CHAPTER 07
Marigold menatap kosong meja makan seraya mengunyah roti lapis telur. Wajahnya masih sayu sebab baru sepuluh menit lalu dia bangun. Walau begitu, segaris senyum selia menghiasi iras. Marigold tidak paham apapun atas telatah eksentrik ini, padahal setiap pagi dia nyaris rutin mengutuk Ortiz Romano dengan pelbagai vokabulari kotor. Namun, kini Ortiz menunjukkan sikap yang selalu Marigold inginkan. Walaupun Marigold penuh keraguan, dia tidak peduli. Mungkin dia akan mati, dan Tuhan sedang ingin memberikan sedikit kebahagiaan untuknya.
Ortiz Romano sendiri sudah pergi. Saat Marigold masih tidur, sekitar dua jam lalu, dia sempat terganggu karena pria tersebut. Marigold tidak sadar apapun saat itu terjadi, yang pasti Ortiz pergi meninggalkan sebaris pamit, dan dia bilang jika dia ada pertemuan bisnis yang penting. Bukannya meninggalkan kekosongan seperti biasanya, justru Ortiz sempat-sempatnya memberi satu buah cumbuan dahi pada orang yang bahkan belum sadar, serta menyiapkan sarapan, roti lapis dan jus apel, di mana agaknya dia membeli atau menyuruh orang untuk membelikan apel sebelumnya.
Lucunya, satu jam lagi Marigold akan bertemu Ortiz di kelas. Secepat itu dia kembali melihat pria yang membingungkan itu.
Lebih lucunya, orang yang sedang dipikirkan justru meneleponnya.
"Sudah bangun, Anneliese?"
Pertanyaan tolol.
Marigold buang-buang waktu. Dia tidak langsung membalas. Alih-alih melakukan itu, justru dia memperlambat gerakan mengunyah. Tangan dengan genggaman kecil itu meraih badan gelas, lantas menggiring dirinya sendiri ke balkon. "Kau tolol juga, ya. Tidak ada basa-basi lain?"
Ortiz menguar tawa renyahnya. Baritonnya menggema indah hingga menggelitik hati Marigold.
Kemudian, Marigold yang merasa tidak ingin berbasa-basi soal itu segera bertanya. "Ada apa menelepon?"
"Aku mengensel kelas karena ada pertemuan darurat di jam kelas."
Marigold mengernyit. "Aku bukan penanggungjawab kelas. Jadi aku tidak peduli. Sampaikan itu pada orang lain."
"Gedung Roman'sㅡ"
Marigold menyela seperti gundala. Perempuan itu memahami dengan jelas mengenai makna dari sekelumit isi kalimat itu. "Kau mengensel kelas untuk pertemuan bisnis yang katanya penuh urgensi, tetapi menyuruhku untuk datang ke sana, begitu, Mister Ortiz Romano Yang Terhormat? Sungguh tidak niat menjadi akademisi."
"Ada masalah?"
Ingin tahu satu rahasia? Satu-satunya alasan mengapa Ortiz Romano menguasai Saint Hallway adalah karena dia ingin Marigold Anneliese berada alam pengawasannya. Sesungguhnya, dia skeptis pada awalnya, tapi untungnya perempuan itu kembali. Walaupun dia memiliki record sebagai akademisi, sesungguhnya dia tidak niat-niat amat untuk kembali mengajar. Kini, kabar baik menyertai Ortiz, dia bisa mengontrol Marigold tanpa ada embel-embel status dosen dan mahasiswa.
Memang, harusnya Marigold paham bahwa upayanya menjauhi Ortiz tidak sebanding dengan upaya Ortiz dalam mendekati Marigold kembali. Patut diapresiasi.
Marigold lebih banyak membuang waktu. Selagi menikmati pagi harinya yang nyaris habis, Marigold kembali meneguk jus apel buatan Ortizㅡyang bahkan lebih memuaskan dari buatan Marigold sendiri. "Ah, malas. Hari ini aku hanya ada kelasmu saja. Lebih baik aku tidur lagi kalau begitu faktanya." balas Marigold.
"You want me to force you?"
Dasar pria Red Flag.
