Selayang pandang merasa lebih baik. Ada asa meski belum pasti.

“Baiklah, terima kasih.”

Belum mau menghentikan konversasi, di saat ada banyak kuriositas yang meradang, Alaska memberi pertanyaan sekali, meski mungkin Ajax juga tidak tahu jawaban pastinya, “Bagaimana bisa Marigold berakhir dengan Sir Ortiz?” 

Ajax pula hanya bergumam menggeleng, “Tidak tahu. Dia tidak bercerita soal itu.”

Untuk beberapa alasan, sama seperti Marigold sendiri, Ajax tidak mampu mempercayai teman-teman Marigold, bahkan pada Alaska yang sebenarnya cukup baik menjaga perasaan. Dalam beberapa jenis rahasia saja Marigold sungkan memberitahukannya pada Ajax, orang yang jauh lebih dekat dengan Marigold, apalagi teman-temannya. Maka wajar jika Ajax terbawa tidak percaya. Kalau bukan sebab Alaska Haze yang berhubungan dengan Jamie Hayes yang berstatus sebagai teman Ortiz Romano, mungkin Ajax juga tidak akan memberitahu polemik ini.

Memberi respon dengan gumaman, nampak memahami, Ajax pun hendak memutuskan. Namun, beberapa detik kemudian Ajax mengurungkan niatnya sebab ada suara pria di seberang sana yang akan memberikan informasi tambahan. Ajax memerhatikan begitu cermat, hingga kekhawatirannya semakin tak terkontrol sebab dia pikir jagat raya tidak mengizinkan Ajax untuk mengambil gadisnya dari tiran majenun itu. Alaska mewawarkannya sebagai perantara, dan katanya, “Sir Jamie baru ingat kalau terapis itu sedang ada jadwal perawatan privat di Italia. Sir Jamie tidak tahu kalau terapis itu hendak menunda responsibilitasnya atau tidak, tetapi kau boleh menghubungi, hanya saja jangan terlalu berharap.”

Mencoba untuk tidak pesimis, Ajax tersenyum, “Tidak apa-apa.”

“Nanti kukirimkan nomor ponselnya setelah ini.”

“Ya, terima kasih.”

oh, ya, karakter-karakter yang aku sebutin di atas diambil dari kisah the house of the seven gables, the bluest eyes, dan drama abortion.

anyway, aku mau menghilang dulu, ya, mau fokus ujian dulu dan nulis laporan magang. ketemu lagi bulan depan. dadah!

Sampai jumpa di bagian selanjutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top