Marigold kembali mendapatkan ancaman di ujung. Selagi itu terjadi, Marigold kembali masuk ke dalam, menutup pintu balkon, menyimpan gelas secara acak di wastafel tanpa mau langsung mencucinya, dan langsung kembali ke kamar. "Aku punya tugas dari Sir Reynolds, menganalisa deiksis dari dua chapter di buku The Giver edisi terjemahan. Aku tidak cukup pandai untuk mengerjakannya hanya dengan kurun waktu tiga hari. Jika memang hari ini tidak ada kelas, aku akan memanfaatkan waktunya, sebab besok dan besoknya lagi waktuku sedikitㅡbanyak kelas, dan setiap malam mesti hadir menjadi your and my family princess."
"Kerjakan di sini," balas Ortiz ringkas. "Don't you forget that your man isㅡ"
Jangan. Pernah. Membuat. Marigold. Berharap.
"Shh, berisik! Iya, aku ke sana."
Itu final konversasinya. Setidaknya Marigold merasa lega karena dia mendapatkan pencerahan untuk tugas sintingnya. Lagipula, kenapa tidak terpikirkan untuk meminta tolong Ortiz sejak kemarin, ya? Marigold Anneliese disuguhkan seorang akademisi multitalenta yang gelarnya tidak bisa dianggap enteng. Ortiz saat ini memang seolah tidak niat menjadi dosen, tetapi dia pandai dan bisa dipercaya untuk urusan semacam itu.
Mungkin, seperti itulah cara kerja Alaska Haze dan Sir Jamie Hayes.
Berakhir berbaring di pemandian, Marigold banyak diam tatkala air dengan raksi wangi memeluk tubuhnya. Harusnya dia tidak mau memikirkan apapun. Dia bahkan banyak terdistraksi dengan aromatik Ortiz yang masih tersisa di kamar mandi. Rasanya menggelitik hati mengingat mereka berdua sedang "berbaikan". Namun, sial sekali bahwa polemik pasal bisnis keluarga hobi bersemayam di pikirannya.
Dia mulai mengimajinasikan seandainya Rosemary tidak pernah mati. Marigold akan dengan senang hati pergi dari mereka. Sebab percaya atau tidak, Marigold yang menurut mereka tidak berguna memang sudah direncanakan untuk dibuang. Marigold tidak tahu tentang mengapa mereka sekejam itu selain keinginan original Russel yang memang tidak menghendaki anak kembar dan Daphne Francise yang terlalu mengatur. Mungkin, sesuai hipotesis Marigold, sesungguhnya Marigold adalah bentuk keterbatasan keluarga, cadangan yang memang nasibnya buruk. Rosemary terbatas fisiknya, tetapi Marigold adalah bentuk kecacatan maksimal yang bisa membuat Francise malu.
Jika berbalik ke masa lalu, bukan salah Marigold pula, kan, jika dia tidak berminat untuk menjadi penerus atau bahkan sekadar mempelajari cara memasak? Dia memiliki banyak cerita, tapi dia tidak sedang ingin membahasnya.
Yah, setidaknya, pemikiran menyakitkan ini berhenti. Teman-temannya datang tiba-tibaㅡmengingatkannya jika kunci harus segera diganti.
Siulan muncul, sebagai permulaannya. "Phweee ... Nona Marigold sedang berendam."
"Kau menjijkan," tukas Marigold. "Untuk apa ke sini?"
"Hm. Kau satu kelas dengan murid mengulang iniㅡ" Esme menjeda, telak menyindir Ruho, "ㅡdan Sir Ortiz mewawarkan warta bahwa kelas dikensel. Jadi kami ke sini. Tidak ada tempat yang lebih menyenangnya selain apartemenmu."
"Aku tidak menerima tamu hari ini karena aku hendak pergi ke luar," balas Marigold afirmatif.
"Sungguh?"
"Sungguh."
"Serius?" Alaska kembali meminta validasi. "Padahal aku sudah rela menolak ajakan kencan Sir Jamie."
Marigold berdeham. "Ya, betul-betul ada urusan genting."
Esme mengernyit. "Ah, ayolah, padahal aku mau mengacak-acak apartemenmu," ujar Esme. Esme memang orang yang paling bersemangat untuk berada di apartemen Marigold, melakukan apapun yang dia mau sebab dia memiliki ruang yang sangat terbatas jika berada di rumahnya sendiri.
"Tidak untuk hari ini, Esme Sayang."
Esme menanggapi lagi, "Memangnya mau ke mana?"
"Bisnis keluarga. Memangnya apalagi kesibukanku?"
"Menjadi kucing Ajax."
Marigold terkekeh. "Ajax sibuk berbisnis, tahu? Dia sedang mengumpulkan uang haram karena tahu pacarnya matrealistik dan realistis. Yah, untung dia tidak ikut mengonsumsi, aku tidak perlu khawatir."
"Hah?" Ruho balas eksesif.
"Kemarin malam dia menghisap heroin di sarangnya. Mungkin baru mulai." Esme menyahut di samping. "Untuk bisnis semacam itu, mustahil jika pengedarnya tidak ikut terjerat."
Marigold mutlak terdiam.
Ruho memang rutin ke kelab akhir-akhir ini, setidaknya menjadi mata-mata pacarnya sendiri. Secara umum, Marigold merasa bahwa dia mesti percaya, dan bahkan dia mesti meminta validasi cepat-cepat pada pria itu. Meski, celakanya, seorang pria sinting menunggunya di Roman's, dan Marigold Anneliese sedang tidak mau mencari masalah.
Ini sangat mengenjutkannya karena Ajax Scheiffer berjanji untuk tidak menjadi pengonsumsi.
"Kalian sungguh-sungguh atas itu?"
Ruho mengangguk percaya diri. "Aku tidak berniat membuat polemik antara kalian, tetapi memang aku melihat dia menghisap medikamen. Mungkin dia memiliki masalah besar. Dia terlihat ... kacau."
Melihat ekspresi Marigold yang nampak kacau, Esme berniat menenangkannya. Dia berlutut di samping tub. "Dia bisa berhenti dan baik-baik saja jika memang dia baru mulai. Jangan khawatir dan ... jangan terlalu menghakiminya."
"Dia sudah berjanji, Esme," balas Marigold.
Dan secara umum, helaan kekesalan dan kekecewaan melingkupi Marigold. Dia tidak mengharapkan warta semacam ini meski sebenarnya Marigold merasa berterima kasih pada teman-temannya. Namun, Esme benar, tidak seharusnya Marigold menghakimi pria itu.
Merasa bahwa situasinya semakin tidak tepat, ketiga gadis itu berniat pergi. Sementara Ruho dan Alaska pergi lebih dulu, Esme menepuk bahu Marigold dan kembali mengingatkannya. Bukan berarti Marigold tidak bisa berpikir dewasa, dia hanya merasa jika Marigold tengah ditimpa banyak beban, dan dia takut jika Marigold hilang arah. "Bicaralah baik-baik. Aku yakin, dia pasti memiliki alasan untuk itu."
Jadi, sebelum Marigold pergi ke Roman's, dia benar-benar mengirimkan pesan pada Ajax untuk menemuinya pada malam hari nanti.
r e c o v e r y
"Il ragazzo scoprir l'esistenza di un passato sconosciuto. Passato, itu deiksis."
Tetapi Marigold loyal mengerjapkan netra berkali-kali, kelopak netra dengan estetika bulu mata hitam natural itu bergerak menutup dan membuka untuk menghiasi wajah kebingungan dan tertekan yang lucunya nampak lugu dan aneh dalam satu waktu. Ortiz Romano sudah memberikan definisi, eksplanasi, dan contohnya berkali-kali. Namun, eksistensi otak kambing gadis ini acapkali jadi permasalahan dasar.
Dalam urusan otak, Ortiz dan Marigold memang bagai langit dan bumi.
"Deiksis merujuk pada makna yang tergantung pada konteks. Passato, deiksis waktu, kau tidak akan pernah dapat makna eksaknya jika tidak tahu konteks intinya." Ortiz menjeda. "Besok hari apa?"
Marigold mengernyit. Tololnya, dia melupakan hari ini sehingga dia melirik layar ponsel sekejap hanya untuk menebak hari besok. "Rabu."
"Jika aku menanyakan pertanyaan yang sama pada hari Rabu, jawabannya?"
"Kamis," balas Marigold, bertindak laiknya murid taman kanak-kanak.
"Begitu contohnya lainnya, My Anneliese. Besok adalah deiksis waktu sebab maknanya tergantung kondisi dan konteks. Besok memiliki makna khusus. Maknanya di luar segi bahasa itu sendiri. Tergantung dan berubah-ubah."
Jujur, Marigold merasa lebih pintar jika Ortiz yang memberi ekplanasi, berbeda ketika dosen lain yang mengajar. Hanya saja, memang, Marigold memerlukan setidaknya lima hingga sepuluh detik untuk terdiam tolol dan mencerna seluruh penuturan pria tersebut. "Oh, mulai paham," katanya. "Rasanya akan sulit diimplementasikan."
"Bahasa Italiamu bagus. Kau pernah membaca bukunya. Harusnya itu mudah," balas Ortiz.
Marigold mendelik aneh. "Mulutmu."
Sepersekian sekon, Marigold menguar napas. Dia menyingkirkan buku novel edisi terjemahan dan buku catatannya itu ke sisi meja. Tangan kanannya jatuh pada permukaan meja, sementara kepalanya mulai bersandar di sana. Namun, itu tidak sebentar semenjak si Romano itu memberi intruksi pada Marigold untuk mendekatinya dan Marigold terhipnotis untuk submisif seperti biasanya. Akhirnya, Marigold berada di hadapan Ortiz, diapit meja dan tubuh pria tersebut.
"Jika hari ini tidak selesai, kau bisa datangi aku di ruangan kampus setiap jam kosong."
"Setidaknya satu bagian untuk hari ini," balas Marigold. "Aku punya komitmen besar tahu."
Ortiz terkekeh. "Iya, aku tahu." Dia menjeda. "Ini jam makan siang. Mau makan?"
Milisekon Marigold menggeleng. "Tidak mau."
"Masih susah makan, ya?" Beginilah, Ortiz Romano sangat mengenal perempuan di hadapannya, bahkan untuk hal sekecil itu. Marigold tidak akan terkejut kendati pria ini selalu berlagak tidak peduli pada Marigold.
"Roti lapis telur buatanmu yang kumakan dua setengah jam lalu masih terasa penuh di perut. Sepertinya materi deiksis tidak cukup mampu untuk menguras energiku." Marigold berhenti berbicara, lebih tepatnya hendak mengubah konteks konversasi sebab Marigold mengingat responsibilitas Ortiz. "Kau tidak ada kelas lain?"
"Aku mengensel seluruh kelas hari ini."
"Kau sinting," tukas Marigold. "Pertemuan bisnismu sudah selesai. Aku akan pulang dan mengerjakan tugasnya sendiri sesuai ilmu yang menempel di otakku. Pergi bekerja sana!"
"Apa fungsinya asisten jika aku terlalu rajin?"
Mendengar jawaban itu membuat Marigold bungkam. Harusnya Marigold memafhumkan sifat basis dari pria tersebut. Alhasil dia tak membalas apapun lagi selain terdiam aneh, memerhatian interior ruangan kantor Ortiz yang mewah, bergumam imbesil, atau memainkan ujung surai emas panjang yang dia kepang cantik. Tetapi entah kenapa pikirannya toksik sekali. Marigold tidak akan berkata bahwa posisi berdirinya terasa canggung atau tidaknya nyaman, tidak sama sekali. Namun, dia merasa sangat aneh dengan situasi sekarang.
Tangan besar Ortiz Romano mengusap pahanya. Dan, tidak lama dari itu, suara predator Ortiz keluar. "Kau sadar jika gaunmu sangat pendek?" Suaranya horor, tapi menggelitik Marigold. "Roknya terbelah."
"Aku tidak ingat kalau gaunnya terbelah sepanjang itu."
"Celana dalammu nyaris terlihat dan kau beralibi tidak ingat?" Serta satu hal yang mesti disorot, faktanya pria itu masih loyal membuat gerakan vertikal berkali-kali pada kulit Marigold. "Do you intend to seduce me, My Anneliese?"
"Aku ke kampus seperti ini, ingat?" balas Marigold. "Jangan terlaluㅡ"
Marigold memejam diam dan mulai menggigit bibirnya kecil.
Hingga Marigold yang begitu sinting, imbesil, dan terlampau terperdaya dengan aksi langka tersebut agaknya dengan tolol memafhumkan plot ringkas yang terjadi dramatis barusan. Dia membuka mata, nyaris terkejut sebab netra hitam Ortiz sudah berada dekat.
"Bayangkan jika aku masih berniat untuk menjauh," gumam Marigold.
"Kau akan meluluh." Dia sudah hapal. "Begitu, bukan? Kondisinya tetap sama."
"Tapi, Tuan Ortiz, seintens dan sedekat apapun relasi kita, seandainya aku percaya padamu, dan seandainya kau tidak menipuku, kau yakin jika kita akan menginjak garis yang sama? Cepat atau lambat, kau dan aku akan dipisahkan oleh keluargaku, terutama Bibi Daphne. Aku dengar Rosemary Cecilia akan dijodohkan dengan pria Kanada. Itu artinya Marigold Anneliese akan digenggam pria lain."
Ortiz menggeleng. Tangannya yang semula berada di pinggul Marigold secara absolut naik ke atas, ke pinggang, hingga menuju rahang Marigold. "Aku yang menentukan preferensi dan takdirku, bukan Bibi Daphne."
Perkataan itu mutlak menggiring Marigold untuk terkekeh imbesil. Aku yang menentukan preferensi dan takdirku, bukan Bibi Daphne. Marigold merasa tolol sebab kendali dirinya mutlak dipegang dan diregulasi oleh Bibi Daphne. Dalam segi apapun, Marigold Anneliese laiknya boneka kayu yang tengah dimainkan oleh Bibi Daphne. Maka Marigold balas, "Tapi aku tidak. Aku boneka kayu milik Bibi Daphne yang dia beri nama sebagai Rosemary Cecilia," sahutnya.
"Aku bisa menolong, membuatmu menjadi Marigold Anneliese selamanya."
"Bagaimana?"
"Melakukan pemberontakan secara rutin."
Marigold menguar senyum. Sejauh apapun yang terjadi saat ini, Marigold menyukai bagaimana Ortiz memberi akhiran ambigu yang mutlak bisa tersampaikan dengan baik pada sanubari Marigold. Marigold yang banyak mengalami rasa pasrah hingga tak bisa berpikir sehat akhirnya mendapatkan satu sugesti yang cuma-cuma diberikan oleh Ortiz. Marigold tidak tahu apakah itu efisien atau tidak. Namun, pemberontakan tetap akan menjadi jalan efektif untuk menolak ketidakadilan.
Walaupun Marigold belum bisa memberi kepercayaannya pada Ortiz secara maksimal. Pun, dia juga terkadang masih mendapatkan kesakitan atas bayang-bayang Rosemary Cecilia. Ortiz sudah banyak membantunya untuk merasa lebih baik, mendapatkan spirit, memberi sugesti, sehingga Marigold Anneliese dapat mengukukuhkan satu rancangan hebat yang kini tertanam apik di dalam otaknya.
"Itu tidak buruk," gumam Marigold.
Ortiz memberi satu ciuman. "Memang."
"Bagaimana dengan tugas kuliahku?"
"Aku punya banyak waktu luang untuk membantumu. Hingga kau tak perlu susah payah menghadiri acara makan malam yang membuatmu tertekan sepanjang hati. Hingga malam. Kapanpun."
Lagi, Marigold meloloskan senyum simetris. Tangannya melindap masuk ke bagian dalam tuksedo Ortiz. Seperti biasa, Marigold mengambil borgol dan memakainya dari inisiatif pribadi sehingga Ortiz berkomentar. "Aku tidak ingin menggunakan itu."
"It's okay. You're my master, remember?"
Ortiz mengangkat satu alis, Dia menarik simpul dasi merah tanpa motif yang sebelumnya tertata begitu apik. "Apapun itu keinginanmu, Anneliese." Dia berakhir memasangkan dasi itu untuk menutupi mata Marigold.
"Aku ingin memberi banyak pekerjaan pada petugas kebersihan di kantor Ortiz's," gumam Marigold tiba-tiba.
"Fuck, you're right." Ortiz lolos dengan carut-marut singkat. Dia mengambil laptop utamanya dan menyimpannya di dalam almari. Kendati Ortiz memiliki banyak harta, memiliki banyak saluran untuknya menyimpan banyak data kantor dan kuliah, tetapi tentu benda tersebut mesti mendapatkan sekuritas. Lagi, dia mengenal Marigold Anneliese lebih daripada apapunㅡbahkan jumlah pancaran air klimaksnya sekalipun.
Marigold Anneliese nyaris terkekeh tatkala menyadari itu. Dia hendak membalas lagi tapi pria di depannya sudah terlanjur menciumnya seraya membuat Marigold terduduk di meja dengan kaki-kaki terbuka ke setiap sisi.
Maka saat itulah porsi kesintingan Marigold mengalami kenaikan secara drastis terus-menerus seolah tak mengenal limitasi. Dia balas Ortiz kukuh, sangat ahli. Namun, dia tetap mengalami pelemahan syaraf sebab satu tangan Ortiz merayap pada bagian pusat tubuhnya, bagian sensitif dengan penutup kecil berbahan tipis. Dan Ortiz agaknya konsisten dengan kerakusannya sebab Marigold sendiri lama-kelamaan semakin tak mampu untuk membalas ciuman.
Tidak lama setelahnya, Ortiz berhenti dan Marigold dapat merasakan bahwa Ortiz menatapnya. Tangan-tangan Ortiz kemudian eksis di kedua pinggang, meraih ujung fabrik kecil itu, membuat Marigold mengangkat tubuh secara otomatis, hingga finalnya kain itu Ortiz simpan di kursinya. Badan Marigold pun dibuat terbaring. Pria itu berbalik duduk di kursinya yang dibuat tergeser lebih maju, dan dia mulai menenggelamkan wajahnya sendiri pada bagian bawah Marigold. Pada intinya, pria itu kukuh membuat imunitas His Anneliese menurun.
Namun, perlahan-lahan seluruh stimulasi dan spektakel indah itu hilang. Marigold tidak bisa melihat, tetapi dia bisa menebak tentang apa yang Ortiz lakukan. Selain mencoba melepas pakaian yang Marigold gunakan beserta sepatu dan kaus kakinya, Ortiz melakukannya pada diri sendiri. Marigold bisa menebak hingga mengimajinasikan bahwa pria tersebut membuka pakaiannya sendiri dengan sungguh panas, dan segera memamerkan torso dan perut yang sedikit berambut sangat tipis.
Sementara Ortiz memandangi figur polos di depan, perempuan dengan mata tertutup sebab dasi dan tangan terblokade borgol. Ortiz jamin, pemandangan Marigold di meja kerjanya lebih baik ketimbang laptop dan alat-alat kerjanya. Marigold sendiri punya kulit halus dengan warna seperti salju, pucat, kendati hangat. Tubuhnya mengalami sedikit perubahan sejak setahun lalu, barangkali pengaruh sebab rutin berolahraga dan perubahan alamiah sebab Marigold terus tumbuh menuju umur yang lebih-lebih matang. Marigold Anneliese semakin indah.
Ortiz membungkuk, siku menumpu pada meja, sementara wajahnya tepat berada di atas perempuan tersebutㅡwajah, leher, dan torso; bergantian. Ortiz agaknya cukup terhipnotis. "Anneliese, kau dan tubuhmu semakin cantik," gumam Ortiz.
Marigold terkekeh kecil, "Kau juga yang membuatku seperti ini."
"Oh, ya?"
"Ada kontribusi," balas Marigold, terkekeh lagi. "Aku banyak tertekan selama setahun itu. Mungkin mereka ingin membuatku tidak bervolume seperti Sia. Tapi aku berusaha untuk tetap sehat dan cantik. Setidaknya, orang tidak berguna ini harus selalu cantik dan indah."
"Dan kau menjaga dirimu dengan sangat baik."
"No offense," balas Marigold lagi dengan suara pelan, merasa tidak enak sebab dia menjelekkan Ceci secara tidak langsung di depan Ortiz.
"Itu fakta. Kau dan saudarimu begitu adanya, berbeda. Aku punya netra dan hak untuk menilai." Dan agaknya Ortiz tidak peduli.
Jemari-jemari Marigold menyentuh torso Ortiz yang lembap. Walau cukup kaku sebab eksistensi borgol itu, Marigold memberikan stimulasi kecil di sana hingga Ortiz melirik aktivitas kecil itu. Nampak memahami inti sari dari suar kecil itu, Ortiz beri ciuman dalam beberapa sekon, sementara dia memulai koneksi dan invasi di bawah. "Tidak ingin menunggu lama, hm?"
"Em, please, you know what toㅡ"
Marigold mendedau parau dengan napas aneh. Ortiz mengantarkan stimulasi yang begitu keras, barbarik, dan erat tiba-tiba hingga dia sendiri menggeram rendah, seperti predator kelaparan. Fusi vokal keduanya, suara "persetubuhan" yang sangat berisik, dan irama jantung sudah cukup efektif untuk membuat kesintingan merajalela. Marigold Anneliese sendiri misalnya, dia tidak akan pernah sanggup untuk menurunkan volume suaranya sendiri.
Marigold menengadah otomatis hingga jemalanya semakin ke bawah meja. Vokalnya semakin parau, dan semakin seperti itu tatkala tangan Ortiz meraih kepang Marigold dan menariknya. Marigold nyaris tidak bisa bersuara. Vokalnya tertahan pada kerongkongan. Rasanya sinting.
Intensitasnya semakin kuat, hingga pertanda itu terlihat begitu jelas. Dan Ortiz agaknya memahami pertanda itu hingga dia menggeram bercampur mengutuk rasa puas dengan diksi yang kotor. Dia bergerak semakin menuntut yang pada akhirnya membuat His Anneliese berakhir dengan cairan.
Jelas, hal itu membuat Ortiz terlepas secara otomatis. Bagian depannya, kulit perutnya, semuanya basah sebab perempuan di hadapan. Kemudian, persetan dengan keinginan Marigold, Ortiz menarik daksa Marigold hingga kepala perempuan itu bisa kembali merebah pada meja. Ortiz menarik simpul dasi, hendak melihat kilauan netra cantik Marigold, dan mencumbanai kelopak matanya berkali-kali. Sementara itu Marigold tersenyum penuh euforia dengan daksa yang masih bergetar. Tatkala Ortiz berhenti mengecupi kelopak matanya, Marigold memulai pembicaraan lagi. "Kau bersedia memberi bonus pada karyawanmu, bukan?"
"Tidak masalah," balas Ortiz. Meski tidak sering, adakalanya Marigold berakhir dengan hasil yang berlebihan, seperti buang air kecil walau bukan itu.
"Kau tidak malu?"
Ortiz terkekeh. "Untuk apa malu pada karyawan?"
"Seorang bos bersanggama di kantor seolah tidak punya waktu untuk menggiring perempuan ke rumah atau ke hotelㅡtidak bisa menahan gairah. Kau mungkin akan menjadi perbincangan."
Ortiz menggeleng. "Kau yang akan diperbincangkan."
"Oh, omong-omong kau belum selesai, Tuan."
Ortiz Romano menggeram. Memang, ini belum selesai.
Adapun yang bisa Marigod rasakan adalah perubahan spektakel yang kontras. Kini bagian depan daksanya menghantam permukaan meja yang lembap dan dingin. Satu kakinya terangkat naik susah payah pada sisi meja, ditahan dengan tangan Ortiz, sementara Ortiz menginvasi dari belakang. Sejak saat itu, pergerakan Ortiz lebih intens dari sebelumnya. Sejauh yang Marigold dapat rasakan, itu cepat sekali hingga ruangan ini benar-benar berisik.
Hingga alterasi terjadi dengan mudahnya, kendati tidak kontras. Sekali setelah Ortiz membungkukkan badannya untuk bisa mengecup mesra perempuan tersebut, Ortiz kembali berdiri tegak, memberi manuver lebih gila. Bukan hanya memberi manuver yang begitu padat, keras, dan tanpa jeda; Ortiz lagi-lagi menarik surai Marigold atau menampar pinggul berkali-kali hingga ada sedikit rasa perih pada Marigold. Pada ujungnya, kesimpulannya hanya satu, tepat seperti yang terjadi dalam kurun waktu yang begitu padat itu, suara keduanya menyatu. Ortiz mencoba untuk tidak lepas kendati Marigold Anneliese mendesaknya keluar. Sementara, Ortiz Romano menengadah santai, Marigold Anneliese seperti orang gila yang tengah dikelitiki ribuan orang.
Maka, terpujilah karyawan kebersihan Roman's.
"Sial, sial, sial, aku ingin lagi." Bariton Ortiz menggema rendah.
"Sofa?"
"Ya," katanya.
"Give me more, Ortiz."
Segurat senyum tertera di bibir Ortiz. Dia akui, hasil yang dia dapatkan tidak mampu digambarkan oleh kata-kata tertentu. Ini adalah yang paling gila dari eksperimental lampau di ruangan kampus atau di apartemen perempuan tersebut. Entah sebab pengaruh hubungan mereka yang membaik sehingga relasi dan komunikasinya terlihat lebih normal dan menyenangkan, atau memang sebab Marigold Anneliese sendiri yang semakin erat dan semakin pandai merayu hingga gairah Ortiz meningkat drastis. Namun, jangan pikir Ortiz akan dengan cepat menghentikannya. Beruntung Marigold Anneliese segila dirinya dan sama sekali tidak naif. Dalam keadaan ingin memusuhi Ortiz pun, Marigold tidak naif, seperti yang terjadi di kampus, apalagi dalam kondisi Marigold yang sudah bersahabat lagi dengan Ortiz.
Saat mereka sudah berada di sofa, dan bahkan saat Ortiz sudah melesak masuk lagi, pergerakan itu tak kunjung dimulai. Marigold memegangi pipi-pipi Ortiz. Ada sesuatu yang dia pikirkan. "Kita tidak pernah pakai pengaman, aku perlu obat setelah ini," adisi Marigold. "Aku tidak mau hamil."
Di ujung hari, Ortiz Romano dan Marigold Anneliese tidak lagi berada di kantor, melainkan di mansion Ortiz yang sangat megah. Lama-kelamaan, kantor tidak cukup nyaman bagi mereka, terlebih bagi Marigold yang ingin kembali melanjutkan tugas kuliahnya.
Namun, yang pasti, kini, setelah mereka disibukkan dengan tugas Marigold hingga perempuan itu bisa menyelesaikan dua chapter, Marigold kembali merayap ke atas tubuh pria yang terbaring maskulin di atas tempat tidur. Sekali Marigold memberi ciuman pada bibir Ortiz, atau katakanlah berkali-kaliㅡmenggoda, memesona, merayu. Selagi itu, tangannya menari di ujung sana, pada bagian penting Ortiz. Saat itu, Marigold yang kepalang gila, justru berbisik pada Ortiz. "Tidakkah aku terlihat cantik di kamera nanti?" Di akhir kalimatnya, perempuan itu mundur, tarian tangannya diganti oleh mulutnya yang kecil.
Ortiz Romano tertawa manis. "Kau harus menonton satu, Anneliese."
Kegilaan menjadi-jadi. Lama kelamaan, Marigold menyerah dengan pekerjaan mulutnya. Dia kembali menciumi bibir Ortiz dengan motion yang sangat manis dan menggoda. Kadang-kadang dia hanya menatap wajah Ortiz sambil mengusap kumis atau janggutnya. Barulah setelah itu, dia kembali mengatur posisi kamera, dan mulai melaksanakan segmen tarian seraya mendengar geraman dan tuturan-tuturan Ortiz yang jelas memujinya.
Oh, dan sepertinya Marigold Anneliese memang tidak pernah keberatan untuk memberikan angle terbaik di setiap permainan.
mau kasih warning lagi kalau level m di recovery cukup tinggi. kalau enggak suka, jangan dipaksa untuk baca, ya. tapi tentu, lagi, di sini bukan cuma soal mature thing doang. marigold dan ortiz benar-benar punya masalah besar yang memengaruhi jalannya plot di sini.
sampai jumpa di bagian selanjutnya!
recopedia:
deiksis: (kbbi.) hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu pada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan.
passato: (italian.) masa lalu.
the giver: novel dan film karya lois lowry. sangat direkomendasikan, terutama penyuka utopia.
aku belajar deiksis di kampus, meski berbeda bahasa. koreksi aku jika ada yang keliru, ya.
sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top